Kamis, 18 Februari 2016

BANI UMAYYAH

    A.  PENDAHULUAN
Pada masa Rasul masih hidup, hampir tidak ditemukan persoalan-persoalan yang berarti, baik dalam masalah keagamaan maupun dalam kekhalifahan. Sepeninggal nabi, kekhalifahaan diteruskan oleh sahabat-sahabat dekat beliau yang dikenal dengan sebutan khulafaurrasyidin. Seiring dengan berkembangnya kehidupan, maka berkembang pulalah persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat. Setelah berakhir masa khulafaur rasyidin, kekhalifahan dilanjutkan oleh Umaiyah.
Menurut sebagian sejarahwan, Daulah Bani Umaiyah sebagai penerus kekhalifahan setelah Khulafaur Rasyidin, telah banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan, menurut mereka Bani Umaiyah hanya merupakan “penguasa-penguasa Arab, bukan “penguasa-penguasa Islam”. Mereka mengatakan bahwa Bani Umaiyah telah melakukan penindasan dan penganiayaan terhadap kaum muslimin yang bukan bangsa Arab.[1] Dalam perkembangan sejarah, tentu tidak tertutup kemungkinan ada kekurangan dan kelemahan, namun secara jujur harus diakui pula bahwa pada masa kekhalifahan Bani Umaiyah terdapat tokoh-tokoh yang memiliki perestasi luar biasa  yang dapat disejajarkan dengan nama ahli politik ulung di dunia, sebutlah misalnya Mu’awiyah, Abdul Malik bin Marwan,al-Walid ibn Abdil Malik, Umar bin Abdul Aziz..[2] Begitupun bermacam-macam hasil karya yang telah mereka tinggalkan seperti dinas pos, alat pencetak uang, organisasi tentara dan lain-lain.[3]
Pada makalah ini akan dibahas mengenai Bani Umaiyah itu sendiri, meliputi corak kepemimpinan yang dikembangkan, tingkat keberhasilan yang dicapai serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemajuan dan kemundurannya.









B.  PEMBAHASAN
1.    Latar Belakang Berdirinya Daulah Bani Umaiyah
Penyebutan “Daulah Bani Umaiyah” berasal dari nama Umaiyah ibnu ‘Abdi Syam ibnu ‘Abdi Manaf. Umaiyah segenerasi dengan Abdul Muthalib yang merupakan kakek Nabi Muhammad SAW.[4] Abdu Manaf memiliki dua anak Abdu Syam dan Hasyim. Abdu Syam memiliki dua anak pula, namanya Umaiyah dan Rabi’ah. Sedangkan Hasyim memiliki anak satu namanya Abdul Muthalib.[5] Jika melihat pada ranji/silsalah tersebut, maka Umaiyah adalah keturunan bangsawan dari kafilah Abdu Syam. Kedua keturunan ini merupakan orang-orang yang berpengaruh  dalam suku Quraisy.
Awalnya Bani Umaiyah adalah musuh  yang paling keras terhadap Islam, namun setelah mereka masuk Islam, mereka betul-betul memperlihatkan semangat kepahlawanan, hal ini mereka buktikan dalam peperangan yang dilancarkan terhadap orang-orang murtad dan orang-orang yang mengaku Nabi serta orang-orang yang enggan membayar zakat.[6]
Sebenarnya sejak awal, Bani Umaiyah sangat menginginkan jabatan khalifah itu, namun mereka belum memiliki kesempatan dan harapan pada masa khalifah Abu Bakar dan Umar. Kesempatan itu baru muncul setelah Usman menjadi  khalifah, apalagi setelah khalifah Utsman memberikan kekuasaan penuh kepada Muawiyah menjadi gubernur dengan menyerahkan semua daerah Syam dibawah kekuasaannya.
Setelah Usman terbunuh dan Ali diangkat menjadi khalifah, timbullah pertentangan antara Ali dengan Muawiyah. Muawiyah menuduh bahwa Ali telah lalai dalam membela Utsman dan melindungi pembunuh-pembunuhnya. Sejak itu mulailah berlangsung serangkaian pertempuran antara Muawiyah dan Ali. Pertempuran-pertempuran tersebutlah yang telah membawa terbunuhnya Ali.[7]
Meninggalnya Ali kemudian berimplikasi pada kekosongan pemerintahan (vacum of fower) di tubuh Islam. Orang-orang Hijaz mengangkat bai’at kepada Hasan bin Ali, tetapi Hasan menolak bai’at itu dan membuat perjanjian dengan Mu’awiyah. Hasan mempersilahkan Mu’awiyah menjadi khalifah, tetapi dengan syarat :
1.      Mu’awiyah tidak menaruh dendam kepada penduduk Iraq
2.      Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka
3.      Pajak tanah negri Ahwaz diperuntukkan kepada Hasan dan diberikan tiap bulan
4.      Mu’awiyah  membayar kepada saudaranya Husein 2 juta dirham
5.      Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari bani Abdi Syam.[8]
Akibat perjanjian ini, kedudukan Mu’awiyah bertambah kuat hingga akhirnya Mu’awiyah berhasil melakukan konsolidasi kekuatannya  dengan mendirikan Dinasti Umaiyah. Bani Umayyah telah membangun konstruksi politik yang sedemikian besar ketika berkuasa. Konstruksi kekuasaan dibangun dengan mekanisme kerajaan atau monarki, sehingga berimplikasi pada bergesernya pola orientasi kekuasaan, sentralisme kekuasaan pada Khalifah yang berdampak pada absolutisasi kebijakan Khalifah, berkurangnya peran ulama dalam pembuatan keputusan, serta munculnya lingkaran elit yang berbasis istana dengan dominasi kelompok-kelompok di sekeliling Khalifah.
Khalifah-khalifah besar yang berkuasa selama bani Umaiyah adalah  Mu’awiyah bin Abi Sofyan (661-680 M) Abd.al-Malik bin Marwan (685-705 M), al-Walid ibn Abd. Al-Malik (705-715 M), Umar ibn Abd al-Aziz (717 -720 M), dan Hasyim ibn Abd. Al-Malik (724-743 M).[9] Berikut adalah semua khlaifah-khalifah bani Umayyah;
1.      Mu’awiyah ibnu Abi Sufyan (661-681 M)
2.      Yazid ibn Mu’awiyah (681-683 M)
3.      Mua’wiyah ibnu Yazid (683-685 M)
4.      Marwan ibnu Hakam (684-685M)
5.      Abdul Malik ibn Marwan (685-705 M)
6.      Al-Walid ibnu Abdul Malik (705-715 M)
7.      Sulaiman ibnu Abdul Malik (715-717 M)
8.      Umar ibnu Abdul Aziz (717-720 M)
9.      Yazid ibnu Abdul Malik (720-824 M)
10.  Hisyam ibnu Abdul Malik (724-743 M)
11.  Walid ibn Yazid (734-744 M)
12.  Yazid ibn Walid [ Yazid III] (744 M)
13.  Ibrahim ibn Malik (744 M)
14.  Marwan ibn Muhammad (745-750 M)






2.    Kemajuan Peradaban Islam Masa Daulah Bani Umaiyah
Selama lebih kurang 90 tahun Bani Umaiyah memerintah, dinasti ini telah banyak melakukan perubahan dan kebijkan, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer dan lain-lain.
Perubahan dalam Bidang Politik / Pemerintahan / Militer
a.    Pemisahan Kekuasaan
Menurut Ali Ibrahim Husen dalam bukunya al-Nazham al-Islamiyah seperti yang dikutip oleh  Prof.Dr.Midir Harun dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam jilid I, pada masa Khulafaur Rasyidin kekuasaan agama dan kekuasaan politik belum terjadi pemisahan, namun pada masa Umaiyah hal ini telah mengalami penafsiran baru.[10] Umaiyah telah melakukan pemisahan antara kekuasaan agama dan politik. Pemisahan ini cukup beralasan, karena Mu’awiyah sebagai penguasa bukanlah seorang yang ahli dalam masalah keagamaan. Oleh karena itu dikota-kota besar ditunjuk para qadhi atau hakim untuk menghukum sesuatu sesuai dengan ijtihadnya yang bersandarkan kepada al-Qur’an dan Hadis.[11]

b.    Perluasan dan Pembagian Wilayah
Perluasan wilayah yang terjadi pada masa ini merupakan salah satu parameter keberhasilan dari politik luar negeri yang dibangun oleh umat Islam pada era Bani Umayyah. Perluasan ini menambah batas teritorial wailayah kekuasaan Bani Umaiyah.
            Dizaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Di sebelah Timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai kesungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke Ibu Kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke Timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd Al-Malik, dia menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Baikh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Mayoritas penduduk dikawasan ini kaum Paganis. Pasukan Islam menyerang wilayah Asia Tengah pada tahun 41H / 661M. pada tahun 43H / 663M mereka mampu menaklukkan Salistan dan menaklukkan sebagian wilayah Thakaristan pada tahun 45H / 665M. Mereka sampai kewilayah Quhistan pada tahun 44 H / 664 M. Abdullah Bin Ziyad tiba dipegunungan Bukhari. Pada tahun 44 H / 664 M para tentaranya datang ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan dari daerah Punjab sampai ke Maitan
            Ekspansi kebarat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid Ibn Abd Abdul Malik (705M-714M). Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia, tidak ada pemberontakan dimasa pemerintahanya. Dia memulai kekuasaannya dengan membangun Masjid Jami’ di Damaskus. Masjid Jami’ ini dibangun dengan sebuah arsitektur yang indah, dia juga membangun Kubbatu Sharkah dan memperluas masjid Nabawi, disamping itu juga melakukan pembangunan fisik dalam sekala besar.
Pada masa pemerintahannya terjadi penaklukan yang demikian luas, penaklukan ini dimulai dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa yaitu pada tahun 711M. Setelah Al Jazair dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq Bin Ziyad pemimpin pasukan Islam dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal nama Bibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan, ibu Kota Spanyol Kordova dengan cepatnya dapat dikuasai, menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Sevi’e, Elvira, dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Pada masa inilah pemerintah Islam mencapai wilayah yang demikian luas dalam rentang sejarahnya., dia wafat pada tahun 96H / 714M dan memerintah selama 10 tahun.
Di zaman Umar Ibn Abd. Al-Aziz masa pemerintahannya diwarnai dengan banyak Reformasi dan perbaikan. Dia banyak menghidupkan dan memperbaiki tanah-tanah yang tidak produktif, menggali sumur-sumur baru dan membangun masjid-masjid. Dia mendistribusikan sedekah dan zakat dengan cara yang benar hingga kemiskinan tidak ada lagi di zamannya. Di masa pemerintahannya tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat ataupun sedekah. Berkat ketaqwa’an dan kesalehannya, dia dianggap sebagai salah seorang Khulafaur Rasyidin. Penaklukan dimasa pemerintahannya pasukan Islam melakukan penyerangan ke Prancis dengan melewati pegunungan Baranese mereka sampai ke wilayah Septomania dan Profanes, lalu melakukan pengepungan Toulan sebuah wilayah di Prancis. Namun kaum muslimin tidak berhasil mencapai kemenangan yang berarti di Prancis. sangat sedikit terjadi perang dimasa pemerintahan Umar. Dakwah Islam marak dengan menggunakan nasehat yang penuh hikmah sehingga banyak orang masuk Islam, masa pemerintahan Umar Bin Abd Aziz terhitung pendek.
Di zaman Hasyim Ibn Abd Al-Malik (724-743M) pemerintahannya dikenal dengan adanya perbaikan-perbaikan dan menjadikan tanah-tanah produktif. Dia membangun kota Rasyafah dan membereskan tata administrasi. Hasyim dikenal sangat jeli dalam berbagai perkara dan pertumpahan darah. Namun dia dikenal sangat kikir dan pelit. Penaklukan dimasa pemerintahannya yang dipimpin oleh Abdur Rahman Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers, dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun dalam peperangan yang terjadi diluar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Prancis pada tahun 114H / 732M. peristiwa penyerangan ini merupakan peristiwa yang sangat membahayakan Eropa
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat. Wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan Purkmenia, Ulbek, dan Kilgis di Asia Tengah. Khususnya dibidang Tashri, kemajuan yang diperoleh sedikit sekali, sebab kurangnya dukungan serta bantuan pemerintah (kerajaan) waktu itu. Baru setelah masa khalifah Umar Bin Abd Al-Aziz kemajuan dibidang Tashri mulai meningkat, beliau berusaha mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena para penghafal hadits sudah meninggal sehingga Umar Bin Abd Al-Aziz berusaha untuk membukukan Hadits.
Dalam pembagian wailayah, Bani Muawiyah membagi  kepada 10 propinsi yang masing-masing propinsi dikepalai oleh seoarang gubernur yang bertanggung jawab langsung kepada khalifah. Gubernur diberi hak untuk menunjuk wakilnya di daerah yang dinamakan dengan ‘amil. Belanja daerah didasarkan pada sumber yang ada di daerah ( semacam PAD ). Sisa keuangan daerah dikirim ke pusat untuk mengisi kas negara (baitul mal).[12]
Ke 10 wilayah propinsi tersebut adalah (1) Syiria dan palestina, (2) Kufah dan Iraq, (3) Basrah, Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Najd dan Yamamah, (4) Armenia, (5) Hijaza, (6) Karman dan India, (7) Egyp (Mesir), (8) Ifriqiyah (Afrika Utara), (9) Yaman dan Arab Selatan dan (10) Andalus.[13]

c.    Pemerintahan
Dalam bidang politik pemerintahan, bani Umaiayah telah mengalami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya. Bani Umaiyah telah membentuk beberapa Diwan (Departemen), diantaranya :
1)   Diwan al-Rasail
Dewan ini bertugas mengurus masalah persuratan, baik  pusat dan daerah. Pada awalnya untuk urusan surat pusat memakai pengantar bahasa Arab dan daerah memakai pengantar bahasa Yunani dan Persi sebelum bahasa Arab menjadi resmi bahasa negara
2)   Diwan al-Kharraj
Diwan ini bertugas mengurus masalah pajak dan berkedudukan ditiap propinsi. Diwan ini dikepalai oleh Shahib al-Kharraj yang diangkat oleh khalifah dan bertanggung jawab kepada khalifah. Diwan ini juga bertugas mengatur keuangan di daerah. Pembentukan diwan ini sanagat penting  untuk mengontrol pemakaian keuangan negara.
3)   Diwan al-Barid
Diwan ini bertugas menyampaikan berita-berita rahasia kepada pemerintah (khalifah) mengenai aktifitas gubernur yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah.[14] Keberadaan diwan ini secara tidak langsung memberi kemudahan bagi khalifah untuk mengontrol daerah kekuasaannya.
4)   Diwan al-Khatam
Diwan ini bertugas melakukan pencatatan, Setiap peraturan yang dikeluarkan oleh kahlifah harus disalin dalam suatu register, yang asli harus disegel dan dikirm ke alamat yang dituju. Penataan administrasi negara seperti ini sangat diperlukan untuk menghindari kekacauan dan untuk memudahkan pemerintah melakukan monitor  serta mengembangkan negara yang tertib dan teratur.[15]
5)   Politik Arabisasi
Politik ini bertujuan untuk memperkokoh kedudukan Umaiyah dalam jabatan pemerintahan. Bani Umaiyah melakukan usaha-usaha arabisasi, seperti mengangkat kepala-kepala wilayah dari bangsa Arab, mengajarkan bahasa arab diseluruh wilayah Islam, menerjemahkan buku-buku asing kedalam bahasa arab. Dan kemudian berlanjut kepada terjadinya perubahan bentuk pemerintahan dari demokrasi menjadi kerajaan (mamlakah/monarchi). Muawiyah menunjuk anaknya menjadi khlaifah  penggantinya.
Menurut A.Hasjmy dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam bahwa organisasi negara dan susunan pemerintahan pada masa Bani Umaiyah tertdiri dari :
1.    Organisasi Politik ( al-Nizham al-Siyasi) yang meliputi :
a.    Khilafah, yaitu peralihan bentuk kekuasaan dari Syura yang bersendikan agama menjadi bentuk kerajaan (mamlakah).
b.    Al-Kitabah atau disebut juga dewan sekretaris negara (Diwan al-Kitabah), meliputi :
1)      Katib al-Rasail (Sekretaris urusan persuratan)
2)      Katib al-Kharraj (Sekretaris urusan Pajak/Keuangan)
3)      Katib al-Jund (Sekretaris urusan ketentaraan)
4)      Katib  al-Syurthakh ( Sekretaris urusan Kepolisian)
5)      Katib al-Qadhi (Sekretaris urusan Kehakiman)
c.     Al-Hijabah ( urusan pengawalan keselamatan Khalifah). Pembentukan organisasi ini untuk menghindari kejadian-kejadian yang menimpa khalifah-khalifah sebelumnya, shingga siapapun yang ingin bertemu khalifah tidak akan diperkenankan sebelum mendapat izin dari  para pengawal (hujjab)
2.    al-Nizham al-Idary (Organisasi Tata Usaha Negara), dengan membentuk bebrapa diwan
3.    Al-Nizham al-maly (Organisasi Keuangan/Ekonomi), terdiri dari al-Dharaaib (Dinas Pajak) dan Mshararif  Bait al-Mal
4.    al-Nizahmul Harby (Organisasi Pertahanan)
5.    al-Nizaham al-Qadhai (Organisasi Kehakiman)[16]

Berdasarkan kepada penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa Bani Umaiyah, secara kelembagaan memiliki keinginan yang kuat untuk mensejahterakan rakyat dan pada sisi lain tetap berusaha mempertahankan dan memelihara kekuasaannya.

d.   Militer
Organisasi pertahanan pada masa Bani Umaiyah hampir sama dengan masa khalifah umar. Pada masa khalifah Umar tentara lebih bersifat sukrela, sedangkan pada masa Bani Umaiyah dengan adanya undang-undang militer (al-Nizham Tajnidi al-Ijbari), maka orang dipaksa untuk masuk tentara.
Politik ketentaraan ini adalah politik Arab, dimana anggota tentara haruslah dari orang Arab. Keadaan ini berlanjut sampai  wilayah kekuasaan Bani Umaiyah semakin meluas sampai ke Afrika Utara, Andalusia dan lain-lain. Akibat luasanya wilayah kekuasaan ini Bani Umaiyah terpaksa meminta bantuan kepada bangsa Bebar untuk menjadi bahagian dari tentara bani Umaiyah.

e.    Ekonomi dan Perdagangan
Perluasan wilayah yang dilakukan Bani Umaiyah merupakan salah satu parameter keberhasilan dari politik luar negeri yang dibangun oleh umat Islam pada era ini. Dengan adanya batas territorial baru tersebut, hubungan antara umat Islam dengan bangsa lain di luar Timur Tengah juga menjadi semakin intensif dan hubungan perdagangan pun dibuka dengan bangsa lain.
Bertambah luasnya territorial umat Islam ini juga berdampak pada struktur birokrasi pemerintahan pada Bani Umayyah. Sebagai implikasi munculnya daerah baru, pada saat itu muncul gubernur-gubernur yang memerintah daerah baru tersebut sebagai wakil dari pemerintah pusat. Adanya gubernur yang menjadi wakil administratif tersebut kemudian menambah pemasukan di Baitul Mal berupa jizyah dari orang non-muslim yang berada di wilayah kekuasaan umat Islam
Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada zaman Bani Umayyah terbukti berjaya membawa kemajuan kepada rakyatnya adalah  pembangunan  di sektor pertanian dengan pengenalan sistem irigasi dan pembangunan sktor industri.
Dibidang keuangan (fiskal), Bani Umaiyah memberlakukan sistem pajak (al-Dharaaib), yaitu kewajiban yang harus dibayar oleh warga negara. Kepada penduduk dari negeri yang baru ditaklukkan, terutama yang belum masuk Islam ditetapkan pajak-pajak istimewa. Pada masa bani Umaiyah juga telah dilakukan pencetakan mata uang secara teratur. Pembayaran dilakukan dengan mata uang ini.
Meskipun sering kali terjadi pergolakan dan pergumulan politik pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayyah, namun terdapat juga usaha positif yang dilakukan daulah ini untuk kesejahteraan rakyatnya.Diantara usaha positif yang dilakukan oleh para khilafah daulah Bani Umayyah dalam mensejahterakan rakyatnya ialah dengan memperbaiki seluruh system pemerintahan dan menata administrasi, antara lain organisasi keuangan. Organisasi ini bertugas mengurusi masalah keuangan negara yang dipergunakan untuk:
-          Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.
-          Pembangunan pertanian, termasuk irigasi.
-          Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
-          Perlengkapan perang
Disamping usaha tersebut daulah Bani Umayyah memberikan hak dan perlindungan kepada warga negara yang berada dibawah pengawasan dan kekuasaannya. Masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan kesewenangan. Oleh karena itu, Daulah ini membentuk lembaga kehakiman. Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh seorang ketua Hakim (Qathil Qudhah). Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara dengan ijtihadnya. Para hakim menggali hukum berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping itu kehakiman ini belum terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan kekuasaan penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau pengaruh suatu golongan politik tertentu. Disamping itu, kekuasaan Islam pada masa Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pengembangan peradaban seperti pembangunan di berbagai bidang, seperti:
-          Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.
-          Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah
-          Arsitektur semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).
-          Pembuatan mata uang di zaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri Islam.
-          Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat untuk orang-orang yang infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.
-          Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu itu berjumlah 1700 buah.
Pada masa Umayyah, (Khalifah Abd Al-Malik) juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.

f.     Sistem Sosial Kemasyarakatan
Luasnya daerah kekuasan bani Umaiyah, telah membuat dinasti ini dihuni oleh berbagai kelompok etnis, Arab, perancis, suraih, kopri, Barbar, Vanda, Turki dan lain-lain. Orang Arab meskipun merupakan unsur minoritas  didaerah-daerah yang ditaklukkan, namun mereka memegang peranan penting secara politis dan sosial.
Pada masa dinasti Umaiyah, orang-orang Arab memandang dirinya lebih mulia dibanding orang-orang non arab. Kaum muslimin bukan arab digelar dengan sebutan Al-Mawal, yaitu budak-budak tawanan perang yang telah dimerdekakan. Orang-orang arab memaqndang dirinya “sayyid” (tuan) atas bangsa bukan arab, seakan-akan mereka dijadikan tuan untuk memerintah. Oleh karena itu orang-orang Arab dalam masa ini hanya bekerja dalam bidang politik dan pemerintahan, sedangkan bidang usaha-usaha lain seperti pertukangan dan kerajinan diserahkan kepada Mawali.
Akibat dari politik kasta ini , lahirlah satu gerakan rahasia yang terkenal dengan nama Asy-Syu’ubiyah yang bertujuan melawan paham yang membadakan derajat kaum muslimin yang sebetulnya mereka bersaudara.

g.    Pendidikan dan Iptek
Perkembangan kehidupan akal dan ilmu sebenarnya telah dimulai sejak Bani Umaiyah (khalifah Abdul Malik) menggerakkan politik Arabisasi (penerjemahan buku-buku yang berbahasa persi dan yunani kedalam bahasa arab). Perkembangan yang paling menonjol adalah ilmu tafsir dan ilmu hadis.
Kebutuhan terhadap hukum dan perundang-undangan yang sumbernya adalah al-Qur’an menjadi sebab pesatnya perkembaangan ilmu Tafsir. Ahli tafsir pertama ayang lahir pada masa ini adalah Ibnu Abbas (wafat 68 H). menurut riwayat beliau adalah orang pertama yang menafsirksan all-Qur’an. Kemudian muncul nama Mujahid (wafat 104)[17]
Begitupun dengan ilmu hadis, ilmu ini lebih berkembang karena   mufassir sanagat memerlukan hadis untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam menafsirkan al-Qur’an. Pada masa Khlaifah Umar bin Abdul Aziz,  barulah kamu muslimin membukukan hadis, sehingga muncullah nama-nama penulis hadis, seperti Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhri (wafat 123),Ibnu Abi Malikah (wafat 119 H), al-Auza’I (wafat 159 H), hasan Basri (wafat 110 H)[18] dan lain-lain.Disamping itu muncul pula ilmu tata bahasa arab (nahwu). Sibawaihi (793 M) menuyusun al-kitab untuk mempelajari bahasa arab bagi orang-orang yang tidak mengerti bahasa arab[19], termasuk ilmu al-qur’an, fiqh, tarekh, jughrafi,dan lain-lain.
  
h.    Kesenian
Seperti diketahui, bahwa orang-orang arab adalah orang-orang yang sangat mencintai seni tertuma seni sasatra (syair). Syair bagi mereka memeiliki magnet yang sangat kuat untuk memberi semangat hidup. Pada masa bani Umaiyah beberapa cabang seni budaya mengalami perkembangan, seperti seni bahasa, seni suara, seni rupa dan seni bangunan (arsitektur).[20]
 Terjadinya perubahan-perubahan dalam bidang politik, ekonomi dan sosial, menyebabkan timbulnya perbedaan-perbedaan dan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Hal ini menuntut manusia yang hidup dieranya untuk lebih siap.
Diantara penyair terkenal dimasa Bani Umaiyah tercatat nama seperti Nukman bin Basyir an-Anshary (wafat 69), Abu Aswad Addualy, dan lain-lain. Dalam hal seni mengarang surat menyurat (seni Insya’) terkenal nama Hisyam bin Abdul maliki, Abdul Hamid bin yahya, begitupun dalam seni rupa, seni bangunan dan lain-lain.

i.      Pemikiran dan Filsafat
Perkembangan pemikiran dan filsafat pada awalnya memang tidaklah begitu menggairahkan, karena pembesar-pembesar bani Umaiyah tidak terlalu tertarik dengan ini. Ilmu filsafat apat berkembang dengan baik pada islam di spanyol. Spanyol merupakan salah satu jalur transmisi perpindahan ilmu pengetahuan islam ke Barat.
 Filsafat ini mulai dipelajarai dan dikembangkan oleh umat Islam di Spanyol pada abad 19 M, yakni pada masa pemerintahan Muhammad bin Abd al-Rahman (832-886 M),kemudian berkembang pada masa al-hakam.[21]
 Pada masa ini terkenal beberapa filosof, seperti Abu Bakar Muhammad ibn al-Sayigh (wafat 1138 M), Abu Bakr ibn Thufail (Wafat 1185). Disamping filofof dia juga ahli astronomi, kedokteran dan sebagainya.

j.      Munculnya Banyak Pemberontakan
Berbagai keberhasilan yang diperoleh pada daulah ini, tentunya tidak luput dari kekurangan atau konflik yang terjadi di dalam daulah tersebut, seperti perpolitikkan pada saat ini kondisinya labil. Disebabkan Muawiyah dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya dengan al-Hasan bin ‘Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada dewan syura kaum Muslimin dan terserah kepada mereka siapa yang dipilih untuk mengisi kekosongan jabatan khalifah.[22]
Pada saat deklarasi pengangkatan anaknya, yaitu Yazid sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan mentang di kalangan rakyat. Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya.
Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein bin ‘Ali dan ‘Abdullah Bin Zubair Ibnul Awwam. Bersamaan dengan itu, kaum Syi’ah (pengikut ‘Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) melakukan penggabungan kekuatan kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husein bin ‘Ali. Pada tahun 680 M, ia berangkat dari Mekkah ke Kufah atas tipu daya golongan Syi’ah yang ada di Irak. Ummat Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid . Mereka berusaha menghasut dan mengangkat Husein sebagai khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karballa, sebuah daerah di dekat Kufah, tentara dan seluruh keluarga Husein kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karballa.
Perlawanan orang-orang Syi’ah tidak padam dengan sebab terbunuhnya Husein. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum Syi’ah terjadi. Yang termashur diantaranya adalah pemberontakan al-Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687 M. Al-Mukhtar (yang pada akhirnya mengaku sebagai Nabi) mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Al-Mukhtar terbunuh dalam peperangan melawan gerakan oposisi lainnya, gerakan ‘Abdullah bin Zubair. Namun, Ibnu Zubair juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi’ah.[23]
‘Abdullah bin Zubair membina gerakan oposisinya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah al-Husein bin ‘Ali terbunuh.[24] Tentara Yazid kemudian mengepung Madinah dan Makkah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tidak terhindarkan. Namun, peperangan terhenti karena Yazid wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus. Gerakan ‘Abdullah bin Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan ‘Abdul Malik bin Marwan. Tentara Bani Umayyah dipimpin al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi berangkat menuju Thaif, kemudian ke Madinah dan akhirnya meneruskan perjalanan ke Makkah. Ka’bah diserbu. Keluarga Ibnu Zubair dan sahabatnya melarikan diri, sementara Ibnu Zubair sendiri dengan gigih melakukan perlawanan sampai akhirnya terbunuh pada tahun 73 H/692 M.[25]
Selain gerakan-gerakan yang telah dijelaskan di atas, gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan kelompok Khawarij dan Syi’ah juga dapat diredakan. Keberhasilan memberantas gerakan-gerakan itulah yang membuat orientasi pemerintahan dinasti ini dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol (andalus). Hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul Aziz (717-720 M). Ketika dinobatkan sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, dia berhasil menyadarkan golongan Syi’ah. Dia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Zakat diperingan. Kedudukan mawali disejajarkan dengan muslim Arab.

k.    Faktor- faktor yang Menyebabkan Kemunduran Daulah Bani Umaiyah
            Sebagai sebuah kekhalifahan, Bani Umaiyah memiliki peranan penting dalam perkembangan masyarakat, baik dibidang politik, ekonomi dan sosial, hal ini sangat didukung oleh pengalaman pengalaman politik Mu’awiyah yang telah mampu mengendalikan situasi dan menepis berbagai anggapan miring tentang pemerintahannya.
            Daulah Umaiyah mencapai puncak kejayaannya pada masa kepemimpinan khalifah umar bin Abd. Aziz. Pada masa ini bahasa arab telah resmi menjadi bahasa pemerintah, juga telah banyak melakukan penaklukan untuk memperluas wilayah kekhalifahan Islam, salah satunya adalah penaklukan Spanyol yang dipimpin oleh Thariq bin Ziyad. Penaklukan ini membuka jalan terwujudnya jembatan ilmu pengetahuan antara Arab dan Yunani. Pada masa ini lahirlah ilmuan-ilmuan muslim ternama, seperti dalam bidang filsafat terkenal nama Ibn Rusyd. Di bidnag kimia dan astronomi Abbas ibn Famas (yang dikenal dengan Al-Hazen) yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim bin Yahya al-Naqqash yang berhasil membuat teropong yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang.
            Dari  berbagai kemajuan yang dicapai oleh Bani Umaiyah, ternyata tidak mampu membuat daulah ini bertahan, akibat kelemahan-kelemahan internal dan kuatnya tekanan yang datang dari pihak luar, sepeti kekuasaan wilayah yang sangat luas dalam waktu yang singkat tidak berbanding lurus dengan komunikasi yang baik, menyebabkan kadang-kadang suatu wilayah situasi keamanan dan kejadian-kejadian tidak segera diketahui oleh pusat. Akibat komunikasi yang buruk maka sulit untuk mendeteksi gerak-gerik lawan politik Umayyah.
            Selanjutnya adalah mengenai lemahnya para khalifah. Di antara kesemua khalifah dari Dinasti Umayyah tentunya tidak semua khalifah yang cakap, kuat dan pandai mengendalikan Negara, ada juga di antara mereka itu sangat lemah dan tidak mampu mengatur Negara bahkan mereka terkurung di istana dengan hidup bersama gundik-gundik, minum-minuman keras dan tenggelam dalam musik.
Kemudian pada tahun 750 M terjadi perkuatan pada golongan oposisi. Daulat umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim Al-khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Dinasti Umayyah, melarikan diri ke mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.
Adapun hal-hal yang membawa kemuduran Bani Umaiyah, antara lain disebabkan oleh:
1.    Sistem pergantian khalifah yang bersifat monarki atau mamlakah, yang lebih menekankan pada garis keturunan an aspek senioritas.
2.    Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umaiyah yang tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik. Para pengkiut Ali (kelompok Syi’ah) dan Khawarij  terus menjadi gerakan oposisi baik secara terbuka maupun tersembunyi yang mengakibatkan energi pemerintah tersedot untuk mengatasi hal ini.
3.    Ketidak puasan sejumlah masyarakat non Arab (Mawali) atas kebijakan pemerintah yang membatasi  kebebasan mereka untuk mendapatkan hak mereka sebagai rakyat
4.    Sikap hidup mewah yang dipertontonkan oleh  kalangan istana dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap perkembangan agama.
5.    Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Abbas ibn Abd. Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari golongan Syi’ah dan Mawaliy.
Sepertinya semua kerajaan-kerajaan di manapun dan kapanpun, salah satu yang selalu menjadi faktor dalam kemundurannya adalah disebabkan oleh ketidak sadaran rajanya ataupun kalangan istana terhadap kekayaan yang mereka nikmati, tepatnya mereka larut dalam kesenangan mereka terhadap kekayaan, sehingga mereka lupa akan tugas dan rakyat mereka. Dari hal ini memang dapat disimpulkan, kalau manusia itu apabila telah memiliki harta yang melimpah, sering dan bahkan mungkin selalu melakukan kesalahan yang mengakibatkan mereka sendiri yang akan menanggung akibatnya, seperti runtuhnya kerajaan mereka.

KEPUSTAKAAN
A.Syalabi, at-Tarkhul Islami walhadharatul Islamiyah, terjemahkan oleh .Mukhtar Yahya dan Sanusia Latif, Sejarah Kebudayaan Islam jilid 2,  cet.II, (Pustaka Alhusna,1992)
Maidir Harus, Firdaus, Sejarah Peradaban Islan jilid I,cet.I,(Padang:IAIN IB Press,2001)
Midir Harun, Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, jilid I (IAIN IB Press, cet I,2001)
Muhammad Sayyid al-Wakil, Wajah Dunia Islam
A.Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam cet. Ke 4,(Jakaarta: Bulan Bintang,1993)
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993)





[1]A.Syalabi,at-Tarkhul Islami walhadharatul Islamiyah, terjemahkan oleh .Mukhtar Yahya dan Sanusia Latif, Sejarah Kebudayaan Islam jilid 2,  cet.II, (Pustaka Alhusna,1992)h.15
[2]Ibid, h. 14
[3]Ibid. 
[4]Maidir Harus, Firdaus, Sejarah Peradaban Islan jilid I,cet.I,(Padang:IAIN IB Press,2001), h.79
[5]A. Syalabi,Sejaran dan Kebudayaan Islam 2,
                [6]Ibid, h.
[7]Ibid
[8]Op-cit, h. 34
[9]Ibid, h.81
[10]Midir Harun, Firdaus, Sejarah Peradaban Islam jilid I (IAIN IB Press, cet I,2001) h.82
[11]Ibid.
[12]Ibid. h. 83
[13]Ibid.
[14]Ibid
[15]Ibid. h.86
[16] A.Hasjmy,Sejarah Kebudayaan Islam cet. Ke 4,(Jakaarta:Bulan Bintang,1993),h.169
[17]A.Hasjmi,. 185 
[18] Ibid, h.186
[19]Maidir harus, Firdaus, opcit. H.98
[20] Hasjmy, op.cit, h.195
[21]Badri yatim,Sejarah Peradaban Islam, (jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), h.91
[22] Muhammad Sayyid al-Wakil, Wajah Dunia Islam, hal. 34
[23] Ibid., hal. 38.
[24] Ibid., hal. 41
[25] Ibid., hal. 45

Tidak ada komentar:

Posting Komentar