Kamis, 18 Februari 2016

PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA (SPANYOL ) MASA BANI UMAIYAH II

A.    PENDAHULUAN
Sebelum Islam masuk ke spanyol, sekitar abad ke -5 Masehi, bangsa Jerman mendatangi Semenanjung Iberia. Theodoric, Raja Ostogoth, mendirikan istananya di Toledo sekitar tahun 513 M. Kemudian, pada tahun 569 M, Leovigildo, seorang raja Visigoth, menjadikan Toledo sebagai ibukota kerajaan Visigoth  Spanyol. Sejak itulah, Toledo mengalami kejayaan yang pertama. Pada tahun 689 M. Raja Recaredo menjadikan Katholik sebagai agama resmi di Spanyol. Pada awal abad ke -8 Masehi, para pendatang baru berdatangan kedaratan Eropa (Spanyol). Pendatang tersebut adalah bangsa Arab yang menyebar kan agama Islam. Sejak ekspansi Bani Umayah Spanyol pada tahun 711 M. yang di pimpin Tariq ibn Ziyad, Spanyol menjadi bagian wilayah kekuasaan Islam.[1]
Islam pernah berkuasa selama 781 tahun (711-1492 M) di Andalusia[2] (Spanyol). Dalam kurun waktu  ini, Islam pernah  membawa Andalusia ke puncak  peradaban, yang tidak saja menerangi bumi Andalusia, tetapi juga sempat menyinari kawasan Eropa lainnya. Kemajuan bangsa Eropa pada masa klasik misalnya, tidak terlepas dari peran pemerintahan Islam di Spanyol. Spanyol merupakan negara Eropa pertama yang di masuki pengaruh Islam, bahkan kemajuan bangsa Barat pada mulanya  adalah bersumber dari peradaban Islam di Eropa yang masuk melalui Spanyol. Akan tetapi dalam periode sepanjang ini, Daulah Umayah II hanyalah memerintah  320 tahun Masehi di Andalusia (711-1031 M). Sisanya 461 tahun masehi di sebut Islam Pasca Bani Umaiyah II di Andalusia. Meliputi Muluk al-Thawaif (1031-1086), Dinasti Murabithun ( 1086 – 1143 M), Dinasti Muwahhidun (1146 – 1235 M) dan Bani Ahmar ( 1248 – 1492 M).
Sebelum Islam memasuki kawasan Spanyol, keadaan  masyarakatnya berada dalam situasi yang sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan. Hal itu terjadi akibat perpecahan dalam bidang politik, dan ekonomi serta krisis kepercayaan lainya.[3]
Islam masuk ke Spanyol /Andalusia ini melalui proses perjalan yang sangat panjang, berbagai macam  problematika yang terjadi mewarnai proses perkembangan Islam, mulai awal Tariq Bin Ziyad  ke bumi Andalusia sampai pada saat kemundurannya.
Untuk itu , penulis akan memaparkan dalam  makalah ini mengenai peradaban Islam di Andalusia ( Spanyol ) Masa Bani Umaiyah II, yang meliputi : Latar belakang  masuknya Islam ke Andalusia, pemerintahan Islam di Andalusia Masa Bani Umaiyah II,  kemajuan peradaban Islam di Andalusia  masa Bani Umaiyah II, dan Faktor kemunduran dan kehancuran Daulah Bani Umaiyah II di Andalusia.

B.     Latar Belakang Masuknya Islam ke Andalusia
Sebelum kedatangan Islam di Spanyol, masyarakat Spanyol mengalami kemunduran diberbagai bidang, baik dari segi politik, ekonomi, maupun kepercayaan. Jika dilihat dari segi politik, wilayah Andalusia terpecah kepada negara kecil. Di samping itu, Raja Gothic memaksakan kepercayaan yang di anut kepada masyarakat, yakni aliran Monofisit bahkan orang-orang Yahudi dipaksa untuk di babtis menurut agama Kristen. Bagi yang tidak bersedia, dipaksa, disiksa dan dibunuh secara kejam. Rakyat terpecah-pecah  kepada sistem klas, sehingga keadaan rakyat menjadi melarat, tertindas dan  hak azazi mereka tertekan. Penduduk di satu  pihak adalah sejumlah kecil pemilik tanah yang kaya raya, dipihak lain adalah massa yang banyak dan menyedihkan yang terdiri dari sejumlah budak belian dan budak-budak biasa serta kelas menengah yang sudah rusak dan merosot mental dan perilakunya; golongan Clarissimi dengan hak-hak istimewa sementara kelompok minoritas Yahudi yang selalu mendapat tekanan  politik akibat berbeda paham dengan agama penguasa telah menambah kompleksnya persoalan social di wilayah ini. [4] Sementara itu terjadi konflik antara raja Roderik, sebagai penguasa kerajaan gothic di Spanyol dengan penguasa kota Toledo, Witiza. Raja Roderick memindahkan ibu kota kerajaannya dari Seville ke Toledo. Pemindahan ini  mengakibatkan  penguasa Toledo, Witiza tersingkir. Kakak dari Witiza Oppas dan anaknya Achila mengungsi ke Afrika Utara dan bergabung dengan orang-orang Islam disana. Hal yang sama juga dirasakan oleh pangeran Yulian, penguasa wilayah Septah. Pangeran Yulian lari ke Ceuta, Afrika Utara dan bergabung dengan orang-orang Islam di sana.[5]
Masa pemerintahan Al-Walid ibn Abdul Malik adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan  kurang lebih sepuluh tahun  itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah Barat Daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M.
Penaklukan semenanjung ini diawali dengan pengiriman 500 orang tentara muslim di bawah pimpinan Tharif bin Malik pada tahun 91 H/710 M. Pertempuran pecah di didekat muara sungai Salado pada bulan Ramadhan, pertempuran ini mengawali kemenangan Tharif dalam pertempuran –pertempuran berikutnya sampai akhirnya Tholedo, ibu kota Ghotia Barat dapat direbut bulan September tahun itu juga.
Didorong oleh keberhasilan Tharif ibn Malik ini serta adanya kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigoth yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa bin Nushair pada tahun 711 M mengirimkan lagi pasukan ke Andalusia sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Tariq bin Ziyad.
Setalah Aljazair dan Maroko dapat ditundukkan, Tariq bin Ziyad, memimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyebarangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan Gilbraltar ( Jabal Tariq ).[6]
Tariq bin Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol  karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Moor yang didukung oleh Musa bin Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah Al-Walid bin Abdul-Malik. Pasukan ini kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan Tariq bin Ziyad, dan menguasai sebuah gunung dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq), kemudian di daerah  ini membuat pertahanan serta tempat menyiapkan pasukan untuk memulai penaklukan. Dalam pertempuran yang dikenal dengan pertempuran Guadalete, Raja Roderic dapat dikalahkan. Dari situ Thariq bin Ziyad dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibu kota Visigoth saat itu).[7] Sebelumnya Tariq bin Ziyad menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa bin Nushair di Afrika Utara, yang kemudian mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Tariq bin Ziyad seluruhnya 12.000 orang. Jumlah  ini belum sebanding dengan pasukan Goth yang jauh lebih besar, 100.000 orang[8].
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad  membuat jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair  merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkannya. Setelah Musa berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre[9]. Setelah Spanyol dapat dikuasai sepenuhnya, maka Spanyol dijadikan salah satu propinsi dari Dinasti Bani Umayyah, Gubernur yang pertama kali di angkat adalah Abdul Aziz, putra Musa bin Nushair pada tahun 716 M.[10]
Hal yang memudahkan kaum muslimin masuk Spanyol adalah keadaan Spanyol yang sangat kacau sebelum kedatangan kaum Muslimin di sana. Ini disebabkan adanya pertikaian-pertikaian antar sesama umat Nasrani, belum lagi pertentangan antar penguasa untuk memperebutkan kekuasaan di Spanyol itu sendiri.[11]
Ada berepa faktor yang mendukung proses penguasaan umat Islam atas Spanyol.[12]
            Pertama, Kondisi sosial, politik dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan yang sangat menyedihkan, secara politik juga Spanyol terbagi dalam beberapa Negara kecil, bersamaan sikap gothic yang tidak toleran terhadap aliran agama yang berkembang saat itu. Penguasaan Visighotie memaksakan aliran agamanya kepada masyarakat. Penganut agama Yahudi yang merupakan komunitas terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibabtis menurut agama kristen, dan mereka yang tidak bersedia akan disiksa dan di bunuh. Dalam kondisi tertindas secara teologis, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas. Dan juru pembebas tersebut mereka temukan dari orang-orang Islam. Demi kepentingan mempertahankan keyakinan,  mereka bersekutu dengan tentara Islam melawan penguasa.
       Kedua, perselisihan antara Raja Roderick dengan Witiza (Walikota Toledo) disatu pihak dan Ratu Julian di pihak lain. Oppas dan Achila, kakek dan anak Witiza, menghimpun kekuatan untuk memerangi Roderick, bahkan berkoalisi dengan kaum Muslimin di Afrika Utara. Demikian pula, Ratu Julian, ia bahkan memberikan pinjaman 4 buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Thariq, dan Musa.
            Ketiga, faktor lain yang tak kalah pentingnya adalah bahwa tentara Roderick tidak mempunyai semangat perang.
            Faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang, dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentara yang kompak, bersatu, dan penuh kepercayaandiri. Mereka pun cakap, berani, dan tabah dalam mengahadapi setiap persoalan. Yang takkalah penting  adalah ajaran Islam yang di tunjukakan para tentara Islam , yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong, itu yang menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam.
            Dilihat dari sejarah, dalam proses penaklukan Spanyol ini ada tiga pahlawan muslim yang bisa dikatakan paling berjasa yaitu, Musa bin Nushair, Tharif bin Malik dan Thariq bin Ziyad, yang mana Musa menjabat sebagai Gubernur Afrika Utara, lalu ia mengirim Tharif bin Malik sebagai perintis ke Spanyol. Pada tahun 91 H.Dalam merintis dan menyelidiki Tharif bin Malik tidak mendapatkan perlawan yang berarti, sehingga memperoleh kemenangan dan kembali ke Afrika membawa harta rampasan yang banyak, melihat keberhasilan Tharif, Musa semakin berambisi untuk menaklukan Spanyol, sehingga ia mengirim pasukan di bawah Thariq bin Ziyad, dan hasilnya pun tidak sia-sia, Spanyol berhasil menjadi wilayah Islam.

C.    Pemerintahan Islam di Andalusia Masa Bani Umaiyah II
Pada masa ini pemerintahan Islam di Andalusia ada tiga masa, yaitu masa Wali, Amir, dan Kekhalifahan. Masa Wali berkisar antara tahun 711-755 M, masa Amir dari 756 sampai 912 M, dan masa Kekhalifahan tahun 912-1013 M.

1.      Masa Wali
Andalusia di bawah pimpinan Wali antara tahun 711-755 M yang di angkat oleh khalifah Bani Umaiyah yang berpusat di Damaskus. Dengan masa jabatan biasanya 3 tahun. Pada masa ini Andalusia secara politis belum stabil, masih terjadi perebutan antar elit penguasa, atau masih adanya ancaman dari dalam dan dari luar yaitu, musuh Islam dari penguasa setempat. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara Khalifah di Damaskus dan Gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing- masing mengaku  bahwa, merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini.[13]
Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertepat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintah Islam.[14]
Wali Al-Andalusia sebagai provinsi dari Umayyah di Damaskus adalah:[15]
·Abdul Aziz bin Musa, (714-716).
·Abdurrahman bin Abdullah Al-Ghafiqi, masa jabatan kedua (730-732).
·Abdul Malik bin Qathan Al-Fihri, masa jabatan kedua (741).
Periode konsolidasi penduduk oleh paraWali  ini kelak berakhir dengan datangnya Abdurrahman I[16]  ke Spanyol tahun 755 M.[17]Sejak 756 M dimulailah masa pengakuan dan kemenangan Al-Dakhil atas wali-wali di sebagian Spanyol. Gerakan  maju  pasukan ad-Dakhil kemudian diteruskan ke kota-kota Sevilla, Archidon, Sidonia, dan Moron de la Frontura. Sebagian besar wali secra resmi menyatakan setia pada Ad-Dakhil. Pada tanggal 15 mei 756 M, Abdurramn al-Dakhil akhirnya memproklamirkan berdirinya Imarah Umayyah II di Andalusia.[18]
2.      Masa Ke’Amiran
Pada periode ini. Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Baghdad. Ada 7 (tujuh) orang amir yang memerintah di Spanyol.[19] Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar Al-Dakhil (Yang Masuk ke Spanyol). Dia adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbas ketika yang terakhir ini berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya, ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol.[20]
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban. Abdurrahman al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam I dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam, dan Hakam I dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abdurrahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai masuk pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman al-Aushath. Ia mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak.[21]
Amir-Amir yang berkuasa di Spanyol adalah  sebagai berikut :[22]
1.      Abd. Rahman al-Dakhil ( Abd. Rahman I)
(138 H/756 M)
2.      Hisyam I bin Abd. Rahman
(172 H /788 M)
3.      Hakam I Ibn Hisyam
(180 H/  796 M )
4.      Abd. Rahman II ibn Hisyam
(206 H/822 M)
5.      Muhammad bin Abd. Rahman
(238 h/ 852 M)
6.      Al-Munzir ibn Muhammad
(273 H/886 M)
7.      Abdullah bin Muhammad
(275-300 H/888-912 M)

3.      Masa Kekhalifahan
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar An-Nasir sampai munculnya "raja- raja kelompok" yang dikenal dengan sebutan Muluk al-Thawaij. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar khalifah, penggunaan gelar khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Al-Muktadir, Khalifah daulat Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang paling tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah, gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang, yaitu Abdurrahman al-Nashir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M).[23]
                        Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abdurrahman al-Nashir mendirikan universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.
Awal dari kehancuran khilafah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta dalam  usia sebelas tahun. Oleh karena itu kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M, Khalifah menunjuk Ibn Abi Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-saingannya. Atas keberhasilan-keberhasilannya, ia mendapat gelar al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, Negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri. Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
D.    Kemajuan Peradaban Islam di Andalusia Masa Bani Umaiyah II
Umat Islam di Spanyol telah mencapai kejayaan yang gemilang, banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan juga dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks, terutama dalam hal kemajuan  intelektual. Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa, dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks.
Dalam sejarah peradaban dunia , Islam memiliki andil besar dalam khazanah kaum cendekiawan. Cordova (kota yang berada di kawasan Andalusia) menyumbang besar sekali , pada saat itu Cordova merupakan pusat Intelektual di daratan Eropa dalam bentuk perguruan-perguruan yang amat terkenal dalam bidang kesusatraan, kedokteran, filsafat, maupun music serta menerjemahkan naskah- naskah Yunani dam Latin secara luas. Dari pusat-pusat pendidikan lahir sejumlah  ilmuawan dan filusuf-filusuf besar.[24]
Selama Islam berada di Spanyol telah memainkan peranan yang besar, baik dalam bidang kemajuan  ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban. Ilmu-ilmu agama, filsafat, sains, music, kesenian, bahasa dan sastra mengalami kemajuan dan perkembangan yang pesat di Spanyol. Demikian pula bangunan fisik, seperti istana-istana raja, gedung-gedung pusat pemerintahan, taman-taman yang indah, jembatan, pusat-pusat kegiatan  pendidikan, penelitian, kesenian, dan  lainya mengalami kemajuan pesat.[25]

1.      Politik dan Pemerintahan
Pada masa ini pemerintahan Islam di Spanyol terbagi kepada tiga masa, yaitu masa Wali, Amir dan Kekhalifahan. Masa Wali berkisar antara tahun 711 -755 M, masa Amir dari 756 sampai 912 M, dan masa Kekhalifahan  tahun 912 sampai 1013 M.
Islam sebagai kekuatan politik telah memperlihatkan kemampuan yang luar biasa, sehingga dapat menguasai daerah Spanyol walaupun rintangan dan halangan dari orang Kristen dan para penguasa Spanyol. Hal ini dapat terlihat pada waktu al-Salamah bin Malik menjadi panglima pada tahun  719 M.[26]

2.      Ekonomi dan Perdagangan
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian ummat Islam sangat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan. Tempat-tempat yang tinggi, dengan begitu, juga mendapat jatah air.[27]
Di Andalusia kemajuan ekonomi terlihat pada kemakmuran rakyat, kegiatan pertanian tidak kalah majunya dengan masa Abdurrahman ad-Dakhil, tak sejengkalpun tanah yang tidak dipergunakan untuk kegiatan produksi, khususnya dalam bidang pertanian. Disini , aktifitas perindustrianpun lebih maju lagi, hasil industri kulit dari Andalusia dibawa ke Maroko, lalu diangkut ke Inggris dan Prancis, sehingga pada masa ini ekonomi perdagangan pun berkembang antara daerah-daerah penghasilan pertanian dan perindustrian. Kota-kota dagang pun bermunculan di Andalusia, seperti Sivilla, Cordova, Malaga, dan sebagainya.[28]
Dunia Islam Timur telah banyak mengambil manfaat dari hasil-hasil pertanian, serta industry hasil-hasil pertanian seperti kapas, padi, gula, dan sebagainya serta wol dari hasil peternakan. Termasuk bahan-bahan tambang dan pengolahan industri bahan-bahan bangunan yang sampai sekarang bisa terlihat masih utuh.[29]

3.      Sosial Kemasyarakatan
Penduduk Andalusia pasca Bani Umayyah II, sangat Pluralistik dari segi etnik, ada etnis asli Spanyol, etnis Ghotia (Jerman), etnis Yahudi, etnis Arab, dan etnis Barbar, dari  segi agama ada pemeluk Kristen Nestor (bertuhan satu) Kristen Visigoth (bertuhan trinitas) , ada penganut Yahudi dan penganut Islam. Karena itu pemerintahan Islam Pasca Bani Umayyah II, memberlakukan politik toleransi beragama. Siapapun bebas memeluk agama mereka, selama mereka patuh membayar pajak kepada pemerintah Islam.[30]
Politik kebebasan beragama ini menyebabkan sebagian penduduk Spanyol tertarik masuk Islam, bahkan sebagian mereka melakukan  perkawinan dengan umat Islam sehingga keturunan  mereka disebut Moor ( Spanyol keturunan Islam) sebagian lagi tetap beragama Kristen,  mereka di sebut al-Zhimmi( pemeluk kristen dibawah pemerintahan Islam).[31] Sementara sebagian lainnya, meskipun  tetap penganut agama Kristen, namun  mereka  melakukan  assimilasi dengan  cara  hidup orang  Islam,  mulai  dari memakai bahasa Arab, pakaian, dan kebudayaan Arab lainya mereka disebut golongan  Mozarebs.[32]


4.      Pendidikan dan Iptek
Membicarakan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Spanyol, tidak bisa lepas dari kerja besar pembangunan peradaban yang dilakukan para pembawa risalah Islam ke kawasan Eropa itu. Tak bisa juga dipisahkan dari kajian etika serta syari’at Islam yang didakwahkan para da’i. Itulah yang mendorong semangat para ilmuwan Muslim Spanyol: Pengetahuan itu satu karena dunia juga satu, dunia satu karena Allah juga satu. Prinsip “tauhid” semacam ini yang menjadi koridor berpikir para ilmuwan muslim dalam mengembangkan sains dan teknologi.
Tidak mengherankan jika temuan-temuan para ilmuwan muslim pada zaman ini sangat revolusioner. Jauh sebelum Wilbur Wright dan Oliver Wright menemukan pesawat terbang pada abad 20, usaha menemukan alat transportasi penerbangan sudah dilakukan oleh Abu Abbas Al-Fernass. Bahkan ia sudah mencoba terbang, meski kendaraan yang ditemukannya tak sempurna. Sayangnya, sejarah peradaban dunia Islam yang berbasis di Andalusi, Spanyol itu, tak terekam oleh Barat. Sementara catatan-catatan sejarah Islam, ditutup rapat untuk tidak dijadikan referensi.
Demikian halnya dalam pengembangan ilmu kedokteran oleh para pakar muslim. Selain Ibnu Rusyd, adalah Az-Zahrawi yang dikenal sebagai orang pertama yang memperkenalkan teknik pembedahan manusia. Az-Zahrawi yang lahir dekat Cordova pada 936 Masehi, dikenal sebagai penyusun ensiklopedi pembedahan yang karya ilmiahnya itu dijadikan referensi dasar bedah kedokteran selama ratusan tahun. Sejumlah universitas, termasuk yang ada di Barat, menjadikannya sebagai acuan.
Demikian halnya kontribusi ilmuwan Islam di bidang astronomi. Adalah Az-Zarqalli, astronom muslim kelahiran Cordova yang pertama kali memperkenalkan astrolabe. Yaitu suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur jarak sebuah bintang dari horison bumi. Penemuan ini menjadi revolusioner karena sangat membantu navigasi laut. Dengan demikian, transportasi pelayaran berkembang pesat selepas penemuan astrolabe. Sementara pakar geografi, Al-Idrisi, yang lahir di Ceuta pada 1099 Masehi, setelah menuntut ilmu di Cordova juga menemukan dan memperkenalkan teknik pemetaan dengan metode proyeksi. Suatu metode yang sama dengan yang dikembangkan Mercator, empat abad kemudian.
Eropa Berhutang Budi Temuan sains dan teknologi, serta kajian filsafat Muslim Spanyol, mengalir ke seluruh kawasan ibarat mengairi kekeringan kehidupan intelektual Eropa. Para pelajar dari Eropa Barat memenuhi perpustakaan-perpustakaan serta kampus-kampus perguruan tinggi yang dibangun oleh ilmuwan muslim di sana. Pola pendidikan yang dikembangkan para ilmuwan muslim di sana, sungguh memikat para pelajar dari Eropa. Dalam kitabnya yang berjudul Muqaddimah, ulama Muslim terkemuka Ibnu Khaldun menilai metode pendidikan yang dikembangkan saat itu sebagai “Mengarahkan seseorang untuk mengerti sesuatu melalui apa yang dikerjakannya”. Secara sederhana Ibnu Khaldun menyebutnya sebagai “Metode belajar dengan hati” atau “Learning by doing” dalam bahasa kita sekarang.
Kondisi inilah yang mencerahkan paradigma berpikir orang-orang Eropa. Menurut Montgomery, cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi “dinamo”nya, Barat bukanlah apa-apa. Inilah yang sesungguhnya menjadi momentum Eropa memasuki masa Renaissance. Pada abad sembilan, demikian Montgomery, Universitas Cordoba menjadi gerbang Eropa memasuki zaman pencerahan. Namun  orang-orang Eropa merasa pencerahan mereka berawal pada abad enam belas dari Florence di Italy.
Yaitu pada saat pemimpin Eropa bersepakat ‘meninggalkan’ agama dalam segala aspek kehidupan dan mengembangkan apa yang disebut sekularisme. Akibatnya, keagungan peraaban Islam yang dibangun di Spanyol berakhir dengan tragis. Yaitu pada saat penguasa di sana menghancurkan semua karya pemikiran para ilmuwan muslim. Tidak hanya karya-karyanya yang dimusnahkan, para ilmuwannya pun disingkirkan. Ibnu Massarah diasingkan, Ibnu Hazm diusir dari tempat tinggalnya di Majorca, kitab-kitab karya Imam Ghazali dibakar, ribuan buku dan naskah koleksi perpustakaan umum al Ahkam II dihanyutkan ke sungai. Ibnu Tufail, Ibnu Rushdy disingkirkan. Nasib yang sama, juga dialami Ibnu Arabi.[33]
IImu-ilmu kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Famas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Ummul Hasan binti Abi Ja'far dan saudara perempuan al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal, Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibnul Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunisia adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol, yang kemudian pindah ke Afrika. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains.[34]
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomor-duakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Aljiyah, Ibn Khuruf, Ibnul-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Ghamathi. Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra bermunculan, seperti Al-'Iqd al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirahji Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, Kitab al-Qalaid buah karya al-Fath ibn Khaqan, dan banyak lagi yang lain.[35]

5.      Kesenian
Syair merupakan ekspresi utama dari peradaban Spanyol, syair Arab Hipano masa awal , qasidah, memuja sang penguasa dan menyampaikan beberapa sifat-sifat kebijakan sang penguasa dan menyampaikan beberapa tujuan pemerintah, merupakan bentuk syair yang dominan.[36]Syair yang membangkitkan sentiment  prajurit dan interes faksional para penakluk Arab. Dalam bidang music dan seni, Spanyol Islam  memiliki tokoh seniman yang sangat terkenal , yaitu al-Hasan ibn Nafi dikenal dengan julukan Ziryab (789-857 M)[37]
Di Andalusis (Spanyol)  terjadi interpretasi atau simbiosis kultur Arab yang lebih tinggi diperkenalkan para penakluk dan kultur Iberia lokal. Penulis Kristen abad sembilan menuduh bahwa semua pemuda Kristen telah dilanda oleh syair Arab dan lebih tertarik kepada bahasa Arab ketimbang bahasa Latin. Pada saat yang sama ada pijakan-pijakan pemikiran hingga terjadi pengaruh Iberia yang membawa adopsi bentuk-bentuk strofik syair Arab. Walaupun para ilmuwan tidak setuju, agaknya juga syair Andalusia kadangkala berkenaan dengan seni troubadour Eropa.[38]
Bidang seni bangunan (arsitektur) kota  dibangun dan diperindah, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman, dan taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah masjid Cordova, kota az-Zahra, Istana Ja'fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana al-Makmun, masjid Seville, dan istana al-Hamra di Granada, Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibu kota Spanyol Islam itu. Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik pemandangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana Damsyik. Di antara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah masjid Cordova. Menurut ibn al-Dala'i, terdapat 491 masjid di sana. Disamping itu, ciri khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di Cordova saja terdapat sekitar 900 pemandian. Di sekitarnya berdiri perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tidak dapat diminum, penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang panjangnya 80 Km.[39]


6.      Pemikiran dan Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abdurrahman (832-886 M).
Atas inisiatif al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.
Adapun tokoh dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah :
Tokoh utama adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragossa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fezzan tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Karyanya adalah Tadbir al-Mutawahhid.
Tokoh  kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan [40]
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ia lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayah al- Mujtahid. 


7.      Pemahaman Agama
Dalam bidang fiqh, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut madzhab Maliki. Yang memperkenalkan madzhab ini di sana adalah Ziyad ibn Abdurrahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi Qadhi pada masa Hisyam Ibn Abdurrahman. Ahli-ahli Fiqh lainnya di antaranya adalah Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir Ibn Sa'id al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal. Mazhab Malikiyah ini dijadikan sebagai mazhab resmi Negara, walaupun masih ada mazhab yang lain seperti Syafi'iyah. Sehingga kehidupan masyarakat seperti perkawinan, talak, wasiat, warisan, jual beli dan sebagianya diatur berdasarkan mazhab Malikiyah.
Sebuah kitab fiqh monumental yang masih menjadi salah satu  rujukan dalam lapangan hokum Islam saat ini ,khusus nya di Indonesia, adalah buku Bidayatul Mujtahid. Buah karya dari Ibn Rusyd, filosof dan faqh Spanyol Islam.[41]
Hasan langgulung misalnya menyebutkan dengan perkembangan ilmu tafsir, Qira'at, tajwid, ilmu hadist, musthalah la-hadist, ilmu fikih, ushul fikh, ilmu kalam, dan tasauf, pendidikan Islam yang berlangsung diSpanyol ini tidak hanya memberikan pengaruh terhadap kamajuan umat Islam sendiri, melainkan kemajuan umat Islam pada umumnya.[42]
E.     Faktor Kemunduran dan Kehancuran Daulah Bani Umaiyah II di Andalusia
1. Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa muslim tidak melakukan islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
2. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain para muallaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke-10 M, mereka masih memberi istilah 'ibad dan muwalladun kepada para muallaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, disamping kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.
3. Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat "serius", sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan menpengaruhi kondisi politik dan militer
4. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk ath-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, di antaranya juga disebabkan permasalahan ini.

5. Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.

F.    Kesimpulan
Pemerintahan dari Daulah Umayah II di Andalusia –spanyol telah mencapai puncak. Namun peradaban itu semua hanya tinggal kenangan , didalamnya mengisahkan keberanian Thariq bin Ziyad dalam berperang dengan  membuktikan ketangguhannya menaklukan Andalusia ketengan Islam.
Dalam  pentas sejarah yang kita perhatikan, sudah menjadi penyakit warisan  perebutan kekuasaan yang selalu mengotori kejayaan, apakah itu dari luar  seperti pemebrontakan rakyat karena merasa teraniaya, daerah-daerah yang merasa terkucilkan yang di sebabkan kurangnya perhatian dari pemerintah pusat saat itu. Akan tetapi yang lebih amat disayangkan adalah pertikain tersebut terjadi antar suadara yang memimpin dalam istana. Tapi dengan melihat gejala awal muncul  atau beridirinya suatu daulah hampir dipastikan terjadinya indicator yang disebabkan oleh, kalangan istana itu sendri, pemebrontakan, penaklukan. Sehingga memberikan efek hancurnya suatu daualah tersebut. Dengan apa yang dilakukan terhadap pemimpin sebelumnya, atau berlakunya hokum karma.

Kehadiran islam di Andalusia dikarenakan masyarakat disana minta bantuan untuk melawan raja Roderick penguasa kerajaan Gotic yang sewenang-wenang terhadap rakyat. Kemajuan Islam di Spanyol dapat dilihat dari kemajuan Intelektual seperti filsafat, sains, ilmu agama, ekonomi serta pembangunan fisik seperti taman, mesjid dan lembaga pendidikan.


DAFTAR PUSTAKA
Fadil Sj,  Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah,Malang : UIN-Malang Press, 2008
Harun, Maidir, dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, Padang : IAIN IB-Press,2001
Hasan, Hasan Ibrahim,Tarihk al-Islam al-SIyasi  wa al-Tsaqafi wa al-Ijtima'', ter, Jakarta : Kalam Mulia, 2001
Hitti, Philli K, The Arab's : A Short History, London : Macmillan Press, 1970
Lapidsus, Ira M., Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1999
Lewis, Bernard, Bangsa Arab dalam Lintasan Historis,terj, Said Jamhuri,  Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1988
Maryam, Siti dkk,  Sejarah Peradaban Islam dari  Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta : LESFI, 2004
Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam-pada Periode Klasik dan Pertengahan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004
As-Siba’I,  Musthafa Husni, Khazanah peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia,ter,2002
Supriyadi, Dedi, Sejarah peradaban Islam, Bandung : Pustaka Setia, 2008
Su'ud, Abu, Islammologi Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia, Jakarta: Rineka Cipta,2003
Syalabi, A, Sejarah dan Kebudayaan Islam , jld II, ter Mukhtar Yahya dan M. Sanusi Latief, Jakarta : Pustaka al-Husna Zikra, 2000
Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004
Umar, A.Munir, Islam di Spanyol,( Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga, 1975
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, Cet. Ke -13, 2002
Watt, William Montgomery,Titik Temu Islam dan Kristen,ter,Jakarta : Gaya Media Pratama,1996



[1] Dedi Supriyadi,  Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), h.117
[2] Kata Andalusia berasal dari kata “Vandalusia” artinya negeri bangsa Vandal, karena semenanjung  Spanyol itu pernah dikuasai bangsa Vandal, pada abad ke-5 M. Selanjutnya Bani Umaiyah merebut Semenanjung Spanyol itu dari bangsa Ghotia  Barat pada masa Khalifah Walid  bin Abdul al-Malik tahun 91 H/711 M, Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam II, Penerjemah Muchtar Yahya dan M. Sanusi latief, Judul asli , al-Tarikh al-Islam wa al-Hadarah al-Islamiyah (Jakarta : Pustaka al-Husna Baru,2003), h 126. Lihat juga , Siti Maryam dkk,  Sejarah Peradaban Islam dari  Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta : LESFI, 2004 ), h.79
[3] Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, ( Padang: IAIN IB- Press, 2011) h. 104
[4] Bernard Lewis, Bangsa Arab dalam Lintasan Historis,terj, Said Jamhuri, ( Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1988), h. 121
[5] Maidir Harun dan Firdaus, op cit, h. 104-105
[6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam , (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, Cet. Ke- 13, 2002), h.43
[7] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam , jld II, ter Mukhtar Yahya dan M. Sanusi Latief, (Jakarta : Pustaka al-Husna Zikra, 2000), h.161
[9] ibid
[10] Maidir Harun dan Firdaus, op cit. h.107
[11] Musthafa Husni as-Siba’I, Khazanah peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia,ter,2002),h. 139
[12] Dedi Suoriyadi, Op cit. h.119
[13] Badri Yatim, Op cit. h.94
[14] Ibit
[16] Bergelar Al-Dakhil ( yang masuk Spanyol)
[17] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), h.60
[18] Ibid, h.62
[19] Maidir harun,firdaus, op cit. h. 110
[20] Bandri Yatim, Op Cit. h. 94-95
[22] Maidir harun,firdaus, op cit. h.111
[23] Badri Yatim,op cit, h.96
[24] Abu Su'ud, Islammologi Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia,(Jakarta: Rineka Cipta,2003),h.85
[25] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam-pada Periode Klasik dan Pertengahan,( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004)
[26] Maidir Harun dan Firdaus, op cit, h. 107
[28] Fadil Sj,  Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah,(Malang : UIN-Malang Press, 2008), h. 199-202
[29] Ajid Thohir, op cit, h. 83
[30] Hasan Ibrahim Hasan,Tarihk al-Islam al-SIyasi  wa al-Tsaqafi wa al-Ijtima'',ter(Jakarta : Kalam Mulia, 2001), h.446
[31] Philli K. Hitti, The Arab's : A Short History,( Bandung : Sumut Bandung)ter, h. 98-99
[32] A.Munir Umar, Islam di Spanyol,( Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga, 1975), h. 36
[33] http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/10/1/pustaka-159.html
[34] Badri Yatim, Op cit, h.102
[35] Ibit.
[36] Ira M. Lapidsus, Sejarah Sosial Ummat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1999)
[37] Abuddin Nata, op cit, h.263-266
                    [38] William Montgomery Watt,Titik Temu Islam dan Kristen,ter,(Jakarta : Gaya Media Pratama,1996)

[40] Badri Yatim, op cit, h. 128
[41] Dedi Supriyadi, op cit, h.122
[42] Abuddin Nata, Op cit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar