Pada masa Rasul masih
hidup, hampir tidak ditemukan persoalan-persoalan yang berarti, baik dalam
masalah keagamaan maupun dalam kekhalifahan. Sepeninggal nabi, kekhalifahaan
diteruskan oleh sahabat-sahabat dekat beliau yang dikenal dengan sebutan
khulafaurrasyidin. Seiring dengan berkembangnya kehidupan, maka berkembang
pulalah persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat. Setelah berakhir masa
khulafaur rasyidin, kekhalifahan dilanjutkan oleh Umaiyah.
Menurut sebagian sejarahwan,
Daulah Bani Umaiyah sebagai penerus kekhalifahan setelah Khulafaur Rasyidin,
telah banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan, menurut mereka Bani Umaiyah
hanya merupakan “penguasa-penguasa Arab, bukan “penguasa-penguasa Islam”.
Mereka mengatakan bahwa Bani Umaiyah telah melakukan penindasan dan
penganiayaan terhadap kaum muslimin yang bukan bangsa Arab.[1]
Dalam perkembangan sejarah, tentu tidak tertutup kemungkinan ada kekurangan dan
kelemahan, namun secara jujur harus diakui pula bahwa pada masa kekhalifahan
Bani Umaiyah terdapat tokoh-tokoh yang memiliki perestasi luar biasa yang dapat disejajarkan dengan nama ahli
politik ulung di dunia, sebutlah misalnya Mu’awiyah, Abdul Malik bin
Marwan,al-Walid ibn Abdil Malik, Umar bin Abdul Aziz..[2]
Begitupun bermacam-macam hasil karya yang telah mereka tinggalkan seperti dinas
pos, alat pencetak uang, organisasi tentara dan lain-lain.[3]
Pada makalah ini akan
dibahas mengenai Bani Umaiyah itu sendiri, meliputi corak kepemimpinan yang
dikembangkan, tingkat keberhasilan yang dicapai serta faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi kemajuan dan kemundurannya.
B.
PEMBAHASAN
1.
Latar Belakang Berdirinya Daulah Bani Umaiyah
Penyebutan “Daulah Bani
Umaiyah” berasal dari nama Umaiyah ibnu ‘Abdi Syam ibnu ‘Abdi Manaf. Umaiyah
segenerasi dengan Abdul Muthalib yang merupakan kakek Nabi Muhammad SAW.[4]
Abdu Manaf memiliki dua anak Abdu Syam dan Hasyim. Abdu Syam memiliki dua anak
pula, namanya Umaiyah dan Rabi’ah. Sedangkan Hasyim memiliki anak satu namanya
Abdul Muthalib.[5]
Jika melihat pada ranji/silsalah tersebut, maka Umaiyah adalah keturunan
bangsawan dari kafilah Abdu Syam. Kedua keturunan ini merupakan orang-orang
yang berpengaruh dalam suku Quraisy.
Awalnya Bani Umaiyah
adalah musuh yang paling keras terhadap
Islam, namun setelah mereka masuk Islam, mereka betul-betul memperlihatkan
semangat kepahlawanan, hal ini mereka buktikan dalam peperangan yang
dilancarkan terhadap orang-orang murtad dan orang-orang yang mengaku Nabi serta
orang-orang yang enggan membayar zakat.[6]
Sebenarnya sejak awal,
Bani Umaiyah sangat menginginkan jabatan khalifah itu, namun mereka belum
memiliki kesempatan dan harapan pada masa khalifah Abu Bakar dan Umar.
Kesempatan itu baru muncul setelah Usman menjadi khalifah, apalagi setelah khalifah Utsman
memberikan kekuasaan penuh kepada Muawiyah menjadi gubernur dengan menyerahkan
semua daerah Syam dibawah kekuasaannya.
Setelah Usman terbunuh dan
Ali diangkat menjadi khalifah, timbullah pertentangan antara Ali dengan
Muawiyah. Muawiyah menuduh bahwa Ali telah lalai dalam membela Utsman dan
melindungi pembunuh-pembunuhnya. Sejak itu mulailah berlangsung serangkaian
pertempuran antara Muawiyah dan Ali. Pertempuran-pertempuran tersebutlah yang
telah membawa terbunuhnya Ali.[7]
Meninggalnya Ali kemudian
berimplikasi pada kekosongan pemerintahan (vacum of fower) di tubuh
Islam. Orang-orang Hijaz mengangkat bai’at kepada Hasan bin Ali, tetapi Hasan
menolak bai’at itu dan membuat perjanjian dengan Mu’awiyah. Hasan
mempersilahkan Mu’awiyah menjadi khalifah, tetapi dengan syarat :
1.
Mu’awiyah tidak menaruh dendam kepada penduduk Iraq
2.
Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalahan
mereka
3.
Pajak tanah negri Ahwaz diperuntukkan kepada Hasan dan
diberikan tiap bulan
4.
Mu’awiyah membayar
kepada saudaranya Husein 2 juta dirham
5.
Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari
bani Abdi Syam.[8]
Akibat perjanjian ini,
kedudukan Mu’awiyah bertambah kuat hingga akhirnya Mu’awiyah berhasil melakukan
konsolidasi kekuatannya dengan
mendirikan Dinasti Umaiyah. Bani Umayyah telah membangun konstruksi politik
yang sedemikian besar ketika berkuasa. Konstruksi kekuasaan dibangun dengan
mekanisme kerajaan atau monarki, sehingga berimplikasi pada bergesernya pola
orientasi kekuasaan, sentralisme kekuasaan pada Khalifah yang berdampak pada
absolutisasi kebijakan Khalifah, berkurangnya peran
ulama dalam pembuatan keputusan, serta munculnya lingkaran elit yang berbasis
istana dengan dominasi kelompok-kelompok di sekeliling Khalifah.
Khalifah-khalifah besar yang berkuasa selama bani Umaiyah
adalah Mu’awiyah bin Abi Sofyan (661-680
M) Abd.al-Malik bin Marwan (685-705 M), al-Walid ibn Abd. Al-Malik (705-715 M),
Umar ibn Abd al-Aziz (717 -720 M), dan Hasyim ibn Abd. Al-Malik (724-743 M).[9]
Berikut adalah semua khlaifah-khalifah bani Umayyah;
1. Mu’awiyah ibnu Abi
Sufyan (661-681 M)
2.
Yazid ibn Mu’awiyah (681-683 M)
3.
Mua’wiyah ibnu Yazid (683-685 M)
4.
Marwan ibnu Hakam (684-685M)
5.
Abdul Malik ibn Marwan (685-705 M)
6.
Al-Walid ibnu Abdul Malik (705-715 M)
7.
Sulaiman ibnu Abdul Malik (715-717 M)
8.
Umar ibnu Abdul Aziz (717-720 M)
9.
Yazid ibnu Abdul Malik (720-824 M)
10.
Hisyam ibnu Abdul Malik (724-743 M)
11.
Walid ibn Yazid (734-744 M)
12.
Yazid ibn Walid [ Yazid
III] (744 M)
13.
Ibrahim ibn Malik (744 M)
14.
Marwan ibn Muhammad (745-750 M)
2.
Kemajuan Peradaban Islam Masa
Daulah Bani Umaiyah
Selama lebih kurang 90 tahun Bani Umaiyah memerintah,
dinasti ini telah banyak melakukan perubahan dan kebijkan, baik dalam bidang
politik, ekonomi, militer dan lain-lain.
Perubahan dalam Bidang Politik / Pemerintahan / Militer
a. Pemisahan Kekuasaan
Menurut Ali Ibrahim Husen dalam bukunya al-Nazham
al-Islamiyah seperti yang dikutip oleh
Prof.Dr.Midir Harun dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam jilid I, pada
masa Khulafaur Rasyidin kekuasaan agama dan kekuasaan politik belum terjadi
pemisahan, namun pada masa Umaiyah hal ini telah mengalami penafsiran baru.[10]
Umaiyah telah melakukan pemisahan antara kekuasaan agama dan politik. Pemisahan
ini cukup beralasan, karena Mu’awiyah sebagai penguasa bukanlah seorang yang
ahli dalam masalah keagamaan. Oleh karena itu dikota-kota besar ditunjuk para
qadhi atau hakim untuk menghukum sesuatu sesuai dengan ijtihadnya yang
bersandarkan kepada al-Qur’an dan Hadis.[11]
b. Perluasan dan Pembagian
Wilayah
Perluasan wilayah yang terjadi pada masa ini merupakan
salah satu parameter keberhasilan dari politik luar negeri yang dibangun oleh
umat Islam pada era Bani Umayyah. Perluasan ini menambah batas teritorial
wailayah kekuasaan Bani Umaiyah.
Dizaman Muawiyah,
Tunisia dapat ditaklukkan. Di sebelah Timur, Muawiyah dapat menguasai daerah
Khurasan sampai kesungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya
melakukan serangan-serangan ke Ibu Kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke
Timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd Al-Malik,
dia menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Baikh, Bukhara,
Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Mayoritas penduduk dikawasan ini kaum
Paganis. Pasukan Islam menyerang wilayah Asia Tengah pada tahun 41H / 661M.
pada tahun 43H / 663M mereka mampu menaklukkan Salistan dan menaklukkan
sebagian wilayah Thakaristan pada tahun 45H / 665M. Mereka sampai kewilayah
Quhistan pada tahun 44 H / 664 M. Abdullah Bin Ziyad tiba dipegunungan Bukhari.
Pada tahun 44 H / 664 M para tentaranya datang ke India dan dapat menguasai
Balukhistan, Sind, dan dari daerah Punjab sampai ke Maitan
Ekspansi kebarat secara
besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid Ibn Abd Abdul Malik (705M-714M). Masa pemerintahan Walid adalah masa
ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia, tidak
ada pemberontakan dimasa pemerintahanya. Dia memulai kekuasaannya dengan
membangun Masjid Jami’ di Damaskus. Masjid Jami’ ini dibangun dengan sebuah
arsitektur yang indah, dia juga membangun Kubbatu Sharkah dan memperluas masjid
Nabawi, disamping itu juga melakukan pembangunan fisik dalam sekala besar.
Pada
masa pemerintahannya terjadi penaklukan yang demikian luas, penaklukan ini
dimulai dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa yaitu pada
tahun 711M. Setelah Al Jazair dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq Bin Ziyad
pemimpin pasukan Islam dengan
pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa
dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal nama Bibraltar (Jabal Tariq).
Tentara Spanyol dapat dikalahkan, ibu Kota Spanyol Kordova dengan cepatnya
dapat dikuasai, menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Sevi’e, Elvira, dan
Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova.
Pasukan Islam memperoleh dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama
menderita akibat kekejaman penguasa. Pada masa inilah pemerintah Islam mencapai
wilayah yang demikian luas dalam rentang sejarahnya., dia wafat pada tahun 96H
/ 714M dan memerintah selama 10 tahun.
Di zaman
Umar Ibn Abd. Al-Aziz masa pemerintahannya diwarnai dengan banyak Reformasi dan
perbaikan. Dia banyak menghidupkan dan memperbaiki tanah-tanah yang tidak
produktif, menggali sumur-sumur baru dan membangun masjid-masjid. Dia
mendistribusikan sedekah dan zakat dengan cara yang benar hingga kemiskinan
tidak ada lagi di zamannya. Di masa pemerintahannya tidak ada lagi orang yang
berhak menerima zakat ataupun sedekah. Berkat ketaqwa’an dan kesalehannya, dia
dianggap sebagai salah seorang Khulafaur Rasyidin. Penaklukan dimasa
pemerintahannya pasukan Islam melakukan penyerangan ke Prancis dengan melewati
pegunungan Baranese mereka sampai ke wilayah Septomania dan Profanes, lalu
melakukan pengepungan Toulan sebuah wilayah di Prancis. Namun kaum muslimin
tidak berhasil mencapai kemenangan yang berarti di Prancis. sangat sedikit
terjadi perang dimasa pemerintahan Umar. Dakwah Islam marak dengan menggunakan
nasehat yang penuh hikmah sehingga banyak orang masuk Islam, masa pemerintahan
Umar Bin Abd Aziz terhitung pendek.
Di zaman
Hasyim Ibn Abd Al-Malik (724-743M) pemerintahannya dikenal dengan adanya
perbaikan-perbaikan dan menjadikan tanah-tanah produktif. Dia membangun kota
Rasyafah dan
membereskan tata administrasi. Hasyim dikenal sangat jeli dalam berbagai
perkara dan pertumpahan darah. Namun dia dikenal sangat kikir dan pelit.
Penaklukan dimasa pemerintahannya yang dipimpin oleh Abdur Rahman Al-Ghafiqi.
Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers, dari sana ia mencoba menyerang
Tours. Namun dalam peperangan yang terjadi diluar kota Tours, Al-Ghafiqi
terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Prancis pada tahun 114H / 732M.
peristiwa penyerangan ini merupakan peristiwa yang sangat membahayakan Eropa
Dengan
keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat. Wilayah
kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah
itu meliputi
Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia
kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan Purkmenia,
Ulbek, dan Kilgis di Asia Tengah. Khususnya dibidang
Tashri, kemajuan yang diperoleh sedikit sekali, sebab kurangnya dukungan serta
bantuan pemerintah (kerajaan) waktu itu. Baru setelah masa khalifah Umar Bin
Abd Al-Aziz kemajuan dibidang Tashri mulai meningkat, beliau berusaha
mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena para
penghafal hadits sudah meninggal sehingga Umar Bin Abd Al-Aziz berusaha untuk
membukukan Hadits.
Dalam
pembagian wailayah, Bani Muawiyah membagi
kepada 10 propinsi yang masing-masing propinsi dikepalai oleh seoarang
gubernur yang bertanggung jawab langsung kepada khalifah. Gubernur diberi hak
untuk menunjuk wakilnya di daerah yang dinamakan dengan ‘amil. Belanja daerah didasarkan pada sumber yang ada di daerah ( semacam PAD
). Sisa keuangan daerah dikirim ke pusat untuk mengisi kas negara (baitul mal).[12]
Ke 10
wilayah propinsi tersebut adalah (1) Syiria dan palestina, (2) Kufah dan Iraq,
(3) Basrah, Persia, Sijistan, Khurasan,
Bahrain, Oman, Najd dan
Yamamah, (4) Armenia, (5) Hijaza, (6) Karman dan India, (7) Egyp (Mesir), (8)
Ifriqiyah (Afrika Utara), (9) Yaman dan Arab Selatan dan (10) Andalus.[13]
c. Pemerintahan
Dalam bidang politik pemerintahan, bani Umaiayah telah
mengalami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya. Bani Umaiyah telah membentuk beberapa Diwan
(Departemen), diantaranya :
1)
Diwan al-Rasail
Dewan ini bertugas mengurus masalah persuratan, baik pusat dan daerah. Pada awalnya untuk urusan
surat pusat memakai pengantar bahasa Arab dan daerah memakai pengantar bahasa
Yunani dan Persi sebelum bahasa Arab menjadi resmi bahasa negara
2)
Diwan al-Kharraj
Diwan ini bertugas mengurus masalah pajak dan
berkedudukan ditiap propinsi. Diwan ini dikepalai oleh Shahib al-Kharraj
yang diangkat oleh khalifah dan bertanggung jawab kepada khalifah. Diwan ini
juga bertugas mengatur keuangan di daerah. Pembentukan diwan ini sanagat
penting untuk mengontrol pemakaian
keuangan negara.
3)
Diwan al-Barid
Diwan ini bertugas menyampaikan berita-berita rahasia
kepada pemerintah (khalifah) mengenai aktifitas gubernur yang berhubungan
dengan kebijakan pemerintah.[14]
Keberadaan diwan ini secara tidak langsung memberi kemudahan bagi khalifah
untuk mengontrol daerah kekuasaannya.
4)
Diwan al-Khatam
Diwan ini bertugas melakukan pencatatan, Setiap peraturan
yang dikeluarkan oleh kahlifah harus disalin dalam suatu register, yang asli
harus disegel dan dikirm ke alamat yang dituju. Penataan administrasi negara
seperti ini sangat diperlukan untuk menghindari kekacauan dan untuk memudahkan
pemerintah melakukan monitor serta
mengembangkan negara yang tertib dan teratur.[15]
5)
Politik Arabisasi
Politik ini bertujuan untuk memperkokoh kedudukan Umaiyah
dalam jabatan pemerintahan. Bani Umaiyah melakukan usaha-usaha arabisasi,
seperti mengangkat kepala-kepala wilayah dari bangsa Arab, mengajarkan bahasa
arab diseluruh wilayah Islam, menerjemahkan buku-buku asing kedalam bahasa
arab. Dan kemudian berlanjut kepada terjadinya perubahan bentuk pemerintahan
dari demokrasi menjadi kerajaan (mamlakah/monarchi). Muawiyah menunjuk anaknya
menjadi khlaifah penggantinya.
Menurut A.Hasjmy dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam
bahwa organisasi negara dan susunan pemerintahan pada masa Bani Umaiyah
tertdiri dari :
1. Organisasi Politik (
al-Nizham al-Siyasi) yang meliputi :
a.
Khilafah, yaitu peralihan bentuk kekuasaan dari Syura
yang bersendikan agama menjadi bentuk kerajaan (mamlakah).
b.
Al-Kitabah atau disebut juga dewan sekretaris negara
(Diwan al-Kitabah), meliputi :
1)
Katib al-Rasail (Sekretaris urusan persuratan)
2)
Katib al-Kharraj (Sekretaris urusan Pajak/Keuangan)
3)
Katib al-Jund (Sekretaris urusan ketentaraan)
4)
Katib al-Syurthakh
( Sekretaris urusan Kepolisian)
5)
Katib al-Qadhi (Sekretaris urusan Kehakiman)
c.
Al-Hijabah (
urusan pengawalan keselamatan Khalifah). Pembentukan organisasi ini untuk
menghindari kejadian-kejadian yang menimpa khalifah-khalifah sebelumnya,
shingga siapapun yang ingin bertemu khalifah tidak akan diperkenankan sebelum
mendapat izin dari para pengawal
(hujjab)
2. al-Nizham al-Idary (Organisasi
Tata Usaha Negara), dengan membentuk bebrapa diwan
3. Al-Nizham al-maly (Organisasi
Keuangan/Ekonomi), terdiri dari al-Dharaaib (Dinas Pajak) dan Mshararif Bait al-Mal
4. al-Nizahmul Harby (Organisasi
Pertahanan)
5. al-Nizaham al-Qadhai
(Organisasi Kehakiman)[16]
Berdasarkan kepada penjelasan tersebut, dapat dipahami
bahwa Bani Umaiyah, secara kelembagaan memiliki keinginan yang kuat untuk
mensejahterakan rakyat dan pada sisi lain tetap berusaha mempertahankan dan
memelihara kekuasaannya.
d. Militer
Organisasi pertahanan pada masa Bani Umaiyah hampir sama
dengan masa khalifah umar. Pada masa khalifah Umar tentara lebih bersifat
sukrela, sedangkan pada masa Bani Umaiyah dengan adanya undang-undang militer
(al-Nizham Tajnidi al-Ijbari), maka orang dipaksa untuk masuk tentara.
Politik ketentaraan ini adalah politik Arab, dimana
anggota tentara haruslah dari orang Arab. Keadaan ini berlanjut sampai wilayah kekuasaan Bani Umaiyah semakin meluas
sampai ke Afrika Utara, Andalusia dan lain-lain. Akibat luasanya wilayah kekuasaan
ini Bani Umaiyah terpaksa meminta bantuan kepada bangsa Bebar untuk menjadi
bahagian dari tentara bani Umaiyah.
e. Ekonomi dan Perdagangan
Perluasan wilayah yang dilakukan Bani Umaiyah merupakan
salah satu parameter keberhasilan dari politik luar negeri yang
dibangun oleh umat Islam pada era ini. Dengan adanya batas territorial baru
tersebut, hubungan antara umat Islam dengan bangsa lain di luar Timur Tengah
juga menjadi semakin intensif dan hubungan perdagangan pun dibuka dengan bangsa
lain.
Bertambah
luasnya territorial umat Islam ini juga berdampak pada struktur birokrasi
pemerintahan pada Bani Umayyah. Sebagai implikasi munculnya daerah baru, pada
saat itu muncul gubernur-gubernur
yang memerintah daerah baru tersebut sebagai wakil dari pemerintah pusat.
Adanya gubernur yang menjadi wakil administratif tersebut kemudian menambah
pemasukan di Baitul Mal berupa jizyah dari orang non-muslim yang berada di
wilayah kekuasaan umat Islam
Bidang-bidang
ekonomi yang terdapat pada zaman
Bani Umayyah terbukti berjaya membawa kemajuan kepada rakyatnya adalah pembangunan
di sektor pertanian dengan pengenalan sistem irigasi dan pembangunan
sktor industri.
Dibidang
keuangan (fiskal), Bani Umaiyah memberlakukan sistem pajak (al-Dharaaib), yaitu
kewajiban yang harus dibayar oleh warga negara. Kepada penduduk dari negeri
yang baru ditaklukkan, terutama yang belum masuk Islam ditetapkan pajak-pajak
istimewa. Pada masa bani Umaiyah juga telah dilakukan pencetakan mata uang
secara teratur. Pembayaran dilakukan dengan mata uang ini.
Meskipun
sering kali terjadi pergolakan dan pergumulan politik pada masa pemerintahan
Daulah Bani Umayyah, namun terdapat juga usaha positif yang dilakukan daulah
ini untuk kesejahteraan rakyatnya.Diantara usaha positif yang dilakukan oleh
para khilafah daulah Bani Umayyah dalam mensejahterakan rakyatnya ialah dengan
memperbaiki seluruh system pemerintahan dan menata administrasi, antara lain
organisasi keuangan. Organisasi ini bertugas mengurusi masalah keuangan negara
yang dipergunakan untuk:
-
Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha
Negara.
-
Pembangunan pertanian, termasuk irigasi.
-
Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
-
Perlengkapan perang
Disamping
usaha tersebut daulah Bani Umayyah memberikan hak dan perlindungan kepada warga
negara yang berada dibawah pengawasan dan kekuasaannya. Masyarakat mempunyai
hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan kesewenangan. Oleh karena itu,
Daulah ini membentuk lembaga kehakiman. Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh
seorang ketua Hakim (Qathil Qudhah). Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara
dengan ijtihadnya. Para hakim
menggali hukum berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping itu kehakiman
ini belum terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan
kekuasaan penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau
pengaruh suatu golongan
politik tertentu. Disamping
itu, kekuasaan Islam pada masa Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam
pengembangan peradaban seperti pembangunan di berbagai bidang, seperti:
-
Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat
tertentu dengan menyediakan kuda dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia
juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.
-
Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur
Rasyidin, tidak pernah membuat lambang Negara baru pada masa Umayyah,
menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri
khas kerajaan Umayyah
-
Arsitektur semacam seni yang permanent pada
tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik membangun sebuah kubah yang megah dengan
arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame Of The Rock” (Gubah
As-Sakharah).
-
Pembuatan mata uang di zaman khalifah Abd Al
Malik yang kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri Islam.
-
Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim,
panti jompo, juga tempat-tempat untuk orang-orang yang infalid, segala
fasilitas disediakan oleh Umayyah.
-
Pengembangan angkatan laut
muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan
mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu itu
berjumlah 1700 buah.
Pada
masa Umayyah, (Khalifah Abd Al-Malik) juga berhasil melakukan
pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab
sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
f. Sistem Sosial
Kemasyarakatan
Luasnya daerah kekuasan bani Umaiyah, telah membuat
dinasti ini dihuni oleh berbagai kelompok etnis, Arab, perancis, suraih, kopri,
Barbar, Vanda, Turki dan lain-lain. Orang Arab meskipun merupakan unsur
minoritas didaerah-daerah yang
ditaklukkan, namun mereka memegang peranan penting secara politis dan sosial.
Pada
masa dinasti Umaiyah, orang-orang Arab memandang dirinya lebih mulia dibanding orang-orang non arab. Kaum muslimin bukan arab
digelar dengan sebutan Al-Mawal, yaitu budak-budak tawanan perang yang telah
dimerdekakan. Orang-orang arab memaqndang dirinya “sayyid” (tuan) atas bangsa
bukan arab, seakan-akan mereka dijadikan tuan untuk memerintah. Oleh karena itu
orang-orang Arab dalam masa ini hanya bekerja dalam bidang politik dan
pemerintahan, sedangkan bidang usaha-usaha lain seperti pertukangan dan
kerajinan diserahkan kepada Mawali.
Akibat
dari politik kasta ini , lahirlah satu gerakan rahasia yang terkenal dengan
nama Asy-Syu’ubiyah yang bertujuan melawan paham yang membadakan derajat kaum
muslimin yang sebetulnya mereka
bersaudara.
g. Pendidikan
dan Iptek
Perkembangan
kehidupan akal dan ilmu sebenarnya telah dimulai sejak Bani Umaiyah (khalifah
Abdul Malik) menggerakkan politik Arabisasi (penerjemahan buku-buku yang
berbahasa persi dan yunani kedalam bahasa arab). Perkembangan yang paling
menonjol adalah ilmu tafsir dan ilmu hadis.
Kebutuhan
terhadap hukum dan perundang-undangan yang sumbernya adalah al-Qur’an menjadi
sebab pesatnya perkembaangan ilmu Tafsir. Ahli tafsir pertama ayang lahir pada
masa ini adalah Ibnu Abbas (wafat 68 H). menurut riwayat beliau adalah orang
pertama yang menafsirksan all-Qur’an. Kemudian muncul nama Mujahid (wafat 104)[17]
Begitupun
dengan ilmu hadis, ilmu ini lebih berkembang karena mufassir sanagat memerlukan hadis untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam
menafsirkan al-Qur’an. Pada masa Khlaifah Umar bin Abdul Aziz, barulah kamu muslimin membukukan hadis,
sehingga muncullah nama-nama penulis hadis, seperti Abu Bakar Muhammad bin
Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhri (wafat 123),Ibnu Abi
Malikah (wafat 119 H), al-Auza’I (wafat 159 H), hasan Basri (wafat 110 H)[18]
dan lain-lain.Disamping itu muncul pula ilmu tata bahasa arab (nahwu). Sibawaihi
(793 M) menuyusun al-kitab untuk mempelajari bahasa arab bagi orang-orang yang
tidak mengerti bahasa arab[19],
termasuk ilmu al-qur’an, fiqh, tarekh, jughrafi,dan lain-lain.
h. Kesenian
Seperti
diketahui, bahwa orang-orang arab adalah orang-orang yang sangat mencintai seni
tertuma seni sasatra
(syair). Syair bagi mereka memeiliki magnet yang sangat kuat untuk memberi
semangat hidup. Pada masa bani Umaiyah beberapa cabang seni budaya mengalami
perkembangan, seperti seni bahasa, seni suara, seni rupa dan seni bangunan
(arsitektur).[20]
Terjadinya perubahan-perubahan dalam bidang
politik, ekonomi dan sosial, menyebabkan timbulnya perbedaan-perbedaan dan
perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Hal ini menuntut manusia yang
hidup dieranya untuk lebih siap.
Diantara penyair terkenal dimasa Bani Umaiyah tercatat
nama seperti Nukman bin Basyir an-Anshary (wafat 69), Abu Aswad Addualy, dan
lain-lain. Dalam hal seni mengarang surat menyurat (seni Insya’) terkenal nama
Hisyam bin Abdul maliki, Abdul Hamid bin yahya, begitupun dalam seni rupa, seni
bangunan dan lain-lain.
i. Pemikiran
dan Filsafat
Perkembangan pemikiran dan filsafat pada awalnya memang
tidaklah begitu menggairahkan, karena pembesar-pembesar bani Umaiyah tidak
terlalu tertarik dengan ini. Ilmu filsafat apat berkembang dengan baik pada
islam di spanyol. Spanyol merupakan salah satu jalur transmisi perpindahan ilmu
pengetahuan islam ke Barat.
Filsafat ini
mulai dipelajarai dan dikembangkan oleh umat Islam di Spanyol pada abad 19 M,
yakni pada masa pemerintahan Muhammad bin Abd al-Rahman (832-886 M),kemudian
berkembang pada masa al-hakam.[21]
Pada masa ini terkenal beberapa filosof,
seperti Abu Bakar Muhammad ibn al-Sayigh (wafat 1138 M), Abu Bakr ibn Thufail
(Wafat 1185). Disamping filofof dia juga ahli astronomi, kedokteran dan sebagainya.
j. Munculnya Banyak Pemberontakan
Berbagai keberhasilan yang diperoleh pada daulah ini,
tentunya tidak luput dari kekurangan atau konflik yang terjadi di dalam daulah
tersebut, seperti perpolitikkan pada saat ini kondisinya labil.
Disebabkan Muawiyah dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya dengan al-Hasan bin ‘Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan
penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada dewan syura kaum
Muslimin dan terserah kepada mereka siapa yang dipilih untuk mengisi kekosongan
jabatan khalifah.[22]
Pada saat deklarasi pengangkatan anaknya, yaitu Yazid
sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan mentang di
kalangan rakyat. Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid
kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah,
memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya.
Dengan
cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein bin ‘Ali dan ‘Abdullah Bin Zubair
Ibnul Awwam. Bersamaan dengan itu, kaum Syi’ah
(pengikut ‘Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) melakukan penggabungan kekuatan kembali.
Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husein bin ‘Ali. Pada tahun 680 M, ia berangkat dari Mekkah ke Kufah atas tipu daya golongan Syi’ah yang
ada di Irak. Ummat
Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid . Mereka berusaha menghasut dan
mengangkat Husein sebagai khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karballa, sebuah daerah di dekat Kufah, tentara dan seluruh keluarga Husein kalah dan
Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang
tubuhnya dikubur di Karballa.
Perlawanan
orang-orang Syi’ah tidak
padam dengan sebab terbunuhnya Husein. Banyak pemberontakan yang dipelopori
kaum Syi’ah
terjadi. Yang termashur diantaranya adalah pemberontakan al-Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687 M. Al-Mukhtar (yang pada
akhirnya mengaku sebagai Nabi) mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali
(yaitu umat Islam bukan Arab,
berasal dari Persia, Armenia dan
lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua.
Al-Mukhtar terbunuh dalam peperangan melawan gerakan oposisi lainnya, gerakan
‘Abdullah bin Zubair. Namun, Ibnu Zubair juga tidak berhasil menghentikan
gerakan Syi’ah.[23]
‘Abdullah
bin Zubair membina gerakan oposisinya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap
Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah
setelah al-Husein bin ‘Ali terbunuh.[24]
Tentara Yazid kemudian mengepung Madinah dan Makkah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tidak terhindarkan. Namun, peperangan terhenti
karena Yazid wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus.
Gerakan ‘Abdullah bin Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan ‘Abdul Malik bin Marwan. Tentara Bani Umayyah dipimpin al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi
berangkat menuju Thaif,
kemudian ke Madinah dan
akhirnya meneruskan perjalanan ke Makkah. Ka’bah
diserbu. Keluarga Ibnu Zubair dan
sahabatnya melarikan diri, sementara Ibnu Zubair sendiri dengan gigih melakukan
perlawanan sampai akhirnya terbunuh pada tahun 73 H/692 M.[25]
Selain
gerakan-gerakan yang telah
dijelaskan di atas, gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan
kelompok Khawarij dan Syi’ah juga
dapat diredakan. Keberhasilan memberantas gerakan-gerakan itulah yang membuat
orientasi pemerintahan dinasti ini dapat diarahkan kepada pengamanan
daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan
wilayah Afrika bagian
utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol (andalus).
Hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan
Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul Aziz (717-720 M). Ketika dinobatkan sebagai
khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada
dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya. Ini berarti
bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa
pemerintahannya sangat singkat, dia berhasil menyadarkan golongan Syi’ah. Dia
juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan
keyakinan dan kepercayaannya. Zakat diperingan. Kedudukan mawali disejajarkan dengan muslim Arab.
k. Faktor-
faktor yang Menyebabkan Kemunduran Daulah Bani Umaiyah
Sebagai sebuah kekhalifahan, Bani
Umaiyah memiliki peranan penting dalam perkembangan masyarakat, baik dibidang
politik, ekonomi dan sosial, hal ini sangat didukung oleh pengalaman pengalaman politik Mu’awiyah yang telah mampu
mengendalikan situasi dan menepis berbagai anggapan miring tentang
pemerintahannya.
Daulah Umaiyah mencapai puncak
kejayaannya pada masa kepemimpinan khalifah umar bin Abd. Aziz. Pada masa ini
bahasa arab telah resmi menjadi bahasa pemerintah, juga telah banyak melakukan
penaklukan untuk memperluas wilayah kekhalifahan Islam, salah satunya adalah
penaklukan Spanyol yang dipimpin oleh Thariq bin Ziyad. Penaklukan ini membuka
jalan terwujudnya jembatan ilmu pengetahuan antara Arab dan Yunani. Pada masa
ini lahirlah ilmuan-ilmuan muslim ternama, seperti dalam bidang filsafat
terkenal nama Ibn Rusyd. Di bidnag kimia dan astronomi Abbas ibn Famas (yang
dikenal dengan Al-Hazen) yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim bin
Yahya al-Naqqash yang berhasil membuat teropong yang dapat menentukan jarak
antara tata surya dan bintang-bintang.
Dari
berbagai kemajuan yang dicapai oleh Bani Umaiyah, ternyata tidak mampu
membuat daulah ini
bertahan, akibat kelemahan-kelemahan internal dan kuatnya tekanan yang datang
dari pihak luar, sepeti kekuasaan wilayah
yang sangat luas dalam waktu yang singkat tidak berbanding lurus dengan
komunikasi yang baik, menyebabkan kadang-kadang suatu wilayah situasi keamanan
dan kejadian-kejadian tidak segera diketahui oleh pusat. Akibat
komunikasi yang buruk maka sulit untuk mendeteksi gerak-gerik lawan politik
Umayyah.
Selanjutnya adalah mengenai lemahnya
para khalifah. Di antara kesemua khalifah dari Dinasti Umayyah tentunya tidak semua khalifah yang cakap, kuat dan pandai
mengendalikan Negara, ada juga di antara mereka itu sangat lemah dan tidak mampu mengatur Negara
bahkan mereka terkurung di istana dengan hidup bersama gundik-gundik,
minum-minuman keras dan tenggelam dalam musik.
Kemudian pada tahun 750 M terjadi perkuatan pada
golongan oposisi. Daulat umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan
Abu Muslim Al-khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Dinasti
Umayyah, melarikan diri ke mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.
Adapun
hal-hal yang membawa kemuduran Bani Umaiyah, antara lain disebabkan oleh:
1.
Sistem pergantian khalifah yang bersifat monarki
atau mamlakah, yang lebih menekankan pada garis keturunan an aspek senioritas.
2.
Latar belakang terbentuknya dinasti Bani
Umaiyah yang tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik. Para pengkiut
Ali (kelompok Syi’ah) dan Khawarij terus
menjadi gerakan oposisi baik secara terbuka maupun tersembunyi yang
mengakibatkan energi pemerintah tersedot untuk mengatasi hal ini.
3.
Ketidak puasan sejumlah masyarakat non Arab
(Mawali) atas kebijakan pemerintah yang membatasi kebebasan mereka untuk mendapatkan hak mereka
sebagai rakyat
4.
Sikap hidup mewah yang dipertontonkan oleh kalangan istana dan kurangnya perhatian
pemerintah terhadap perkembangan agama.
5.
Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh
keturunan Abbas ibn Abd. Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari
golongan Syi’ah dan Mawaliy.
Sepertinya semua kerajaan-kerajaan di manapun dan
kapanpun, salah satu yang selalu menjadi faktor dalam kemundurannya adalah
disebabkan oleh ketidak sadaran rajanya ataupun kalangan istana terhadap
kekayaan yang mereka nikmati, tepatnya mereka larut dalam kesenangan mereka
terhadap kekayaan, sehingga mereka lupa akan tugas dan rakyat mereka. Dari hal
ini memang dapat disimpulkan, kalau manusia itu apabila telah memiliki harta
yang melimpah, sering dan bahkan mungkin selalu melakukan kesalahan yang
mengakibatkan mereka sendiri yang akan menanggung akibatnya, seperti runtuhnya
kerajaan mereka.
KEPUSTAKAAN
A.Syalabi, at-Tarkhul
Islami walhadharatul Islamiyah, terjemahkan oleh .Mukhtar Yahya dan Sanusia
Latif, Sejarah Kebudayaan Islam jilid 2,
cet.II, (Pustaka Alhusna,1992)
Maidir Harus, Firdaus, Sejarah
Peradaban Islan jilid I,cet.I,(Padang:IAIN IB Press,2001)
Midir Harun, Firdaus, Sejarah Peradaban
Islam, jilid I (IAIN IB Press, cet I,2001)
Muhammad Sayyid al-Wakil,
Wajah Dunia Islam
A.Hasjmy, Sejarah
Kebudayaan Islam cet. Ke 4,(Jakaarta: Bulan Bintang,1993)
Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993)
[1]A.Syalabi,at-Tarkhul
Islami walhadharatul Islamiyah, terjemahkan oleh .Mukhtar Yahya dan Sanusia
Latif, Sejarah Kebudayaan Islam jilid 2,
cet.II, (Pustaka Alhusna,1992)h.15
[2]Ibid,
h. 14
[3]Ibid.
[5]A.
Syalabi,Sejaran dan Kebudayaan Islam 2,
[7]Ibid
[8]Op-cit,
h. 34
[9]Ibid,
h.81
[10]Midir
Harun, Firdaus, Sejarah Peradaban Islam jilid I (IAIN IB Press, cet I,2001)
h.82
[11]Ibid.
[12]Ibid.
h. 83
[13]Ibid.
[14]Ibid
[15]Ibid.
h.86
[16]
A.Hasjmy,Sejarah Kebudayaan Islam cet. Ke 4,(Jakaarta:Bulan Bintang,1993),h.169
[17]A.Hasjmi,.
185
[18]
Ibid, h.186
[19]Maidir
harus, Firdaus, opcit. H.98
[20]
Hasjmy, op.cit, h.195
[22]
Muhammad Sayyid al-Wakil, Wajah Dunia Islam, hal. 34
[23] Ibid.,
hal. 38.
[24] Ibid.,
hal. 41
[25] Ibid.,
hal. 45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar