Manusia
adalah makhluk berpikir, yang dengan aktivitas berpikirnya itu manusia
berfilsafat, berilmu pengetahuan, dan berteknologi. Sejak manusia tercipta,
aktivitas itu ada berkembang, dan meningkat terus, seiring dengan perkembangan
tantangan setiap zaman.
Ada
tiga jenis pengetahuan manusia, yaitu pengetahuan filsafat, pengetahuan ilmu
dan teknologi, serta pengetahuan agama. Dari ketiga jenis ini, pengetahuan ilmu
inilah yang dibahas dalam makalah ini, yaitu dalam kajian metodenya.
Stuart
Chase dalam bukunya The Proper Study of Mankind membagi ilmu pengetahuan
adalah m atas tiga kelompok besar, yaitu ilmu sosial, alam, dan humaniora. Ilmu
pengetahuan memiliki hubungan dengan filsafat yaitu sama-sama memberikan pemahaman,
hanya saja filsafat lebih dalam menunjukkan sebab-sebab yang terakhir, sedangkan
ilmu pengetahuan juga menunjukkan sebab-sebab tetapi tidak begitu mendalam.
Demikian
sekilas gambaran umum tentang makalah ini, dengan judul “Metode Ilmu
Pengetahuan”, untuk lebih lengkapnya disajikan dalam pembahasan berikutnya.
B. Metode Ilmu Pengetahuan
Dalam
Ensiklopedia Indonesia, kita temukan pengertian sebagai berikut. Metode ialah sistem
penerapan metode, selanjutnya Dalam buku Bakker, ia memberikan penjelasan lebih
lanjut, keterangannya sebagai berikut.
Ditinjau
dari segi arti kata, metode itu berasal dari bahasa Yunani metodos. Secara
etimologis, kata metodos terdiri dari kata depan meta yang artinya
menuju, yang
mengikuti, sesudah, dan kata benda hodos yaitu (jalan, perjalanan, cara,
dan arah). Maka kata metodos itu berarti menuju perjalanan,
mengkuti cara, menuju kearah. Berdasarkan makna terminologi, kata metodos
berarti cara bertindak menurut sistem, aturan tertentu yang bertujuan untuk
mengarahkan suatu kegiatan praktis secara rasional agar mencapai hasil yang
optimal.[1]
Ilmu pengetahuan merupakan suatu hasil
ciptaan sadar manusia, dengan sumber-sumber historis yang didokumentasikan
secara baik, dengan lingkup dan kandungan yang dapat ditentukan secara pasti,
dan dengan orang-orang profesional terpercaya yang mempraktekkan serta
menguraikannya.[2]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan metode ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang mempunyai sistema
dan metode tertentu, yang selanjutnya kita sebut: Ilmu Pengetahuan.
1. Ilmu Pengetahuan Sosial (Kemasyarakatan)
a. Pengertian Ilmu Sosial
Ilmu
sosial (social science) atau ilmu pengetahuan sosial (social studies) adalah
sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan
dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan ilmu seni dan
humaniora karena menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia,
termasuk metode kuantitatif dan kualitatif. Istilah ini juga termasuk
menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan
meliputi perilaku dan interaksi manusia di masa kini dan masa lalu. Berbeda
dengan ilmu sosial secara umum, ilmu pengetahuan sosial tidak memusatkan diri
pada satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas
terhadap masyarakat.[3]
b. Objek kajian ilmu Sosial
Setiap
ilmu pengetahuan ditentukan oleh obyeknya. Ada dua macam obyek ilmu
pengetahuan, yaitu: obyek materia dan obyek forma. Obyek materia ialah seluruh
lapangan atau bahan yang dijadikan obyek penyelidikan suatu ilmu. Obyek forma
ialah obyek materia yang disoroti oleh suatu ilmu, sehingga membedakan ilmu
yang satu dariilmu lainnya, jika berobyek materia yang sama.[4]
Pada
garis besarnya obyek ilmu pengetahuan ialah alam dan manusia. Maka dalam hal
ini obyek penyelidikan ilmu sosial adalah manusia, tegasnya tingkah laku
manusia.
c. Cabang-cabang Ilmu Sosial
Ilmu sosial memiliki beberapa cabang, di antaranya:
1) Ilmu hukum ilmu yang mempelajari sistem
aturan yang telah dilembagakan
2) Ilmu Ekonomi; ilmu yang mempelajari
produksi dan pembagian kekayaan dalam masyarakat.
3) Ilmu Antropologi Budaya dan Sosial
4) Publistik dan Jurnalistik
5) Ilmu Jiwa Sosial
6) Ilmu Pendidikan; ilmu yang mempelajari tentang
masalah yang berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter
dan moral.
7) Ilmu Politik; ilmu yang mempelajari
pemerintahan sekelompok manusia (termasuk Negara).
8) Psikologi; ilmu yang mempelajari tentang
tingkah laku dan proses mental manusia.
9) Sejarah; ilmu yang mempelajari tentang
masa lalu yang berhubungan dengan umat manusia.
10) Sosiologi; ilmu yang mempelajari tentang
masyarakat dan hubungan antar manusia di dalamnya.
d. Metode Ilmu Sosial
Ilmu sosial, dalam
mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjektif, inter-subjektif, dan
objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah bila dibandingkan
dengan ilmu alam. Namun sekarang beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak
menggunakan metode kuantitatif. Demikian pula pendekatan interdisiplin dan
lintas disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor
sosial dan lingkungan yang mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu
alam tertarik pada beberapa aspek dalam metode ilmu sosial. Penggunaan metode
kuantitatif dan kualitatif telah banyak diintegrasikan dalam studi tentang
tindakan manusia serta implikasi dan konsekuensinya.[5]
Ilmu-ilmu sosial belum
mempunyai kaidah-kaidah dan dalil-dalil tetap yang diterima oleh bagian
terbesar masyarakat, disebabkan ilmu-ilmu tersebut belum berkembang. Sedangkan
yang menjadi objeknya adalah masyarakat manusia yang berubah-ubah. Oleh karena
itu, hingga kini belum diselidiki dan dianalisis secara tuntas hubungan antara
unsur-unsur di dalam masyarakat secara lebih mendalam. Lain halnya dengan ilmu
alam yang telah lama berkembang, sehingga telah mempunyai kaidah-kaidah dan
dalil-dalil yang teratur dan diterima oleh masyarakat. Hal ini disebabkan
karena objeknya bukan manusia.[6]
Menurut
Elgin F. Hunt metode ilmu (dalam hal ini : ilmu pengetahuan ilmu sosial) itu
meliputi enam bagian, yaitu:
1. Observasi
2. Perumusan masalah
3. Mengumpulkan dan mengklafikasikan fakta
tambahan yang baru
4. Mengadakan generalisasi
5. Perumusan hipotesa
6. Mengadakan testing dan verifikasi
2. Ilmu
Pengetahuan Alam
a.
Pengertian
Ilmu Alam
Ilmu alam terkait dengan istilah
‘positivistic” merujuk kepada pendekatan logis untuk
mempelajari alam semesta secara obkektif, tidak hidup dan di dunia fisik. Ilmu
pengetahuan alam mempelajari alam dengan menggunakan metode-metode sains, ilmu
pengetahuan jenis ini berbeda dengan ilmu pengetahuan sosial yang menggunakan
metode sains untuk mempelajari perilaku manusia dan masyarakat, ataupun ilmu
pengetahuan formal seperti matematika.
Ilmu
pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin scientia yang
arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus
ilmu pengetahuan alam atau sains. Sund dan Trowbrige merumuskan bahwa sains
merupakan kumpulan pengetahuan dan proses.[7]
b.
Objek
Ilmu Alam
Ilmu
pengetahuan alam adalah ilmu tentang alam, maka obyek penyelidikan adalah alam
semesta sejauah berada dalam waktu dan ruang.
“ manusia yang seharusnya menarik
perhatian kita itu, adalah sebagian dari suatau alam tak terhingga dan ia
sendiri di antara makhluk-makhluk hidup bertubuh, bisa atau memiliki
kesanggupan untuk mempertimbangkan (mengawasi, mempertimbangkan) alam ini,
mengadakan percobaan-percobaan dan menduga adanya hubungan-hubungan dan
undang-undang antara kenyataan-kenyataan. Ia juga menjadi obyek dari
percobaan-percobaan dan perhatian pengawas. Kalau kita mengetahui bahwa pengetahuan
adanya undang-undang yang berlaku atas dunia hidup itu bisa menerangi arti dari
manusia dengan menerangkan wujudnya di muka bumi, tali-tali yang mempersatukan
dia dengan bentuk-bentuk hidup lainnya dan perbedaan-perbedaan yang memberi
sifat-sifat kepadanya, maka kita harus mempelajari evolusi (perkembangan) dari
seluruh dunia dari awalnya, tanpa lupa bahwa observasi kita itu bisa
tertutupoleh alat observasi kita sendiri.”
Ciri-ciri
dasar pertama yang menandai ilmu-ilmu kealaman adalah, bahwa ilmu-ilmu itu
melukiskan kenyataan menurut aspek-aspek yang memungkinkan registrasi indrawi
secara langsung. Data-data indrawi yang merupakan objeknya, harus dimengerti
tepat menurut penampakannya. Bahan-bahan ini disaring, diselidiki, diawasi, diidentifikasi
dan diklasifikasikan secara ilmiah, yaitu digunakannya instrumen-instrumen
sebagai alat bantu. Eksperimentasi Ilmu-ilmu kealaman mampu menjangkau objek
potensi-potensi alam yang semula sulit diamati, seperti elektron dan
multi-protein.[8]
Ilmu-ilmu
kelaman memperoleh suatu objektivitas yang khas, yaitu semata-mata bersifat empiris-eksperimental.
Suatu aksi tertentu dapat melahirkan reaksi tertentu pula, hukum aksi reaksi
ini berlangsung menurut sifatnya yang spesifik. Oleh karena itu, eksperimen-eksperimen
yang dilakukan dapat diulangi. Kelebihan dari objek kealaman ini adalah; jumlah
variabelnya sangat terbatas dan gejala fisik yang diamati pada umumnya seragam.[9]
c.
Cabang-cabang
Ilmu Alam
Ilmu-ilmu
pengetahuan alam (Natural Sciences) terbagi atas beberapa cabang, yaitu:
1) biologi
1. Antropologi fisik
2. Ilmu kedokteran
3. Ilmu farmasi
4. Ilmu pertanian
5. Ilmu pasti
6. Ilmu alam
7. Ilmu teknik
8. Geologi
d.
Metode
Ilmu Alam
Alam
yang menampakkan dirinya kepada kita (the world of appearance,the phenomenal
world) dipelajari oleh ilmu pengetahuan alam dengan suatu metode
sebagai berikut,[10]
1. Pengamat-amatan dengan seksama
(observasi metodis)
2. Penggolongan (klasifikasi)
3. Analisa data atau fakta yang di peroleh
dari observasi itu menurut kecerdasan akal, dengan maksud menemukan hubungan
yang logis antara fakta itu dan memahami makna relatifnya
4. Menarik kesimpulan induktif dan deduktif
dari hasil-hasil analisa itu
5. Penglukisan (deskripsi fungsional)
6. Percobaan (exprimen atau observasi yang
disengaja secara sistimatis.
Kesemuanya
itu dilakukan dengan cermat, dengan tujuan menempatkan alam fisis empiris di
bawah kekuasaan hukum, yang memungkinkan manusia meramalkan apa yang terjadi
dalam keadaan-keadaan tertentu.
Metode
yang digunakan dalam ilmu alam bersifat siklus-empirik[11]
yang menunjuk pada dua hal pokok, yaitu siklus yang mengandaikan adanya
suatu kegiatan yang dilaksanakan secara berulang-ulang, dan empirik yang
menunjuk pada sifat bahan yang diselidiki (bersifat indrawi).
C. Perbedaan Ilmu Sosial dengan Ilmu Alam[12]
Mengkontraskan Ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial dan
humaniora bukan berarti menempatkan yang satu lebih tinggi atau lebih rendah
dari yang lain, atau yang satu lebih bermanfaat dari yang lain. Tetapi yang
satu berbeda dengan yang lain karena wilayah atau meminjam istilah paradigma positivistik,
objek kajiannya memang berbeda. Allah menciptakan dunia seisinya dengan
sempurna dan berpasang-pasangan. Jika ada siang dan malam, ada baik dan buruk,
ada tinggi dan rendah yang semuanya untuk menunjukkan tanda-tanda kekuasaannya,
maka dalam kajian ilmu pengetahuan ada fakta sosial dan ada definisi
sosial. Jika ilmu alam bertugas mengkaji fakta sosial yang empirik, maka
ilmu sosial dan ilmu-ilmu humaniora bertugas mengkaji defenisi sosial yang
abstrak dan simbolik.
Tentu saja karena objek materialnya berbeda, maka metode dan
cara untuk memperolehnya juga berbeda. Dalam bahasa filsafat ilmu, jika
ontologinya berbeda, maka epistemologinya pasti berbeda. Contoh sederhananya
menangkap ikan tidak bisa dengan pisau atau sabit yang tajam, melainkan jala
atau pancing. Begitu juga memotong rambut tidak dengan sabit atau pisau,
melainkan gunting. Singkatnya, materi menentukan alat, bukan sebaliknya. An
object determines a means. Karena itu, terjadi kesalahan serius
jika seorang peneliti atau pengkaji ilmu sosial dan humaniora yang ingin
mengetahui persepsi seseorang terhadap sebuah gejala sosial menggunakan tes
atau obervasi untuk memperolehnya.
Begitu juga kesalahan yang sama terjadi jika peneliti ingin
mengetahui kemampuan atau kompetensi seseorang dalam bidang tertentu dengan
menggunakan cara wawancara.[13]
Dibandingkan dengan
ilmu alam yang telah mengalami kemajuan pesat, ilmu sosial agak tertinggal.
Beberapa ahli bahkan berpendapat bahwa ilmu sosial tidak akan mencapai kepada
artian ilmu yang sebenarnya. Di pihak lain ada yang berpendapat bahwa lambat
laun ilmu sosial walaupun tidak akan mencapai derajat yang sama dengan ilmu
alam. Menurut kalangan lain bahwa tidak dapat diduga bahwa ilmu sosial masih
belum dewasa. Meskipun begitu mereka beranggapan bahwa penelitian ilmu sosial
dan ilmu alam memiliki derajat keilmuan yang sama.[14]
3. Ilmu Pengetahuan Humaniora[15]
a. Pengertian
Ilmu Humaniora
Ilmu
kemanusiaan, khususnya sejarah (minat khusus Dilthey), tidak akan memperoleh
pengetahuan yang dicari tanpa mempergunakan verstehen atau pemahaman
yang membedakannya dari ilmu alam. Manusia sebagai objek pengertian dalam ilmu
kemanusiaan memiliki kesadaran. Dan ini memungkinkan bagi penyelidikan tentang
alasan-alasan tersembunyi dibalik perbuatannya yang dapat diamati.
Kita dapat memahami perbuatan dengan
mengungkap pikiran,perasaan dan keinginannya. Ilmu kemanusiaan tidak hanya
mampu mengetahui apa yang telah diperbuat manusia tetapi juga pengalaman batin
(erlebnis), pikiran, ingatan, keputusan nilai dan tujuan yang
mendorongnya berbuat .
Perbuatan
atau tindakan merupakan ekspresi jiwa manusia, ide dan arti yang diharapkan
oleh individu maupun masyarakat, yang berupa kata, sikap, karya seni dan juga
lembaga-lembaga sosial. Kita akan memahami ekspresi (ausdruck) dengan
menghayati kembali dalam kesadaran kita sendiri, penghayatan yang menimbulkan
ekspresi tadi.
b. Objek Kajian Ilmu Humaniora
Dalam
kajian ini ilmu humaniora dan sosial sama–sama mempelajari manusia atau tingkah
laku sebagai objeknya, akan tetapi yang
membedakan keduanya adalah obyek formanya, artinya sudut pandang yang di soroti
dari obyek-obyek tersebut, sebagaimana yang tertera dalam cabang ilmu
masing-masing.
Peneliti
ilmu kemanusiaan harus berusaha seperti hidup dalam objeknya, atau membuat objek hidup dalam
dirinya. Dengan penghayatan tersebut akan memudahkan munculnya verstehen atau
pemahaman. Dalam konteks ilmu sejarah, dengan menghayati kembali masa lampau,
sejarawan akan memperluas dan membuat berkembang kepribadiannya, menggabungkan
pengalaman pada masa lalu ke dalam pengalaman masa kini.
Setiap
pengalaman baru, demikian Dilthey, menurut isinya ditentukan oleh semua
pengalaman yang sampai pada saat itu kita miliki; sebaliknya, pengalaman baru
itu memberi arti dan penafsiran baru kepada pengalaman-pengalaman lama. Bila
seorang peneliti ingin mengerti perbuatan pelaku sejarah yang berupa
ekspresi-ekspresi (ausdruck), maka ia harus merekonstruksikan kesatuan
dan kebersatuannya dengan pengalaman batin (erlebnis).
Yang
dimaksudkan Dilthey adalah bahwa dengan merekonstruksikan pengalaman hidup
seorang pelaku sejarah ke dalam batin seorang peneliti akan dihasilkan efek
yang sama seperti halnya pelaku sejarah mengalaminya pada waktu itu. Verstehen
atau memahami adalah kegiatan memecahkan arti tanda-tanda ekspresi yang
merupakan manifestasi hidup atau hasil kegiatan jiwa. Verstehen adalah
proses di mana kehidupan mental diketahui melalui ekspresinya yang ditangkap
oleh panca indra. Walaupun demikian ekspresi tersebut lebih dari sekedar kenyataan
fisik, karena ia dihasilkan oleh kegiatan jiwa.
c. Cabang- cabang Ilmu Humaniora
Adapun
cabang-cabang dari ilmu pengetahuan (studi humanitas, humanities studies)
humaniora adalah sebagai berikut:
1) Ilmu agama
2) Ilmu filsafat
3) Ilmu bahasa
4) Ilmu seni
5) Ilmu jiwa.
d. Metode Ilmu Humaniora
Dr
Winarno Suracman dalam bukunya Pengantar Penyelidikan llmiah menerangkan
sepuluh langkah (dalam hal ini: ilmu-ilmu humaniora)itu meliputi enam bagian,
yaitu:
1) Pemilihan masalah
2) Studi ekspolorasi
3) Rumusan teori dan anggapan dasar
4) Rumusan hipotesa
5) Penetapan teknik penguji hipotesa
6) Penyusunan agenda
7) Pengumpulan data
8) Pengolahan data
9) Penyimpulan, dan
10) Puplikasi hasil penyelidikan
D. PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari uraian di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa ilmu sosial dan ilmu alam merupakan dua disiplin
ilmu yang berbeda, baik dari segi objek kajian, metode maupun cabang-cabangnya.
Ilmu sosial mempelajari manusia dari segi hubungannya dengan manusia lain, ia
bersifat subjektif dan berdasarkan penafsiran, persepsi, generalisasi, asumsi
dan sebagainya. Perkembangannya dari masa ke masa cenderung dinamis karena
adanya kasus-kasus atau faktor-faktor baru dari kasus-kasus lama.
Sedangkan ilmu alam, ia
mempelajari alam dengan seluruh unsur-unsurnya, ia bersifat lebih objektif,
matematis, dan berdasarkan bukti-bukti empiris serta perhitungan, kelemahannya
cenderung lambat, statis dan itu-itu saja. Jadi dapat juga dikatakan bahwa jika
ilmu sosial mengkaji tentang hubungan timbal-balik manusia dengan manusia
lainnya, maka ilmu alam mengkaji alam yang menjadi tempat hidup bagi manusia
itu sendiri.
Dan
yang terakhir ialah ilmu humaniora salah satu ilmu yang memahami perbuatan
dengan mengungkap pikiran, perasaan dan keinginannya. Ilmu kemanusiaan tidak
hanya mampu mengetahui apa yang telah diperbuat manusia tetapi juga pengalaman
batin (erlebnis), pikiran, ingatan, keputusan nilai dan tujuan yang
mendorongnya berbuat .
2.
Kritik dan Saran
Demikianlah
yang dapat penulis kemukakan tentang ilmu sosial dan ilmu alam (perbedaannya)
dalam makalah ini, semoga bisa menjadi suatu bahan untuk menambah wawasan
keilmuan kita pada mata kuliah Filsafat Ilmu.
Akhir
kata, penulis menyadari makalah ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis membukakan peluang bagi pembaca agar bersedia memberikan
kritikan dan saran konstruktif demi perbaikan dan kesempurnaan untuk masa yang
akan datang.
Daftar
Pustaka
Bakker, Anton. Metodegi Penelitian
Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1990.
Suriasumantri,
Jujun S. Ilmu Pengetahuan dan Metodenya, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1988.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_sosial, diakses pada hari Minggu, tanggal 29 April 2012.
Soekanto,Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2002.
Fithri,
Widia. Wacana Filsafat Ilmu, Padang, Azka, 2004.
Henry Pratt Fairchild and 100 Authorities, Dictionary Of
Sosiology, Little Field, Adams and Co, Ames Lowa, 1976.
Lihat:http://mudjiarahardjo.com/artikel/322-ilmu-alam-ilmu-sosial-dan-ilmu
humaniora-dalam-memandang-realitas-sebuah-renungan-bagi-pemula.html,
diakses pada hari Minggu tanggal 3 Mei 2012.
http://bitama88.blogspot.com/2008/04/perbedaan-ilmu-sosial-ilmu-alam-deobold.html. (diakses pada hari Minggu tanggal 3 Mei 2012
Sumarna,Cecep. Filsafat Ilmu “dari hakikat menuju nilai”, Bandung:
Pustaka Bani Quraisy, 2004.
Tafsir,Ahmad. Filsafat Ilmu
“mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan”, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2004.
Anshari.Endang
Saifuddin, Ilmu, Filsafat dan Agama, Bandung: Bina Ilmu, 1981.
[1]Anton Bakker, Metodegi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius,
1990), hal 14.
[2]Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Pengetahuan dan Metodenya, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1988), hal 8
[4]Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, (Bandung:
Bina Ilmu, 1981), hal 50
[5] Ibid.
[6] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 12
[7] http/google.com_metodegi ilmu pengetahuan alam
[8] Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu “dari hakikat menuju
nilai”, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 114
[9] Ibid.
[10] Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama,hal 62
[12] http/google.com_metodegi ilmu pengetahuan
alam
[13]Lihat:http://mudjiarahardjo.com/artikel/322-ilmu-alam-ilmu-sosial-dan-ilmuhumaniora-dalam-memandang-realitas-sebuah-renungan-bagi-pemula.html. (diakses pada hari
Minggu tanggal 3 Mei 2012)
http://bitama88.blogspot.com/2008/04/perbedaan-ilmu-sosial-ilmu-alam-deobold.html. (diakses pada
hari Minggu tanggal 3 Mei 2012)
[15] Humaniora ialah ilmu pengetahuan yang meliputi filsafat, hukum,
sejarah, bahasa, sastra, seni, dsb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar