Senin, 15 Februari 2016

PWEBANDINGAN UDANG-UNDANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

UDANG-UNDANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
DARI UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 1999 SAMPAI KE UNDANG-UNDANG NO. 48 TAHUN 2009

      A.    Perubahan UU No. 35 Tahun 1999 ke UU No. 4 Tahun 2004
UU No. 35 Tahun 1999 ini merupakan perubahan dari UU No. 14 Tahun 1970, yang mana UU ini merupakan penyatu atapan dari organisasi, administrasi dan financial dari badan-badan peradilan yang semula berada dibawah kekuasaan masing-masing departemen yang bersangkutan menjadi dibawah kekuaasaan Mahkamah Agung.
Mengingat sejarah perkembangan peradilan agama yang spesifik dalam sistem peradilan nasional, pembinaan terhadap badan peradilan agama dilakukan dengan memperhatikan saran dan pendapat Menteri Agama dan Majelis Ulama Indonesia.Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Mengingat perubahan mendasar yang dilakukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya mengenai penyelengaraan kekuasaan kehakiman, maka Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 perlu dilakukan perubahan secara komprehensif.
Maka dari penjelasan di atas, diadakanlah perubahan UU tersebut menjadi UU No. 4 Tahun 2004. Perubahan UU ini mengatur tentang badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam hukum dan dalam mencari keadilan. Selain itu dalam Undang-Undang ini diatur pula ketentuan yang menegaskan kedudukan hakim sebagai pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman serta panitera, panitera pengganti, dan juru sita sebagai pejabat peradilan, pelaksanaan putusan pengadilan, bantuan hukum, dan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Untuk memberikan  kepastian dalam proses pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung dalam Undang-Undang ini diatur pula ketentuan peralihan.
B.     Perubahan UU No. 4 Tahun 2004 ke UU No. 48 Tahun 2009
Ada beberapa perubahan yang terjadi dalam undang-undang No. 4 tahun 2004, yang disusun dalam undang-undang No. 48 tahun 2009. Karena dalam undang-undang No. 4 tahun 2004 tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. karena substansi dari undang-undang No. 4 tahun 2004 belum mengatur secara komprehensif tentang penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, yang merupakan kekuasaan yang mutlak yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan supaya tegaknya hukum dan keadilan.
Dan juga dalam undang-undang No. 4 tahun 2004, ada pasal yang dibatalkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU/2006, yaitu pada Pasal 34 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dan juga putusan Mahkamah Konstitusi telah membatalkan ketentuan yang terkait dengan pengawasan hakim dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Di dalam udang-undang No. 48 tahun 2009, ada beberapa hal penting yang difokuskan, yaitu :
a)      Merumuskan sistematika Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman sehubungan dengan pengaturan secara komprehensif dalam Undang-Undang ini, misalnya adanya bab tersendiri mengenai asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman.
b)      Pengaturan umum mengenai pengawasan hakim dan hakim konstitusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
c)      Pengaturan umum mengenai pengangkatan dan pemberhentian hakim serta hakim konstitusi.
d)     Pengaturan mengenai pengadilan khusus, yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung.
e)      Pengaturan mengenai hakim ad hoc yang bersifat sementara dan memiliki keahlian serta pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.
f)       Pengaturan umum mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
g)      Pengaturan umum mengenai bantuan hukum bagi pencari keadilan yang tidak mampu dan pengaturan mengenai pos bantuan hukum pada setiap pengadilan.

h)      Pengaturan umum mengenai jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar