Senin, 15 Februari 2016

METODE ILMIAH

A.  Pendahuluan
Manusia dilahirkan ke muka bumi ini dihadapi oleh berbagai tantangan dan masalah, siapapun orangnya baik itu orang awam maupun para ilmuwan selalu berhadapan dengan masalah, dan mereka dituntut dengan segera untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi itu.
Akal merupakan salah satu keistimewaan yang khusus diberikan Allah SWT kepada manusia untuk berfikir, disinilah peran akal ketika manusia menghadapai masalah ataupun suatu perkara, maka mereka harus memikirkan bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut, setiap orang  mempunyai cara / menempuh jalan  yang berbeda dalam menyelesaikan masalah mereka. 
Sekalipun orang awam dapat menyelesaikan masalah yang mereka hadapi, cara kerja mereka biasanya tidak sestematis dan lebih sering bernuansa subjektif, berbeda dengan ilmuawan biasanya mereka bekerja secara sistematis dan menggunakan logika.
Dalam melakukan penyelidikan, untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapinya, para ilmuwan mempunyai teknik, pendekatan dan cara yang berbeda, namun diantara perbedaan itu, para ilmuwan itu mempunyai falsafah yang sama, yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu metode ilmiah, pendekatan, cara dan tekhnik yang  mereka tempuh itu yang dinamakan metode.
Menurut Cecep Sumarna yang dikutip dari pendapat Archi J. Bahn beliau mengatakan bahwa metode ilmiah itu satu, namun sekaligus banyak, artinya satu tujuan untuk menylidiki dan menyelesaikan permasalahan, banyak bentuknya sesuai tipe permasalahan masing-masing cabang ilmu dan kecendungan ilmuwan untuk memakai cara yang mana dalam menyelesaikan masalahnya.[1]
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Sri Soeripto, ia menyatakan bahwa meskipun para ilmuwan berbeda dalam pokok soal, namun semua ilmu menunjukkan prosedur umum yang sama yang kemudian disebut dengan metode ilmiah atau ilmu saja, oleh karena itu ilmu adalah suatu metode khusus yang telah dikembangkan secara berangsur-angsur sepanjang abad untuk meningkatkan pengetahuan manusia mengenai dunia ini.[2]
Secara ontologis ilmu mengkaji masalah yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengalaman manusia, perbedaan antara lingkup permasalah yang dihadapi, juga menyebabkan perbedaan metode dalam menyelesaikan masalah. Perbedaan ini harus diketahui dengan benar untuk dapat menempatkan ilmu dalam ilmu dalam perspektif yang sesungguhnya, masalah yang dihadapi ilmu adalah yang nyata dan ilmu mencari jawaban pada dunia yang nyata pula.
Jadi metode ilmiah yang dimaksud dalam makalah ini yaitu cara, langkah, tekhnik dan prosedur yang ditempuh, yang digunakan oleh seorang ilmuwan dalam memperoleh pengetahuan  secara sistematis berdasarkan bukti fisis.

B.  Pengertian Metode Ilmiah
Metode ilmiah terdiri dari dua kata yaitu, metode dan ilmiah. kata metode berasal dari bahasa Yunani “methodos”, yang berarti cara atau jalan.[3]Dalam bahasa inggris kata metode ditulis “method” dan dalam bahasa arab disebut juga dengan “thariqah”. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata ini berarti cara yang teratur dan berpikir baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya), cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan sesuatu / kegiatan guna mencapai suatu tujuan yang ditentukan.[4]
Jadi metode merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya, bisa juga diartikan dengan suatu proses, prosedur atau cara/ langkah-langkah sistematis yang ditempuh oleh seseorang untuk mengetahui sesuatu.
Menurut Aristoteles penjelasan ilmiah hendaknya memenuhi empat sebab/ empat prinsip penjelasan, yaitu:[5] 1). Sebab efisien yaitu lewat mana suatu perubahan dibuat (that by which some change is wrought), 2). Sebab final dipahami sebagai tujuan untuk apa sebuah perubahan dihasilkan (that for which a change produced), 3). Sebab materiil (materil cause) adalah sebab ketika perubahan dibuat, 4). Sebab formal sebagai sebab kemana (into which) sesuatu itu diubah.
Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah,bisa juga dikatakan ilmu sebagai suatu proses yang merupakan kegiatan dari manusia, yang mempunyai prosedur (metode ilmiah), yang bersifat sistematis[6]. Dari pengertian ilmu ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang bersifat ilmiah yaitu pengetahuan yang dapat diandalkan (bersifat rasional) dan dapat diuji kebenarannya (bersifat empiris dan rasional).
Dari pengertian metode dan ilmiah diatas dapat diketahui pengertian metode ilmiah ada beberapa pendapat, diantaranya:[7] Menurut George Kneller struktur rasional dari penyelidikan ilmiah yang disitu pangkal-pangkal duga disusun dan di uji.
Arturo Rosenblueth memberikan defenisi ilmiah sebagai prosedur dan ukuran yang dipakai oleh ilmuwan-ilmuwan dalam penyusunan dan pengembangan cabang pengetahuan khusus mereka.
Kemudian George Abell merumuskan metode ilmiah sebagai suatu prosedur khusus dalam ilmu yang mencakup 3 langkah, yaitu: pengamatan gejala-gejala atau hasil-hasil dari percobaan-percobaan, perumusan pangkal-pangkal duga yang melukiskan gejala-gejala ini dan yang bersesuaian dengan kumpulan pengetahuan yang ada, pengujian pangkal-pangkal duga ini dengan mencatat apakah mereka secara memadai meramalkan dan melukiskan gejala-gejala baru atau hasil dari percobaan-percobaan yang baru.
Metode ilmiah itu adalah prosedur untuk memperoleh pengetahuan, ilmu pengetahuan yang ada dan yang dipakai manusia semuanya itu didapatkan melalui metode ilmiah. suatu pengetahuan baru bisa dikatakan ilmu, apabila cara perolehannya dilakukan melalui kerangka kerja ilmiah, dengan demikian metode ilmiah bisa juga diartikan dengan prosedur yang digunakan ilmuwan dalam pencarian kebenaran dengan cara kerja yang sistematis terhadap pengetahuan baru dan melakukan peninjauan kembali kepada pengetahuan yang telah ada.
Itulah pengertian metode ilmiah yang dikemukakan oleh beberapa para ahli yang jika disimpulkan yaitu  metode ilmiah merupakan berbagai prosedur yang mewujudkan pola-pola dan tata langkah dalam pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, yang mana pola dan tata langkah procedural itu dilaksanakan dengan cara-cara operasional dan teknis yang terperinci.
Intinya metode ilmiah itu merupakan cara untuk mendapat pengetahuan secara ilmiah dan gabungan antara berpikir rasional (bagaimana kita bisa menyesuaikannya dengan materi) dan berakhir pada data yang empiris (data-data dan fakta yang bisa diamati).
Emperis yang berlandaskan pada fakta-fakta, meski menjadi abstraksi intelektual dengan pendekatan rasional. Einstein dalam konteks ini berkata: “ apapun teori teori yang menjembatani antara empirisme dan rasionalisme , ia akan menjadi penjelas rasional yang sesuai dengan objek dari fakta-fakta yang ada”, gabungan dari pendekatan empirisme dan rasionalisme disebutnya sebagai metode ilmiah, oleh karena itu teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama, yaitu:[8]
1.    Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuwan secara keseluruhan
2.    Harus cocok dengan fakta-fakta empiris, teori seperti apapun konsistennya, jika tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah, begitu juga sebaliknya, seberapa faktualnya fakta yang ada, tanpa didukung oleh asumsi rasional, maka ia hanya akan menjadi fakta yang mati yang tidak memberikan pengetahuan kepada manusia.
Munculnya  ilmiah dalam bingkai filsafat kelihatannya dipengaruhi oleh unsur alam yang terlihat begitu teratur, sehingga para filosof menduga adanya azas tunggal dari alam yang menyebabkan ia begitu tertib. Titus Smith dan Nolan berpendapat bahwa filsafat dan ilmu sama-sama berupaya mencapai kebenaran melalui keteraturan alam, oleh karena itu metode penelitian awal dan ilmu pengetahuan yang dikembangkan baik oleh filosof maupun oleh ilmuwan awal cendrung cendrung sangat kosmosentris.
Corak-corak metodologis yang dikembangkan menyebabkan ilmu pengetahuan bersifat positivistic (bebas dari pikiran etis), deterministik (berdasarkan hokum kausalitas), evolusionistik (melihat sejarah sebagai dasar menentukan objek yang diteliti) sehingga segala sesuatu harus dijelaskan dengan metode kuantitatif dan eksperimental melalui observasi.

C.  Prosedur Berpikir Ilmiah
Pemecahan masalah melalui metode ilmiah tidak pernah berpaling dari perasaan, sebab tidak semua ilmuwan memiliki perspektif filosof dalam melaksanakan penelitian. Padahal tujuan ilmu ialah memperoleh kebenaran ilmiah, sebenarnya ilmu telah bergerak kepada wilayah filsafat, ilmuwan yang kritis dan filosofis akan bertanya tentang apa kebenaran ilmiah itu. Yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah yaitu, ilmu dan kebenaran ilmiah tidak digarap oleh masing-masing cabang ilmu, tetapi diserahkan kepada cabang filsafat yang disebut dengan filsafat ilmu.[9]
Kaidah keilmuwan selalu mendasarkan pemikirannya pada penalaran yang rasional dan empiris, ilmu selalu melakukan observasi dan melakukan penjelahan baru terhadap masalah yang dihadapi dari pra anggapan, hipotesis dan pengujiannya melalui studi di lapangan, selalu mencari arti terhadap hakekat permasalahan sambil terus melakukan antisipasi yang mungkin akan terjadi.
Metode ilmiah dengan demikian adalah ekspresi tentang cara berfikir yang diharapkan dapat menghasilkan karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, karakteristik yang dimaksud disini bersifat rasional dan teruji sehingga memungkinkan lahirnya pengetahuan yang disusunnya menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan, metode ilmiah disini mencoba menggabungkan cara berfikir deduktif dan induktif dalam membangun tubuh pengetahuan.
Dalam metode ilmiah, penelitian dituntun dalam proses berfikir yang menggunakan analisa, di situ hipotesa juga harus ada yang berguna untuk memadu jalan pikiran kea rah tujuan yang ingin dicapai, sehingga hasil yang hendak diperoleh akan mencapai ssaran dengan tepat.
Hipotesis disusun berdasarkan cara kerja deduktif dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang telah diketahui sebelumnya, penyusunan hipotesis berguna untuk menunjang terjadinya konsistensi dalam pengembangan ilmu secara keseluruhan dan menimbulkan efek kumulatif dalam kemajuan ilmu, hipotesis dapat menjadi jembatan pemaduan antara cara kerja deduksi dan induksi.
Setelah hipotesis ini tersusun, langkah selanjutnya adalah menguji hipotesis yang disusun itu dengan mengkonfirmasikannya dengan dunia fisik yang nyata, proses pengujian hipotesis ini disebut juga dengan pengumpulan data.
Menurut J. Eigelberner menyebutkan ada lima langkah dalam metode ilmiah yaitu 1). Adanya analisis terhadap masalah 2). Pengumpulan fakta-fakta 3). Penggolongan dan pengaturan data agar dapat menemukan kesamaan-kesamaan, urutan-urutan dan hubungan-hubungan yang ada 4). Perumusan kesimpulan dengan menggunakan proses penyimpulan logika dan penalaran 5). Pengujian dan pemeriksaan kesimpulan-kesimpulan.
Selain prosedur berfikir ilmiah, aspek lain yang menjadi daya dukung terhadap metode ilmiah ini menurut Archi J. Bahm, yaitu:
1.    Masalah yang menentukan ada atau tidak adanya ilmu, permasalahan dalam ilmu pengetahuan memiliki tiga cirri khas, diantaranya:
a.    Permasalahan ilmiah dapat dikomunikasikan dan dapat menjadi wacana public
b.    Permasalahan yang dapat ditangani dengan sikap ilmiah
c.    Permasalahan yang dapat ditangani dengan metode ilmiah
2.    Sikap ilmiah, meliputi enam karakteristik, yaitu:
a.    Rasa ingin tahu
b.    Spekulatif
c.    Objektif ( menggambarkan apa adanya sesuai dengan data-data yang dikumpulkan dan diperoleh )
d.   Keterbukaan, sikap terbuka adalah kesediaan untuk mempertimbangkan semua masukan yang relevan menyangkut permasalahan yang dikerjakan
e.    Kesediaan untuk menunda penilaian, dalam artian tidak memaksakan diri untuk memperoleh jawaban jika penyelidikan belum memperoleh bukti yang diperlukan
f.     Tentative, bersikap tentative artinya tidak bersikap dogmatis terhadap hipotesis maupun simpulan, tetap menyadari bahwa tingkat kepastian pembuktian selalu kurang dari seratus persen dan selalu memungkinkan timbulnya keraguan.
3.    Aktivitas, pekerjaan ilmuwan yang terus menerus melakukan riset ilmiah disebut dengan aktifitas, para ilmuwan mempunyai dua aspek dalam melakukan riset ini, diantaranya:
a.    Aspek individual yang mengacu kepada ilmu sebagai aktivitas ilmuwan, seseorang dianggap telah menjadi ilmuwan karena ia telah melewati pengalaman, pelatihan dan kesempatan dalam mengembangkan kemampuan dan ketrampilan yang mengkondisikan caranya melakukan riset ilmiah dan menjadi spesialis ilmiah.
b.    Aspek social yang mengacu kepada ilmu sebagai aktivitas suatu komunitas ilmiah, kumpulan para ilmuwan.
4.    Simpulan, yaitu pemahaman yang didapatkan sebagai hasil dari pemecahan masalah, namun simpulan ini bukan titik akhir dari penelitian.
5.    Dampak, langkah terakhir yang harus dilakukan ilmuwan adalah mencoba menela’ah dampak dari ilmu, setidaknya ada dua persoalan yang mungkin dapat menjadi dampak dari ilmu pengetahuan yaitu:
a.    Dampak ilmu bagi teknologi dan industry melalui ilmu terapan
b.    Dampak ilmu dalam masyarakat
D.  Langkah-Langkah Dalam Metode Ilmiah
Setiap kegiatan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, memiliki tahap-tahap dan prosedur tertentu, alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dirinci dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap kegiatan ilmiah diantaranya:
1.    Perumusan masalah
Perumusan masalah ini merupakan rangkaian pertanyaan- pertanyaan mengenai objek yang empiris ( data dan fakta yang dapat diamati ) yang sudah jelas batasan- batasan masalahnya serta dapat diidentifikasikan faktor- factor yang terkait dengan masalah tersebut.
Dalam perumusan masalah ini, setelah masalahnya sudah jelas, maka dikelompokkan ilmu-ilmu yang akan digunakan yang sesuai dengan masalah yang akan dibahas.
2.    Menyusun kerangka berpikir
Penyusunan kerangka berfikir merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara brbagai factor yang saling terkait serta membentuk konstelasi permasalahan. Karena berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan pada premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya namun dimungkinkan pula pilihan yang berbeda dari sejumlah premis ilmiah yang tersedia yang dipergunakan dalam penyusunan argumentasi, serta dengan memperhatikan factor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahannya.
Penyusunan kerangka berpikir ini merupakan konsep / teori, dari konsep / teori ini kita bisa mengetahui secara umum hipotesis dari permasalahan tersebut.
3.    Merumuskan hipotesis
Perumusan hipotesis ini merupakan jawaban / dugaan sementara terhadap pertanyaan yand diajukan serta materinya merupakan kerangka berpikir yang dikembangkan.
Pengujian hipotesis ini tidak digukan untuk teks ( penelitian buku ), cara yang ditempuh dalam perumusan hipotesis ini yaitu dengan melakukan pengujian-pengujian terhadap teori yang digunakan, mengaitkannya dengan criteria-kriteria yang sedang berkembang, serta mengemukakan pendapat-pendapat yang ada.
Hipotesis adalah kesimpulan yang diperoleh dari penyusunan kerangka pikiran, berupa proposisi deduksi, merumuskan berarti membentuk proposisi yang sesuai dengan kemungkinan-kemungkinannya serta tingkat-tingkat kebenarannya.[10]  
The Liang Gie dalam bukunya pengantar filsafat ilmu, mendefenisikan hipotesis sebagai sesuatu keterangan yang bersifat sementara atau untuk keperluan pengujian yang diduga mungkin benar dan dipergunakan sebagai pangkal untuk penyelidikan lebih lanjut sampai diperoleh kepastian dengan pembuktian.
Ada beberapa syarat logika yang harus terkandung dalam hipotesis antara lain: dapat menjelaskan kenyataan yang menjadi masalah dan dasar hipotesis, mengandung sesuatu yang mungkin, dapat mencari hubungan kausal dengan argumentasi yang tepat, dapat diuji kebenarannya.
Adapun macam-macam hipotesis yang sering dijumpai adalah:
a.    Hipotesis deskriptif, yaitu hipotesis “lukisan” yang menunjukkan dugaan sementara tentang bagaimana benda-benda, peristiwa-peristiwa itu terjadi
b.    Hipotesis argumentasi, yaitu hipotesis “penjelasan”, menunjukkan dugaan sementara mengapa benda-benda atau peristiwa itu terjadi, hipotesis ini merupakan pernyataan sementara yang diatur secara sistematis sehingga salah satu pernyataan merupakan kesimpulan dari pernyataan lainnya.
c.    Hipotesis kerja, yaitu merupakan hipotesis yang meramalkan atau menjelaskan akibat-akibat dari suatu variabel  yang menjadi penyebabnya, jadi hipotesis ini menjelaskan suatu ramalan bahwa jika suatu variabel tertentu akan berubah pula.
d.   Hipotesis nol, yaitu hipotesis statistic yang bertujuan memeriksa ketidakbenaran sebuah teori yang selanjutnya akan ditolak melalui bukti-bukti yang sah, melalui prosedur ini maka kita membuat dugaan dengan hati-hati, bahwa menurut pendapat kita tidak ada hubungan yang berarti atau perbedaan yang signifikan, dan selanjutnya dicoba memastikan ketidakmungkinan hipotesis ini.
Jadi perumusan hipotesis ini merupakan suatu usaha untuk memberikan penjelasan sementara mengenai hubungan sebab akibat yang mengikat factor-faktor yang membentuk kerangka suatu masalah, pada hakikatnya hipotesis ini merupakan hasil penalaran induktif dengan menggunakan pengetahuan yang empirik.
4.    Pengujian hipotesis
Pengujian hipotesis ini merupakan langkah yang dilakukan dengan mengumpulkan data dan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang sudah diajukan untuk membuktikan apakah fakta-fakta tersebut mendukung hipotesis / tidak.
Pengujian hipotesis ini hanya diperlukan dalam ilmu-ilmu pasti seperti matematika dan fisika, karena ilmu ini sudah ada aturan tertentu dan tidak dapat diubah jadi mmerlukan kerangka teori, sementara ilmu-ilmu lain hanya membutuhkan kerangka konseptual.
5.    Penarikan kesimpulan
Langkah yang terakhir ini merupakan penilaian apakah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima, ini tergantung kepada fakta-fakta dan data yang mendukung hipotesis, sekira data dan fakta-faktanya mendukung, maka hipotesis diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah karena telah memenuhi persyaratan keilmuan yankni mempunyai kerangka pengetahuan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya melalui data dan fakta-faktanya.
Dalam melakukan sebuah penelitian ilmiah, semua langkah-langkah ini harus dilalui, dan baru bisa dikatakan dengan ilmu pengetahuan.
.
E.  Kesimpulan
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa metode ilmiah merupakan prosedur / langkah-langkah yang bersifat sistematis, yang ditempuh oleh seorang ilmuwan dalam memperoleh pengetahuan yang baru maupun mengembangkan pengetahuan yang sudah ada.
Proses kegiatan ilmiah itu akan muncul ketika seseorang mengamati sesuatu, kemudian sesuatu yang diamatinya itu dianggap sebuah masalah, mulailah dia berfiki tehadap sesuatu yang diamatinya tadi dan dianggap sebagai masalah secara empiris, selanjutnya dia melakukan penelitian terhadap masalah tersebut untuk menemukan jawabannya.
Dalam meneliti sebuah masalah yang bersifat ilmiah, seorang ilmuwan harus menempuh beberapa langkah diantaranya: perumusan masalah, penyusunan kerangka berpikir ( konsep / teori ), perumusan hipotesis ini hanya dibutuhkan pada teks-teks hipotesis, pengujian hipotesis ini lebih diutamakan pada ilmu-ilmu pasti saja, dan yang terakhir penarikan kesimpulan sehingga bisa dikatakan pengetahuan yang ilmiah.




DAFTAR PUSTAKA
Gie, Liang The, Pengantar Filsafat Ilmu,  Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1996
Hasan, Fuad  dan Koentjaningrat, Beberapa Azas Metodologi Ilmiah, Jakarta: Gramedia, 1977
Kartanegara, Mulyadhi , Integrasi Ilmu,  Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2005
Salam, Burhanuddin , Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, Jakarta: Asdi Mahasatya, 2000
Soeprapto, Sri, Metode Ilmiah dalam Filsafat Ilmu: Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan,  Yogyakarta: Liberty, 2003
Soetriono dan Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian,  Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2007
Sumarna,  Cecep , Filsafat ilmu: dari Hakikat Menuju Nilai,  Bandung: Pusaka Bani Quraisyi, 2004
Suriasumantri, S. Jujun , Filsafat ilmu: Sebuah Pengantar Populer,  Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2009
Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia,  Jakarta: Balai Pustaka





[1] Drs. Cecep Sumarna, M.Ag, Filsafat ilmu: dari Hakikat Menuju Nilai, ( Bandung: Pusaka Bani Quraisyi, 2004) h. 103
[2] Sri Soeprapto, Metode Ilmiah dalam Filsafat Ilmu: Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan, ( Yogyakarta: Liberty, 2003) h. 128
[3] .Fuad Hasan dan Koentjaningrat, Beberapa Azas Metodologi Ilmiah, (Jakarta: Gramedia, 1977) h.16
[4] Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka) cet. Ke-1 h. 580-581
[5] Dr. Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu, ( Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2005) cet. Ke 1 h.150
[6] The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, ( Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1996) cet. Ke-2 h.90
[7] Ibid h.111-112
[8] Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu h. 109
[9] . Ibid h. 106
[10] Ibid  h. 159

Tidak ada komentar:

Posting Komentar