Manusia dilahirkan ke muka bumi ini dihadapi oleh berbagai tantangan dan
masalah, siapapun orangnya baik itu orang awam maupun para ilmuwan selalu
berhadapan dengan masalah, dan mereka dituntut dengan segera untuk
menyelesaikan masalah yang mereka hadapi itu.
Akal merupakan salah satu keistimewaan yang khusus diberikan Allah SWT
kepada manusia untuk berfikir, disinilah peran akal ketika manusia menghadapai
masalah ataupun suatu perkara, maka mereka harus memikirkan bagaimana cara
menyelesaikan masalah tersebut, setiap orang
mempunyai cara / menempuh jalan
yang berbeda dalam menyelesaikan masalah mereka.
Sekalipun orang awam dapat menyelesaikan masalah yang mereka hadapi, cara
kerja mereka biasanya tidak sestematis dan lebih sering bernuansa subjektif,
berbeda dengan ilmuawan biasanya mereka bekerja secara sistematis dan
menggunakan logika.
Dalam melakukan penyelidikan, untuk memecahkan suatu masalah yang
dihadapinya, para ilmuwan mempunyai teknik, pendekatan dan cara yang berbeda,
namun diantara perbedaan itu, para ilmuwan itu mempunyai falsafah yang sama,
yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu metode ilmiah, pendekatan, cara dan
tekhnik yang mereka tempuh itu yang
dinamakan metode.
Menurut Cecep Sumarna yang dikutip dari pendapat Archi J. Bahn beliau
mengatakan bahwa metode ilmiah itu satu, namun sekaligus banyak, artinya satu
tujuan untuk menylidiki dan menyelesaikan permasalahan, banyak bentuknya sesuai
tipe permasalahan masing-masing cabang ilmu dan kecendungan ilmuwan untuk
memakai cara yang mana dalam menyelesaikan masalahnya.[1]
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Sri Soeripto, ia menyatakan bahwa
meskipun para ilmuwan berbeda dalam pokok soal, namun semua ilmu menunjukkan
prosedur umum yang sama yang kemudian disebut dengan metode ilmiah atau ilmu
saja, oleh karena itu ilmu adalah suatu metode khusus yang telah dikembangkan
secara berangsur-angsur sepanjang abad untuk meningkatkan pengetahuan manusia
mengenai dunia ini.[2]
Secara ontologis ilmu mengkaji masalah yang terdapat dalam ruang lingkup
jangkauan pengalaman manusia, perbedaan antara lingkup permasalah yang
dihadapi, juga menyebabkan perbedaan metode dalam menyelesaikan masalah.
Perbedaan ini harus diketahui dengan benar untuk dapat menempatkan ilmu dalam
ilmu dalam perspektif yang sesungguhnya, masalah yang dihadapi ilmu adalah yang
nyata dan ilmu mencari jawaban pada dunia yang nyata pula.
Jadi metode ilmiah yang dimaksud dalam makalah ini yaitu cara, langkah,
tekhnik dan prosedur yang ditempuh, yang digunakan oleh seorang ilmuwan dalam
memperoleh pengetahuan secara
sistematis berdasarkan bukti fisis.
B.
Pengertian Metode Ilmiah
Metode ilmiah terdiri dari dua kata
yaitu, metode dan ilmiah. kata metode berasal dari bahasa Yunani “methodos”,
yang berarti cara atau jalan.[3]Dalam
bahasa inggris kata metode ditulis “method” dan
dalam bahasa arab disebut juga dengan “thariqah”. Sedangkan dalam bahasa
Indonesia kata ini berarti cara yang teratur dan berpikir baik untuk mencapai
maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya), cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan sesuatu / kegiatan guna mencapai suatu tujuan yang
ditentukan.[4]
Jadi metode merupakan salah satu
sarana untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya, bisa juga
diartikan dengan suatu proses, prosedur atau cara/ langkah-langkah sistematis
yang ditempuh oleh seseorang untuk mengetahui sesuatu.
Menurut Aristoteles penjelasan
ilmiah hendaknya memenuhi empat sebab/ empat prinsip penjelasan, yaitu:[5]
1). Sebab efisien yaitu lewat mana suatu perubahan dibuat (that by which some
change is wrought), 2). Sebab final dipahami sebagai tujuan untuk apa sebuah
perubahan dihasilkan (that for which a change produced), 3). Sebab materiil
(materil cause) adalah sebab ketika perubahan dibuat, 4). Sebab formal sebagai
sebab kemana (into which) sesuatu itu diubah.
Ilmu merupakan pengetahuan yang
didapatkan melalui metode ilmiah,bisa juga dikatakan ilmu sebagai suatu proses
yang merupakan kegiatan dari manusia, yang mempunyai prosedur (metode ilmiah),
yang bersifat sistematis[6].
Dari pengertian ilmu ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang bersifat
ilmiah yaitu pengetahuan yang dapat diandalkan (bersifat rasional) dan dapat
diuji kebenarannya (bersifat empiris dan rasional).
Dari pengertian metode dan ilmiah diatas dapat diketahui pengertian
metode ilmiah ada beberapa pendapat, diantaranya:[7] Menurut
George Kneller struktur rasional dari penyelidikan ilmiah yang disitu
pangkal-pangkal duga disusun dan di uji.
Arturo Rosenblueth memberikan
defenisi ilmiah sebagai prosedur dan ukuran yang dipakai oleh ilmuwan-ilmuwan
dalam penyusunan dan pengembangan cabang pengetahuan khusus mereka.
Kemudian George Abell merumuskan
metode ilmiah sebagai suatu prosedur khusus dalam ilmu yang mencakup 3 langkah,
yaitu: pengamatan gejala-gejala atau hasil-hasil dari percobaan-percobaan,
perumusan pangkal-pangkal duga yang melukiskan gejala-gejala ini dan yang
bersesuaian dengan kumpulan pengetahuan yang ada, pengujian pangkal-pangkal
duga ini dengan mencatat apakah mereka secara memadai meramalkan dan melukiskan
gejala-gejala baru atau hasil dari percobaan-percobaan yang baru.
Metode ilmiah itu adalah prosedur
untuk memperoleh pengetahuan, ilmu pengetahuan yang ada dan yang dipakai
manusia semuanya itu didapatkan melalui metode ilmiah. suatu pengetahuan baru
bisa dikatakan ilmu, apabila cara perolehannya dilakukan melalui
kerangka kerja ilmiah, dengan demikian metode ilmiah bisa
juga diartikan dengan prosedur yang digunakan ilmuwan dalam pencarian kebenaran
dengan cara kerja yang sistematis terhadap pengetahuan baru dan melakukan
peninjauan kembali kepada pengetahuan yang telah ada.
Itulah pengertian metode ilmiah yang
dikemukakan oleh beberapa para ahli yang jika disimpulkan yaitu metode ilmiah
merupakan berbagai prosedur yang mewujudkan pola-pola dan tata langkah dalam
pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, yang mana pola dan tata langkah procedural
itu dilaksanakan dengan cara-cara operasional dan teknis yang terperinci.
Intinya metode ilmiah itu merupakan
cara untuk mendapat pengetahuan secara ilmiah dan gabungan antara berpikir
rasional (bagaimana kita bisa menyesuaikannya dengan materi) dan berakhir pada
data yang empiris (data-data dan fakta yang bisa diamati).
Emperis yang berlandaskan pada fakta-fakta,
meski menjadi abstraksi intelektual dengan pendekatan rasional. Einstein dalam
konteks ini berkata: “ apapun teori teori yang menjembatani antara empirisme
dan rasionalisme , ia akan menjadi penjelas rasional yang sesuai dengan objek
dari fakta-fakta yang ada”, gabungan dari pendekatan empirisme dan rasionalisme
disebutnya sebagai metode ilmiah, oleh karena itu teori ilmiah harus memenuhi
dua syarat utama, yaitu:[8]
1.
Harus
konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan terjadinya kontradiksi
dalam teori keilmuwan secara keseluruhan
2.
Harus
cocok dengan fakta-fakta empiris, teori seperti apapun konsistennya, jika tidak
didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara
ilmiah, begitu juga sebaliknya, seberapa faktualnya fakta yang ada, tanpa
didukung oleh asumsi rasional, maka ia hanya akan menjadi fakta yang mati yang
tidak memberikan pengetahuan kepada manusia.
Munculnya ilmiah dalam bingkai filsafat kelihatannya
dipengaruhi oleh unsur alam yang terlihat begitu teratur, sehingga
para filosof menduga adanya azas tunggal dari alam yang menyebabkan ia begitu
tertib. Titus Smith dan Nolan berpendapat bahwa filsafat dan ilmu sama-sama
berupaya mencapai kebenaran melalui keteraturan alam, oleh karena itu metode
penelitian awal dan ilmu pengetahuan yang dikembangkan baik oleh filosof maupun
oleh ilmuwan awal cendrung cendrung sangat kosmosentris.
Corak-corak metodologis
yang dikembangkan menyebabkan ilmu pengetahuan bersifat positivistic (bebas
dari pikiran etis), deterministik (berdasarkan hokum kausalitas),
evolusionistik (melihat sejarah sebagai dasar menentukan objek yang diteliti)
sehingga segala sesuatu harus dijelaskan dengan metode kuantitatif dan
eksperimental melalui observasi.
C.
Prosedur Berpikir Ilmiah
Pemecahan masalah melalui metode
ilmiah tidak pernah berpaling dari perasaan, sebab tidak semua ilmuwan memiliki
perspektif filosof dalam melaksanakan penelitian. Padahal
tujuan ilmu ialah memperoleh kebenaran ilmiah, sebenarnya ilmu telah bergerak
kepada wilayah filsafat, ilmuwan yang kritis dan filosofis akan bertanya
tentang apa kebenaran ilmiah itu. Yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah yaitu,
ilmu dan kebenaran ilmiah tidak digarap oleh masing-masing cabang ilmu, tetapi
diserahkan kepada cabang filsafat yang disebut dengan filsafat ilmu.[9]
Kaidah keilmuwan selalu mendasarkan
pemikirannya pada penalaran yang rasional dan empiris, ilmu selalu melakukan
observasi dan melakukan penjelahan baru terhadap masalah yang dihadapi dari pra
anggapan, hipotesis dan pengujiannya melalui studi di lapangan,
selalu mencari arti terhadap hakekat permasalahan sambil terus melakukan
antisipasi yang mungkin akan terjadi.
Metode ilmiah dengan demikian adalah
ekspresi tentang cara berfikir yang diharapkan dapat menghasilkan karakteristik
tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, karakteristik yang dimaksud
disini bersifat rasional dan teruji sehingga memungkinkan lahirnya
pengetahuan yang disusunnya menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan, metode
ilmiah disini mencoba menggabungkan cara berfikir deduktif dan induktif dalam
membangun tubuh pengetahuan.
Dalam metode ilmiah, penelitian
dituntun dalam proses berfikir yang menggunakan analisa, di situ hipotesa juga
harus ada yang berguna untuk memadu jalan pikiran kea rah tujuan yang ingin
dicapai, sehingga hasil yang hendak diperoleh akan mencapai ssaran dengan
tepat.
Hipotesis disusun
berdasarkan cara kerja deduktif dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan
ilmiah yang telah diketahui sebelumnya, penyusunan hipotesis berguna untuk
menunjang terjadinya konsistensi dalam pengembangan ilmu secara keseluruhan dan
menimbulkan efek kumulatif dalam kemajuan ilmu, hipotesis dapat menjadi
jembatan pemaduan antara cara kerja deduksi dan induksi.
Setelah hipotesis ini tersusun, langkah
selanjutnya adalah menguji hipotesis yang disusun itu dengan
mengkonfirmasikannya dengan dunia fisik yang nyata, proses pengujian hipotesis ini
disebut juga dengan pengumpulan data.
Menurut J. Eigelberner menyebutkan
ada lima langkah dalam metode ilmiah yaitu 1). Adanya analisis
terhadap masalah 2). Pengumpulan fakta-fakta 3). Penggolongan dan pengaturan
data agar dapat menemukan kesamaan-kesamaan, urutan-urutan dan
hubungan-hubungan yang ada 4). Perumusan kesimpulan dengan menggunakan proses
penyimpulan logika dan penalaran 5). Pengujian dan pemeriksaan
kesimpulan-kesimpulan.
Selain prosedur berfikir
ilmiah, aspek lain yang menjadi daya dukung terhadap metode ilmiah ini menurut
Archi J. Bahm, yaitu:
1.
Masalah
yang menentukan ada atau tidak adanya ilmu, permasalahan dalam ilmu pengetahuan
memiliki tiga cirri khas, diantaranya:
a.
Permasalahan
ilmiah dapat dikomunikasikan dan dapat menjadi wacana public
b.
Permasalahan
yang dapat ditangani dengan sikap ilmiah
c.
Permasalahan
yang dapat ditangani dengan metode ilmiah
2.
Sikap
ilmiah, meliputi enam karakteristik, yaitu:
a.
Rasa
ingin tahu
b.
Spekulatif
c.
Objektif
( menggambarkan apa adanya sesuai dengan data-data yang dikumpulkan dan
diperoleh )
d.
Keterbukaan,
sikap terbuka adalah kesediaan untuk mempertimbangkan semua masukan yang
relevan menyangkut permasalahan yang dikerjakan
e.
Kesediaan
untuk menunda penilaian, dalam artian tidak memaksakan diri untuk memperoleh
jawaban jika penyelidikan belum memperoleh bukti yang diperlukan
f.
Tentative,
bersikap tentative artinya tidak bersikap dogmatis terhadap hipotesis maupun
simpulan, tetap menyadari bahwa tingkat kepastian pembuktian selalu kurang dari
seratus persen dan selalu memungkinkan timbulnya keraguan.
3.
Aktivitas,
pekerjaan ilmuwan yang terus menerus melakukan riset ilmiah disebut dengan
aktifitas, para ilmuwan mempunyai dua aspek dalam melakukan riset ini,
diantaranya:
a.
Aspek
individual yang mengacu kepada ilmu sebagai aktivitas ilmuwan, seseorang
dianggap telah menjadi ilmuwan karena ia telah melewati pengalaman, pelatihan
dan kesempatan dalam mengembangkan kemampuan dan ketrampilan yang
mengkondisikan caranya melakukan riset ilmiah dan menjadi spesialis ilmiah.
b.
Aspek
social yang mengacu kepada ilmu sebagai aktivitas suatu komunitas ilmiah,
kumpulan para ilmuwan.
4.
Simpulan,
yaitu pemahaman yang didapatkan sebagai hasil dari pemecahan masalah, namun
simpulan ini bukan titik akhir dari penelitian.
5.
Dampak, langkah
terakhir yang harus dilakukan ilmuwan adalah mencoba menela’ah dampak dari
ilmu, setidaknya ada dua persoalan yang mungkin dapat menjadi dampak dari ilmu
pengetahuan yaitu:
a.
Dampak
ilmu bagi teknologi dan industry melalui ilmu terapan
b.
Dampak
ilmu dalam masyarakat
D.
Langkah-Langkah Dalam Metode Ilmiah
Setiap kegiatan yang berkaitan
dengan ilmu pengetahuan, memiliki tahap-tahap dan prosedur tertentu,
alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dirinci dalam beberapa
langkah yang mencerminkan tahap-tahap kegiatan ilmiah diantaranya:
1.
Perumusan
masalah
Perumusan masalah ini merupakan
rangkaian pertanyaan- pertanyaan mengenai objek yang empiris ( data dan fakta
yang dapat diamati ) yang sudah jelas batasan- batasan masalahnya serta dapat
diidentifikasikan faktor- factor yang terkait dengan masalah tersebut.
Dalam perumusan masalah ini, setelah
masalahnya sudah jelas, maka dikelompokkan ilmu-ilmu yang akan digunakan yang
sesuai dengan masalah yang akan dibahas.
2.
Menyusun
kerangka berpikir
Penyusunan kerangka berfikir
merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara
brbagai factor yang saling terkait serta membentuk konstelasi permasalahan.
Karena berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan pada premis-premis
ilmiah yang telah teruji kebenarannya namun dimungkinkan pula pilihan yang
berbeda dari sejumlah premis ilmiah yang tersedia yang dipergunakan dalam
penyusunan argumentasi, serta dengan memperhatikan factor-faktor empiris yang
relevan dengan permasalahannya.
Penyusunan kerangka berpikir ini
merupakan konsep / teori, dari konsep / teori ini kita bisa mengetahui secara
umum hipotesis dari permasalahan tersebut.
3.
Merumuskan
hipotesis
Perumusan hipotesis ini merupakan
jawaban / dugaan sementara terhadap pertanyaan yand diajukan serta materinya
merupakan kerangka berpikir yang dikembangkan.
Pengujian hipotesis ini tidak
digukan untuk teks ( penelitian buku ), cara yang ditempuh dalam perumusan
hipotesis ini yaitu dengan melakukan pengujian-pengujian terhadap teori yang
digunakan, mengaitkannya dengan criteria-kriteria yang sedang berkembang, serta
mengemukakan pendapat-pendapat yang ada.
Hipotesis adalah kesimpulan yang
diperoleh dari penyusunan kerangka pikiran, berupa proposisi deduksi,
merumuskan berarti membentuk proposisi yang sesuai dengan
kemungkinan-kemungkinannya serta tingkat-tingkat kebenarannya.[10]
The Liang Gie dalam bukunya
pengantar filsafat ilmu, mendefenisikan hipotesis sebagai sesuatu keterangan
yang bersifat sementara atau untuk keperluan pengujian yang diduga mungkin
benar dan dipergunakan sebagai pangkal untuk penyelidikan lebih lanjut sampai
diperoleh kepastian dengan pembuktian.
Ada beberapa syarat logika yang
harus terkandung dalam hipotesis antara lain: dapat menjelaskan kenyataan yang
menjadi masalah dan dasar hipotesis, mengandung sesuatu yang mungkin, dapat
mencari hubungan kausal dengan argumentasi yang tepat, dapat diuji
kebenarannya.
Adapun macam-macam hipotesis yang
sering dijumpai adalah:
a.
Hipotesis
deskriptif, yaitu hipotesis “lukisan” yang menunjukkan dugaan sementara tentang
bagaimana benda-benda, peristiwa-peristiwa itu terjadi
b.
Hipotesis
argumentasi, yaitu hipotesis “penjelasan”, menunjukkan dugaan sementara mengapa
benda-benda atau peristiwa itu terjadi, hipotesis ini merupakan pernyataan
sementara yang diatur secara sistematis sehingga salah satu pernyataan
merupakan kesimpulan dari pernyataan lainnya.
c.
Hipotesis
kerja, yaitu merupakan hipotesis yang meramalkan atau menjelaskan akibat-akibat
dari suatu variabel yang menjadi
penyebabnya, jadi hipotesis ini menjelaskan suatu ramalan bahwa jika suatu
variabel tertentu akan berubah pula.
d.
Hipotesis
nol, yaitu hipotesis statistic yang bertujuan memeriksa ketidakbenaran sebuah
teori yang selanjutnya akan ditolak melalui bukti-bukti yang sah, melalui
prosedur ini maka kita membuat dugaan dengan hati-hati, bahwa menurut pendapat
kita tidak ada hubungan yang berarti atau perbedaan yang signifikan, dan
selanjutnya dicoba memastikan ketidakmungkinan hipotesis ini.
Jadi perumusan hipotesis ini
merupakan suatu usaha untuk memberikan penjelasan sementara mengenai hubungan
sebab akibat yang mengikat factor-faktor yang membentuk kerangka suatu masalah,
pada hakikatnya hipotesis ini merupakan hasil penalaran induktif dengan
menggunakan pengetahuan yang empirik.
4.
Pengujian
hipotesis
Pengujian hipotesis ini merupakan
langkah yang dilakukan dengan mengumpulkan data dan fakta-fakta yang relevan
dengan hipotesis yang sudah diajukan untuk membuktikan apakah fakta-fakta
tersebut mendukung hipotesis / tidak.
Pengujian hipotesis ini hanya
diperlukan dalam ilmu-ilmu pasti seperti matematika dan fisika, karena ilmu ini
sudah ada aturan tertentu dan tidak dapat diubah jadi mmerlukan kerangka teori,
sementara ilmu-ilmu lain hanya membutuhkan kerangka konseptual.
5.
Penarikan
kesimpulan
Langkah yang terakhir ini merupakan
penilaian apakah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima, ini
tergantung kepada fakta-fakta dan data yang mendukung hipotesis, sekira data
dan fakta-faktanya mendukung, maka hipotesis diterima kemudian dianggap menjadi
bagian dari pengetahuan ilmiah karena telah memenuhi persyaratan keilmuan
yankni mempunyai kerangka pengetahuan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah
sebelumnya serta telah teruji kebenarannya melalui data dan fakta-faktanya.
Dalam melakukan sebuah penelitian
ilmiah, semua langkah-langkah ini harus dilalui, dan baru bisa dikatakan dengan
ilmu pengetahuan.
.
E.
Kesimpulan
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa metode ilmiah merupakan
prosedur / langkah-langkah yang bersifat sistematis, yang ditempuh oleh seorang
ilmuwan dalam memperoleh pengetahuan yang baru maupun mengembangkan pengetahuan
yang sudah ada.
Proses kegiatan ilmiah itu akan muncul ketika seseorang mengamati sesuatu,
kemudian sesuatu yang diamatinya itu dianggap sebuah masalah, mulailah dia
berfiki tehadap sesuatu yang diamatinya tadi dan dianggap sebagai masalah
secara empiris, selanjutnya dia melakukan penelitian terhadap masalah tersebut
untuk menemukan jawabannya.
Dalam meneliti sebuah masalah yang bersifat ilmiah, seorang ilmuwan harus
menempuh beberapa langkah diantaranya: perumusan masalah, penyusunan kerangka
berpikir ( konsep / teori ), perumusan hipotesis ini hanya dibutuhkan pada
teks-teks hipotesis, pengujian hipotesis ini lebih diutamakan pada ilmu-ilmu
pasti saja, dan yang terakhir penarikan kesimpulan sehingga bisa dikatakan
pengetahuan yang ilmiah.
DAFTAR
PUSTAKA
Gie, Liang The,
Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1996
Hasan,
Fuad dan Koentjaningrat, Beberapa
Azas Metodologi Ilmiah, Jakarta: Gramedia, 1977
Kartanegara,
Mulyadhi , Integrasi Ilmu, Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2005
Salam,
Burhanuddin , Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, Jakarta: Asdi
Mahasatya, 2000
Soeprapto,
Sri, Metode Ilmiah dalam Filsafat Ilmu: Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Pengetahuan, Yogyakarta: Liberty,
2003
Soetriono dan
Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2007
Sumarna, Cecep , Filsafat ilmu: dari Hakikat Menuju
Nilai, Bandung: Pusaka Bani
Quraisyi, 2004
Suriasumantri,
S. Jujun , Filsafat ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2009
Tim
Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka
[1]
Drs. Cecep Sumarna, M.Ag, Filsafat ilmu: dari Hakikat Menuju Nilai, (
Bandung: Pusaka Bani Quraisyi, 2004) h. 103
[2]
Sri Soeprapto, Metode Ilmiah dalam Filsafat Ilmu: Sebagai Dasar Pengembangan
Ilmu Pengetahuan, ( Yogyakarta: Liberty, 2003) h. 128
[3]
.Fuad Hasan dan Koentjaningrat, Beberapa Azas Metodologi Ilmiah, (Jakarta:
Gramedia, 1977) h.16
[4]
Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka) cet. Ke-1 h.
580-581
[5]
Dr. Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu, ( Bandung: PT. Mizan Pustaka,
2005) cet. Ke 1 h.150
[6]
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, ( Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta, 1996) cet. Ke-2 h.90
[7]
Ibid h.111-112
[8]
Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu h. 109
[9]
. Ibid h. 106
[10]
Ibid h. 159
Tidak ada komentar:
Posting Komentar