Orang
Yunani yang hidup pada abad ke-6 M mempunyai sistim kepercayaan bahwa segala
sesuatu harus diterima sebagai suatu kebenaran berdasarkan mitos. Namun seiring
dengan berjalannya waktu, kepercayaan tersebut mulai hilang dengan munculnya
para ahli pikir Yunani, yang pada akhirnya melahirkan peradaban Yunani yang
mengalami kemegahan dan puncak kejayaannya.
Akan tetapi, beberapa tahun kemudian mulai mengalami kemunduran dengan
jatuhnya peradaban Yunani ke tangan kekaisaran Romawi, dan kekaisaran Romawi
mengembangkannya sampai ke daratan Eropa yang ketika masih berada dalam masa
kegelapan.
Dalam
makalah ini, penulis akan mengemukakan filsafat Eropa pada abad pertengahan,
serta kemajuan ilmu pengetahuan Islam, dan sampai dengan masa peralihan serta
beberapa hal yang berkaitan dengan hal ini.
II.
Pembahasan
A.
Filsafat Eropa pada Abad Pertengahan
Setelah
filsafat Yunani mengalami kemegahan dan kejayaannya dengsn hasil yang sangat
gemilang, yaitu melahirkan peradaban Yunani. Menurut pandangan sejarah filsafat
dikemukakan bahwa peradaban Yunani merupakan titik tolak peradaban manusia di
dunia. Kemudian warisan peradaban Yunani jatuh ketangan kekaisaran Romawi.
Kekaisaran Romawi memperlihatkan kemegahan dan kekuasaannya hingga daratan
Eropa (Britania). Dan akhirnya filsafat Yunani sampai ke daratan Eropa , dan di
sanalah ia mendapatkan lahan baru untuk pertumbuhannya, karena bersamaan dengan
agama Kristen, sehingga filsafat Yunani berintegrasi dengan agama Kristen,
hingga membentuk suatu formulasi baru, dan muncullah filsafat Eropa yang
sesungguhnya sebagai penjelmaan filsafat Yunani setelah berintegrasi dengan
agama Kristen[1].
Filsafat
Barat pada abad pertengahan juga dapat dikatakan sebagai abad gelap, pendapat
ini didasarkan pada pendekatan sejarah gereja, karena pada saat ini, gereja
sangat membelenggu kehidupan manusia, sehingga manusia tidak memiliki kebebasan
untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Di samping itu, para
ahli pikir ketika itu tidak memiliki kebesan untuk berpikir, apabila terdapat
pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja, orang yang mengemukakannya
akan mendapatkan hukuman berat[2].
Ciri-ciri
filsafat pada abad pertengahan adalah:
1.
Cara
berfilsafatnya dipimpim oleh gereja
2.
Berfilsafat
di dalam lingkungan ajaran Aristotles
3.
Berfilsafat
dengan pertolongan Augustinus
Masa abad
pertengahan juga dikatakan sebagai masa yang penuh menggiring manusia ke dalam
kehidupan atau kepercayaan yang picik dan fanatik dengan menerima ajaran gereja
secara membabi buta, karena itu perkembangan ilmu pengetahuan terhambat.
Masa yang penuh
dengan dominasi gereja, yang tujuannya membimbig ke arah hdup yang shaleh, tapi
di sisi lain dominasi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan
manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan dan cita-cita untuk
menentukan masa depannya sendiri.
Masa
abad pertengahan ini terbagi menjadi dua, yaitu:
a.
Masa Patristik
Istilah
Patristik berasal dari kata latin yaitu pater atau bapak, yang artinya
para pemimpin gereja. Para pemimpin gereja dipilih dari golongan atas dan
golongan ahli pikir. Dari golongan ahli pikir inilah menimbulkan sikap yang
beragam pemikirannya, mereka ada yang menolak filsafat Yunani dan ada yang
menerimanya.
Bagi mereka
yang menolak, alasannya karena beranggapan bahwa sudah mempunyai sumber
kebenaran yaitu firman Tuhan, dan tidak dibenarkan apabila mencari sumber
kebenaran yang lain, seperti dari filsafat Yunani. Bagi mereka yang menerima sebagai
alasannya beranggapan bahwa walaupun sudah ada sumber kebenaran yaitu firman
Tuhan, tetapi tidak ada jeleknya menggunakan filsafat Yunani hanya diambil
metodosnya saja (tata cara berpikir). Jadi anggapan mereka ini adalah bahwa
menerima filsafat Yunani diperbolehkan selama dalam hal-hal tertentu dan tidak
bertentangan dengan agama.
Perbedaan
pendapat ini terus berlanjut, sehingga orang yang menerima filsafat Yunani
menuduh bahwa mereka (orang-orang Kristen yang menolak filsafat Yunani) itu
munafik. Kemudian orang yang dituduh munafik tersebut menyangkal bahwa tuduhan
tersebut dianggap fitnah. Dan pembelaan dari orang yang menolak filsafat Yunani
mengatakan bahwa dirinyalah yang benar-benar hidup sejalan dengan Tuhan.
Akhirnya muncullah upaya untuk membela agama Kristen, yaitu para Apologis
(pembela iman Kristen) dari serangan filsafat Yunani, seperti:
1.
Justinus
Martir
Nama aslinya
Justinus, kemudian nama Martir iambil dari istilah orang-orang yang rela mati
hanya untuk kepercayaannya.
Menurutnya, agama Kristen bukan agama baru, karena Kristen lebih
tua dari filsafat Yunani, dan Nabi Musa dianggap sebagai awal kedatangan
Kristen. Padahal Musa hidupnya sebelum Socrates dan Plato, Socrates dan Plato
sendiri sebenarnya telah menurunkan hikmahnya dengan memakai hikmah Musa.
Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa filsafat Yunani itu mengambil dari kitab
Yahudi.
2.
Klemens
Ia juga
termasuk pembela, akan tetapi ia tidak membenci filsafat Yunani, sedangkan
pokok-pokok pikirannya adalah:
a.
Memberikan
batasan-batasan terhadap ajaran Kristen
untuk mempertahankan diri dari otoritas filsafat Yunani
b.
Memerangi
ajaran yang anti terhadap Kristen dengan menggunakan filsafat Yunani
c.
Bagi
orang Kristen, filsafat dapat dipakai untuk membela iman Kristen dan memikirkan
secara mendalam.
3.
Tertullianus
Ia dilahirkan
bukan dari keluarga Kristen, tetapi setelah melaksanakan pertobatan ia menjadi
gigih membela Kristen secara fanatik dan menolak kehadiran filsafat Yunani,
karena filsafat dianggap sesuatu yang tidak perlu. Baginya wahyu Tuhan sudahlah
cukup dan tidak ada hubungan antara teologi dan filsafat, antara Yerussalem (pusat
agama) dengan Yunani (pusat filsafat), dan tidak ada hubungan antara gereja
dengan akademi, antara Kristen dengan penemuan baru.
Akan tetapi
lama kelamaan, ia akhirnya menerima juga filsafat Yunani sebagai cara berpikir
yang rasional, alasannya bagaimanapun juga berpikir rasional diperlukan sekali,
dan ia menerimanya sebagai cara atau metode berpikir untuk memikirkan kebenaran
Tuhan beserta sifat-sifatnya.
4.
Augustinus
Sejak mudanya
ia telah mempelajari bermacam-macam aliran filsafat, seperti platonisme dan
skeptisme. Ia telah diakui keberhasilannya dalam membentuk filsafat Kristen
yang berpengaruh besar pada filsafat abad pertengahan, sehingga ia dijuluki
sebagai guru skolastik yang sejati, ia juga ahli dalam bidang teologi dan
filsafat.
Menurutnys,
daya pemikiran manusia ada batasnya, tetapi pikiran manusia dapat mencapai
kebenaran dan kepastian yang tiada batasnya, yang bersifat kekal dan abadi.
Sehingga pada akhirnya, ajaran Augustinus berhasil menguasai sepuluh abad dan
mempengaruhi pemikiran Eropa, karena ajarannya bersifat sebagai metode daripada
system, sehingga ajarannya mampu meresap sampai masa skolastik[3].
b.
Masa Skolastik
Istilah
skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school yang berarti
sekolah. Jadi skolastik adalah aliran atau yang berkaitan dengan sekolah.
Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad
pertengahan.
Terdapat beberapa pengertian dari corak khas skolastik, yaitu:
1.
Filsafat
skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama, karena
skolastik ini sebagai bagian dari kebudayaan abad pertengahan yang religious.
2.
Filsafat
skolastik adalah filsafat yang mengabdi kepada teologi atau filsafat yang
rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berpikir, sifat ada,
kejasmanian, kerohanian, baik buruk. Dari rumusan tersebut muncul istilah
skolastik Yahudi, skolastik Arab, dan lain-lain.
3.
Filsafat skolastik adalah suatu sisitim
filsafat yang termasuk jajaran
pengetahuan alam kodrat, akan dimasukkan ke dalam bentuk sintesa yang
lebih tinggi antara kepercayaan dan akal.
4.
Filsafat
skolastik adalah filsafat Nasrani, karena banyak dipengaruhi oleh ajaran gereja[4].
Adapun tumbuh
dan berkembangnya Fisafat skolastik ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1.
Faktor religious
Yang dimaksud
faktor religius adalah keadaan lingkungan saat itu yang berkehidupan religius.
Mereka beranggapan bahwa kehidupan di dunia ini adalah suatu perjalanan ke
tanah suci Yerussalem. Dunia ini bagaikan negeri asing dan sebagai tempat
pembuangan limbah air mata saja. Sebagai dunia yang menjadi tanah airnya adalah
surga, dan manusia tidak akan sampai ke surga dengan kemampuannya sendiri,
sehingga ia harus ditolong. Karena itu, manusia menurut sifat kodratnya mempunyai
cela atau kelemahan yang diwariskan oleh Adam. Mereka juga berkeyakinan bahwa
Isa adalah anak Tuhan yang berperan sebagai pembebas dan pemberi bahagia. Ia
akan memberi pengampunan sekaligus menolongnya. Maka, hanya dengan jalan
pengampunan inilah manusia tertolong agar dapat mencapai tanah airnya (surga).
Anggapan dan keyakinannya inilah yang menjadi dasar pemikiran filsafat.
2.
Faktor ilmu pengetahuan
Pada saat itu
telah banyak didirikan lembaga
pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara, gereja ataupun dari keluarga
istana, dan kepustakaannya diambilkan dari penulis Latin, Arab (Islam) dan
Yunani.
Masa
skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:
a.
Skolastik Awal (800-1200)
Sejak abad ke-5
hingga ke 8 Masehi, pemikiran filsafat patristic mulai merosot, terlebih lagi
pada abad ke-6 dan ke-7 bisa dikatakan abad kacau. Hal ini disebabkan karena
saat itu terjadinya serangan terhadap Romawi, sehingga kerajaan Romawi beserta
peradabannya ikut runtuh yang telah dibangun selama berabad-abad[5].
Baru pada abad
ke-8 M, kekuasaan berada dibawah Karel Agung (742-814)[6]
baru dapat memberikan suasana ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan, dan
ilmu pengetahuan, termasuk kehidupan manusia serta pemikiran filsafat yang
kesemuanya menampakkan mulai adanya kebangkitan.
Pada saat
inilah zaman baru bagi bangsa Eropa yang ditandai dengan skolastik yg di
dalamnya banyak diupayakan ilmu pengetahuan yang dikembangkan di
sekolah-sekolah yang pertama kalinya timbul di biara Italia Selatan dan
akhirnya sampai berpengaruh ke Jerman dan Belanda. Kurikulum pengajarannya
ketika itu meliputi studi duniawi atau artes liberals meliputi: tata
bahasa, retorika, dialetika, ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu pengetahuan,
perbintangan dan musik.
Pengajaran di
sekolah-sekolah dibagi menjadi tiga tingkaan. Tingkatan pertama adalah
pengajaran dasar, yang merupakan pengajaran wajib bagi calon-calon pejabat
agama dan terbuka juga bagi umum. Mata pelajaran yang diberikan ialah membaca dan
menulis, dasar-dasar bahasa Latin, ulasan singkat tentang kitab suci dan
buku-buku upacara agama. Tingkatan kedua, diajarkan tujuh ilmu bebas
(liberal) yang dibagi menjadi dua bagian. Tingkatan ketiga adalah
pengajaran uku-buku suci dengan terperinci[7].
Diantara
tokoh-tokohnya adalah Aquinas, Johannes, Scotes Eriugena, Peter Lembord, John
Salisbury, Peter Abaelardus.
b.
Skolastik Puncak (1200-1300)
Masa ini
merupakan masa kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300, dan
masa ini juga disebut masa berbunga, karena pada abad ke-12 ini filsafat di
Eropa mengalami kemajuan yang luar biasa, karena berdirinya
universitas-universitas dan perserikatan-perserikatan biarawan yang ikut serta
menyelenggarakan ilmu. Jadi, filsafat menerima perhatian yang amat besar. Pada
awal abad ke-13, di samping universitas-universitas timbullah dalam lingkungan
katolik yang disebut ordo, yang merupakan kumpulan orang yang hendak mencapai
kesempurnaan hidup di bawah pimpinan seorang pembesar. Mereka berkumpul dalam suatu biara, dan dalam biara
itu diselenggarakan ilmu dan filsafat oleh para biarawan[8].
Ada beberapa
faktor mengapa masa skolastik mencapai puncaknya, yaitu[9]:
1.
Adanya
pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12, sehingga
abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.
2.
Tahun
1200 didirikan universitas almamater di Prancis. Universitas ini merupakan
gabungan beberapa sekolah, almamater inilah sebagai awal (embrio) berdirinya
universitas di Paris, Okford, Mont Pellier, Cambridge, dan lain-lain.
3.
Berdirinya
ordo-ordo. Ordo-ordo inilah yang muncul, karena banyaknya perhatian orang
terhadap ilmu pengetahuan, sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk
memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13.
c.
Skolastik akhir (1300-1450)
Masa ini ditandai dengan adanya rasa jemu terhadap segala macam
pemikiran filsafat yang menjadi kiblatnya, sehingga memperlihatkan stagnasi
(kemandegan). Diantara tokoh-tokohnya adalah William Ockham, Nicolas Cusasus.
Skolastik Arab (Islam)
Dalam bukunya, Hasbullah Bakry
menerangkan bahwa istilah skolastik Arab jarang dipakai orang dalam kalangan umat
Islam, tetapi yang biasa dipakai adalah istilah ilmu kalam atau filsafat Islam,
sedangkan pembahasan ilmu kalam dengan filsafat Islam biasanya dipisahkan.
Yang dimaksud dengan para ahli pikir
Islam (pemikir Arab atau Islam pada masa skolastik), yaitu: al Farabi, Ibnu
Sina, al Kindi, Ibnu Rusyd. Peranan ahli pikir tersebut besar sekali,
diantaranya:
a.
Sampai
pertengahan abad ke-12 orang-orang Barat belum pernah mengenal filsafat
Aristoteles, sehingga yang dikenal hanya buku Logika Aristoteles saja.
b.
Apabila
orang-orang Barat mengenal Aristoteles itu adalah berkat tulisan dari para ahli pikir Islam terutama dari Ibnu
Rusyd[10],
sehingga dikatakan Ibnu Rusyd sebagai guru terbesar para ahli pikir Skolastik
Latin.
c.
Skolastik
Islamlah yang membawakan perkembangan Skolastik Latin.
Tidak hanya dalam pemikiran filsafat saja, akan tetapi para ahli
pikir Islam tersebut memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi Eropa, yaitu
dalam bidang ilmu pengetahuan. Para ahli pikir Islam, Plato dan al Qur’an
adalah benar, mereka mengadakan perpaduan antara agama dan filsafat.
Pemikiran-pemikiran tersebut kemudian masuk ke Eropa yang merupakan sumbangan
Islam paling besar. Dengan demikian, dalam pembahasan Skolastik Islam terbagi
menjadi dua periode, yaitu: Periode Mutakallimin (700-900) dan periode Filsafat
Islam (850-1200)[11].
Banyak buku filsafat dan sejenisnya mengenai peranan para ahli
pikir Islam atas kemajuan dan peradaban Barat sengaja disembunyikan karena
mereka (Barat) tidak mengakui secara terus terang jasa para ahli pikir Islam
itu dalam mengantarkan kemoderenan Barat.
Penerjemahan
Salah sati ciri fase pembentukan
filsafat Skolastik ialah adanya penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan
filsafat dari bahasa Arab atau Yunani ke dalam bahasa spanyol, kemudian ke
dalam bahasa Latin atau langsung ke dalam bahasa Latin. Karangan-karangan
filosof Islam merupakan sumber terpenting bagi kegiatan penterjemah buku-buku
pada masa itu, salah satu faktor tersebut ialah adanya pusat-pusat kebudayaan
Arab atau yunani di kota Toledo.
Para penterjemah yang terkenal antara lain:
1.
Adelard
of Bath, ia menterjemah buku tentang perbintangan karangan al Khawarizmi
2.
Costantine
Afrika, ia banyak menterjemahkan buku-buku ketabiban karangan orang
Islam, Yahudi dan Yunani.
3.
Gundissalinus,
ia bekerjasama dengan yuhanna bin Dawud untuk menterjemahkan beberapa buku-buku
Islam atau pun Yunani.
4.
Gerardof
Cremona, ia juga banyak menterjemahkan buku-buku Arab dan Yunani, ia juga
menterjemahkan buku Aristo yang sudah di Arabkan.
Pada masa berikutnya yakni pada masa kejayaan filsafat skolastik,
kegiatan penterjemahan lebih maju lagi, yakni dengan dibaginya penerjemahan ke
dalam dua fase. Fase pertama penerjemahan dari buku-buku Arab lebih
banyak daripada penerjemahan dari buku-buku Yunani. Fase kedua
penerjemahan seluruhnya dari buku-buku Yunani[12].
Pada masa ini juga banyak di jumpai tokoh-tokoh penterjemah dari kalangan
Barat, seperti Michael Scoot, Herman, Gulliano Morbake, dan lain-lain.
Pusat-pusat penerjemah ketika itu adalah
1.
Spanyol,
terutama kota Toledo yang merupakan pusat penerjemahan buku-buku Arab
2.
Inggeris,
yaitu universitas Okspord yang merupakan pusat penerjemahan buku-buku Yunani.
3.
Italia,
yaitu di istana Federik II yang merupakan tempat penerjemahan buku-buku Arab
dan yunani.
4.
Vatican,
yaitu istana paus
5.
Constatinovel
B. Perkembangan ilmu pada masa kejayaan
Islam
sejak awal
kelahirannya, Islam memberikan penghargaan sangat besar kepada ilmu. kedatangan
Nabi Muhammad SAW, yang kedatangannya bersama Islam memberikan cahaya kepada
masyarakat yang hidup di zaman Jahiliyah yang penuh dengan keterbelakangan
memasuki masyarakat yang berilmu dan beradab. Apabila ditelusuri, maka ilmu
berkembang dengan munculnya Islam itu sendiri.
Hal ini berdasarkan wahyu Allah pertama yang disampaikan lewat malaikat
Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, yang memerintahkan beliau untuk membaca. Wahyu
pertama ini menghendaki agar umat Islam senantiasa membaca yang dilandasi
dengan bismi Rabbik, dalam arti hasil bacaan dapat bermanfaat bagi
kemanusiaan[13].
Pada masa kejayaan Islam, khusunya pada masa Dinasti Umaiyyah di
Spanyol dan Dinasti Abbasiyah di bagdad, ilmu berkembang dengan pesat. Kemajuan ilmu membawa Islam pada masa
keemasan, yang dalam masa yang sama di wilayah-wilayah yang jauh seperti di
dunia Barat masih berada dalam abad kegelapan peradaban (dark age)[14].
Dalam sejarah Islam, dikenal nama-nama seperti al Mansur, al Ma’mun
dan Harun ar Rasyid yang memberikan perhatian besar pada perkembangan ilmu di
dunia Islam.
Pada masa pemerintahan al Mansur, proses penerjemahan karya-karya
filsuf Yunani ke dalam bahasa Arab berkembang dengan pesat. Pada zaman Harun ar
Rasyid proses penerjemahan karya filsuf Yunani masih berlangsung, dan ia
memerintahkan Yuhanna Ibn Mazawayh yang merupakan seorang dokter istana untuk
menerjemahkan buku-buku kuno tentang kedokteran[15].
Penerjemahan ilmu-ilmu lain seperti astronomi, antara lain Siddhanta,
sebuah risalah India yang diterjemahkan oleh
Muhammad Ibnu Ibrahim al Fazari pada tahun 806 M,, selanjutnya
Siddhanta oleh al Khawarizmi dibuat dalam versi baru dan disertai dengan
berbagai komentar[16].
Pada tahap selanjutnya, pemerintahan al Ma’mun yang berjasa
mengembangkan ilmu di dunia islam, membangun baitul hukmah yang terdiri
dari perpustakaan, sebuah observatorium dan sebuah depertemen
penerjemahan. Orang penting dalam baitul hikmah adalah Hunain yang
berjasa menerjemahkan buku-buku karya Plato, Aristoteles, Galenus, Appolonius,
dan Archimedes[17].
Pada zaman keemasan Islam muncul ahli-ahli dalam berbagai bidang
ilmu yang menaruh perhatian besar terhadap filsafat Yunani terutama
Aristoteles, yang diikuti dengan munculnya filsafat Islam periode pertama yang
ditandai dengan munculnya para filsuf muslim, yaitu: al Kindi, ar Razi, al
Farabi, Ibnu Sina. Pada periode kedua filsafat Islam, muncul aliran Mu’tazilah.
Selanjutnya, al Ghazali yang sangat berpengaruh dalam dunia Islam, yang diberi
gelar Hujjatul Islam (benteng Islam), merasa ketidakpuasan terhadap
aliran filsafat Islam Rasionalisme dan beralih ke lapangan Tasawuf,
ia mengarang buku yang berjudul Tahafut al falasifah (kerancuan para
filsuf)[18].
Dalam tahap kedua filsafat Islam, muncul ilmuwan muslim yang hidup
di Eropa (Spanyol) yaitu pada zaman dinasti Umaiyyah, pada waktu itu Eropa berada
dalam zaman kegelapan. Dengan tampilnya filsuf muslim di Eropa, maka ilmu dan
peradaban mulai berkembang di Eropa dan terus meningkat. Pada waktu itu ilmuwan
muslim yang dikenal adalah Ibnu Bajjah (1100-1138M) dan di Eropa dikenal dengan
nama Avempace, Ibnu Thufail (1185M) yang dikenal di barat dengan nama Abubacer
dan Ibnu Rusyd (1126-1198M) yang di barat dikenal dengan Avverocce. Ibnu Rusyd
menunjukkan sikap pembelaan terhadap aliran rasionalisme dalam filsafat Islam
dan ia menulis buku yag berkaitan dengan hal tersebut dengan judul Tahafut
at Tahafut (kerancuan kitab).
Nama-nama yang dituliskan di atas baru sebagian kecil saja dari
para saintis dan juga filosof muslim yang memberikan sumbangan tak ternilai
bagi kemajuan ilmu, selain mereka banyak lagi tokoh-tokoh filosof muslim.
Selain adanya perkembangan
ilmu yang dapat dikategorikan ke dalam bidang eksakta, matematika, fisika,
kimia, geometrid dan lain sebagainya, sejarah juga mencatat kemajuan ilmu-ilmu
keislaman, baik dalam bidang tafsir, hadis, fiqih, ushul fiqih dan disiplin
ilmu keislaman lainnya.
Perkembangan ilmu tafsir dan ‘ulum al Qur’an belum menemukan
bentuknya yang konkrit sampai dengan abad ke-3 H, khusus dalam bidang ‘ulum
al Qur’an pembahasannya memperlihatkan dua bentuk, yaitu aspek juz’i
dan syamil. Dalam bidang hadis , perkembangan ilmu hadis dimulai sejak
imam Syafi’I menyusun kitabnya yang bernama ar Risalah., yang memuat
problematika sanad dan matan, walaupun tidak demikian terperinci seperti yang
dikemukakan oleh ulama sesudahnya. Pada perkembangan selanjutnya, ilmu hadis
semakin diperluas dengan terbagi kedalam dua bentuk yaitu ilmu hadis Riwayah
dan Dirayah. Selain dalam bidang al Qur’an dan Hadis, ilmu Fiqih dan
Ushul Fiqih juga mengalami perjalanan panjang hingga terbentuk seperti sekarang
ini, seperti ilmu Fiqih menjadi sebuah disiplin ilmu dengan mengalami perjalanan
beberapa tahun, mulai dari zaman Rasulullah sampai pada tahun kemunduran dengan
jatuhnya Bagdad ke bangsa Tartar[19].
C.
Masa peralihan
Setelah abad pertengahan berakhir sampailah pada masa peralihan
yang diisi dengan gerakan kerohanian yang bersifat pembaharuan. Zaman peralihan
ini merupakan embrio zaman modern. Masa peralihan ini ditandai dengan munculnya
renaissance, humanism dan reformasi yang berlangsung antara abad ke-14 hingga
ke-16.
III.
Penutup
A.
Kesimpulan
Abad
pertengahan di eropa juga disebut dengan abad kegelapan, karena pada waktu itu
Eropa belum terlalu mengenal pengetahuan tentang filsafat, yang mana ketika itu
Islam sudah mulai mengalami masa kemajuan seperti pada zaman dinasti Umaiyyah
dan Abbasiyah. Yang pada akhirnya orang Eropa mulai mengenal filsafat atau
keilmuan setelah mereka berinteraksi banyak dengan orang Islam. Karena orang
Islam sudah terlebih dahulu memulai kegiatan penterjemahan dibanding dengan
Barat. Sehingga boleh dikatakan orang Islam telah memberikan sumbangsih yang
banyak terhadap kemajuan bangsa Eropa dalam bidang pengetahuan, tapi sayang
mereka tidak mau mengakui hal tersebut dan sengaja menyembunyikannya.
B.
Saran
Dari beberapa penjelasan diatas, tidak terlepas dari berbagai
kelemahan dan kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
sifatnya konstruktif guna kesempurnaan makalah ini. Wallâhu musta’ân, wa
huwa ‘A’lam bi as Shawâb
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Achmadi, Asmoro. Filsafat Umum. Jakarta: PT. RajaGrapindo Persada.
2005
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Umum. Jakarta: PT. RajaGrapindo Persada.
2004
Hanafl. Filsafat Skolastik. Jakarta: Pustaka al Husna. 1983
Poedjawijatna. Tahu dan Pengetahuan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
1991
------------------.
Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2005
Rahmat, Aceng
dkk. Filsafat Ilmu lanjutan. Jakarta: kencana. 2011
Salam, Burhanudin. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. Jakarta:
PT. Rineka Cipta. 2000
[1]Asmoro
Achmadi, Filsafat Umum. (Jakarta: PT. Rajagrapindo Persada, 2005), h. 64
[2]
Ibid, h. 65
[3]
Ibid
[4]
Ibid, h. 70
[5]
Roma dirampok oleh kaum Visigot dibawah Atalarik I (tahun 410) sehingga kota
tersebut kehilangan artinya dan menderita berat dalam perang terhadap
orang-orang Germania dan Byzantium (kekaisaran Romawi lenyap).
[6]
Ia menyerbu Italia untuk membantu Paus (tahun 800)-Paus Leo III dinobatkan
sebagai kaisar di Roma
[7]
A. Hanafl, Filsafat Skolastik. ( Jakarta: Pustaka al Husna, 1983), h.
138-140
[8]
Poedjawijatna, Pembimbing ke arah alam filsafat. (Jakarta: Rineka Cipta,
2005), h. 83
[9]
Asmoro Achmadi, Op.Cit, h. 73
[10]
Ibnu Rusyd (Muhammad Ibnu Rusyd) dalam filsafat Barat dikenal dengan nama
Avverroes. Lahir tahun 1126 di Cordova. Disamping sebagai ahli pikir , ia juga
ahli hukum dan kedokteran. Hanya karena Ibnu Rusydlah universitas Cordova
semakin terkenal. Ia meninggal di pengasingan (Maroko) tahun 1198. Ia telah
banyak sekali memberikan tulisannya tentang ajaran Aristoteles. Dibandingkan
dengan Ibnu Sina, ia lebih besar pengaruhnya terhada Skolastk Latin.
[11]
Asmoro Achmadi, Op.Cit, h. 79
[12]
Hanafl, Op. Cit, h. 157
[13]
Aceng Rahmat dkk, Filsafat Ilmu Lanjutan. (Jakarta:Kencana, 2011), h.
119
[14]
Ibid
[15]
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu. (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada,
2004), h. 40
[16]
Ibid
[17]
Ibid
[18]
Aceng Rahmat dkk, Op. Cit, h. 121
[19]
Amsal bakhtiar, Op. Cit, h. 44
Tidak ada komentar:
Posting Komentar