Islam tidak menetapakan besar atau kecilnya jumlah mahar, karena
ada perbedaan kaya dan miskin, lapang dan sempitnya rezeki. Selain itu setiap
masyarakat mempunyai adat dan tradisinya sendiri, karena itu Islam menyerahkan
masalah mahar ini berdasarkan kemampuan masing-masing orang atau keadaan dan
tradisi keluarganya. Segala nash yang memberikan keterangan tidaklah
dimaksudkan kecuali untuk menunjukkan pentingnya nilai mahar tersebut, tanpa
melihat besar kecilnya jumlah mahar tersebut[1].
Dalam pandangan Islam, mahar merupakan sarana bukan tujuan. Oleh
karena itu Islam, sebagai ad-Din yang hanif, telah menganjurakan agar tidak
mempermudah masalah mahar ini[2],
dalam surah al-Nuur ayat 32 dijelaskan
Adapun yang pemahamannya mengandung arti tidak adanya pembatasan,
yaitu hadis Sahal bin as-Sa’idi yang disepakati kesahihannya,
أَنّ رسول االله صلّى الله عليه و سلّم جأتْهُ امرأةُ فقالتْ: يا
رسولَ الله إِنٌي قدْ وهبْتُ نفسِيْ لكَ, فقامتْ قيامًا طويلًا, فقام رجلُ فقال:
يا رسول الله زوِّجْنِيْها إن لم يكن لك بها حاجةٌ, فقال رسول الله صلّى الله عليه
وسلّم : هل معك من شيء تُصَدّقُها إيّاهُ؟ فقال: ما عندي إلّا إِزَارِي, فقال رسول
الله صلّى الله عليه و سلّم, إن أَعْطَيْتَها إيّاهُ جَلَسْتَ لا إِزَارَ لك,
فلْتَمِسْ شيءًا, فقال: لا أجِدُ شيءًا, فقال عليه الصّلاة و السّلام: إِلْتَمِسْ
ولو خاتمًا من حديدٍ, فلتَمَسَ ولم يجدْ شيءًا, فقال رسول الله صلّى الله عليه و
سلّم: هل لك من شيءٍ من القرأن؟ فقال: نعم سورةٌ كذا و سورةٌ كذا--- لِسُوَرٍ
سَمَّاها--- فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: قد اَنكحتُكَها بما معك من
القرأن
Artinya : “Bahwa Rasulullah SAW didatangi oleh seorang
wanita, lalu wanita itu berkata; “wahai Rasulullah, seseungguhnya aku telah
memberikan diriku untukmu”, lalu ia berdiri lama. Maka seorang laki-laki
berdiri seraya berkata: “wahai Rasulullah, nikahkanlah aku dengannya, jika
engkau tidak berminat untuk menikahinya”, maka Rasulullah bertanya; “apakah
kamu memiliki sesuatu yang bisa kamu jadikan sebagai mahar untuknya?”, dia
menjawab; “aku tidak memiliki sesuatu kecuali kainku”. Maka rasulullah berkata;
“jika kamu berikan kain itu kepadanya, maka kamu duduk dengan tidak memiliki
kain, carilah sesuatu yang lain”. Dia berkata; “aku tidak mendapatkan
sesuatupun. Maka rasulullah bertanya; “apakah kamu menghafal sesuatu dari
alquran?”, dia mejawab; “ya, surat ini dan itu –beberapa surat yang ia
sebutkan- maka rasulullah bersabda, “sungguh telah aku nikahkan kamu edngan dia
dengan (mahar) surah-surah alquran yang kamu hafal”.
Namun, ada hadis yang kontra, yaitu hadis yang dipakai oleh ulama
Hanafiah tentang mahar yang dibatasi, hadis ini diriwayatkan dari Jabir, dari
Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda;
لا
مَهْرَ بأَقَلَّ من عَشَرَةِ دراهم
Artinya : “tidak mahar yang kurang dari sepuluh
dirham”
Andai kata hadis ini sahih, maka bisa menghilangkan perselisihan,
karena hadis ini mengharuskan hadis Sahal bin Sa’ad berlaku khusus. Tetapi
hadis Jabir ini Dha’if menurut ahli hadis, karena diriwayatkan oleh –menurut
mereka- Mubasysyir bin Ubaid dari Alhajaj bin Hajaj keduanya dha’if, dan
ath-Thabrani juga tidak berjumpa dengan Jabir, karena itu tidak mungkin
dikatakan, bahwa hadis ini bertentangan dengan hadis Sahal bin Sa’ad[3].
Analogi
Kalau seandainya hadis Sahal bin Sa’ad berlaku umum yang berarti batasan
minimal dari mahar itu tidak ada, maka akan ada peluang yang besar bagi orang-orang
untuk mempermudah mahar itu sendiri, maka tujuan dan nilai dari mahar itu akan
rusak.
Mungkin juga, Nabi bersabda seperti itu, dikarenakan si “laki-laki”
pada hadis yang diriwayatkan Sahal bin Sa’ad merupakan orang yang berekonomi
lemah, sehingga Nabi menyuruh laki-laki itu untuk mencari sesuatu utuk mahar
walaupun berupa cincin besi. Lalu bagaimana dengan orang yang perekonomiannya
cukup, bahkan lebih, apakan dia pantas untuk memberikan mahar berupa cincin
besi?
Lalu bagaimana dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir, yang
menjelaskan bahwa mahar itu tidak boleh kurang dari sepuluh dirham. Tidak
mungkin hadis ini diberlakukan kepada orang yang mempunyai ekonomi yang lemah.
Dari pertanyaan-pertanyaan di atas, memungkinkan bahwa mahar itu
relatif sesuai dengan kondisi ekonomi seseorang. Kalau ekonomi seseorang lemah,
maka minimal maharnya berupa cincin besi atau sesuatu yang sebanding dengan
cincin besi itu. Dan sebaliknya, seseorang yang
mampunyai ekonomi yang mapan, maka minimal 10 dirham atau yang sebanding
dengan 10 dirham itu.
Perbedaan pendapat para imam mazhab
a.
Imam Hanafi, beliau berpendapat bahwa mahar itu minimalnya adalah
sebanyak harta yang dicuri oleh pencuri, yang menyebabkan tangannya dipotong,
yaitu 10 dirham atau 1 dinar
b.
Imam Maliki, beliau berpendapat bahwa mahar itu minimalnya adalah
seperempat dinar atau tiga dirham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar