Senin, 15 Februari 2016

JUMLAH MAHAR

Islam tidak menetapakan besar atau kecilnya jumlah mahar, karena ada perbedaan kaya dan miskin, lapang dan sempitnya rezeki. Selain itu setiap masyarakat mempunyai adat dan tradisinya sendiri, karena itu Islam menyerahkan masalah mahar ini berdasarkan kemampuan masing-masing orang atau keadaan dan tradisi keluarganya. Segala nash yang memberikan keterangan tidaklah dimaksudkan kecuali untuk menunjukkan pentingnya nilai mahar tersebut, tanpa melihat besar kecilnya jumlah mahar tersebut[1].
Dalam pandangan Islam, mahar merupakan sarana bukan tujuan. Oleh karena itu Islam, sebagai ad-Din yang hanif, telah menganjurakan agar tidak mempermudah masalah mahar ini[2], dalam surah al-Nuur ayat 32 dijelaskan
Adapun yang pemahamannya mengandung arti tidak adanya pembatasan, yaitu hadis Sahal bin as-Sa’idi yang disepakati kesahihannya,
أَنّ رسول االله صلّى الله عليه و سلّم جأتْهُ امرأةُ فقالتْ: يا رسولَ الله إِنٌي قدْ وهبْتُ نفسِيْ لكَ, فقامتْ قيامًا طويلًا, فقام رجلُ فقال: يا رسول الله زوِّجْنِيْها إن لم يكن لك بها حاجةٌ, فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم : هل معك من شيء تُصَدّقُها إيّاهُ؟ فقال: ما عندي إلّا إِزَارِي, فقال رسول الله صلّى الله عليه و سلّم, إن أَعْطَيْتَها إيّاهُ جَلَسْتَ لا إِزَارَ لك, فلْتَمِسْ شيءًا, فقال: لا أجِدُ شيءًا, فقال عليه الصّلاة و السّلام: إِلْتَمِسْ ولو خاتمًا من حديدٍ, فلتَمَسَ ولم يجدْ شيءًا, فقال رسول الله صلّى الله عليه و سلّم: هل لك من شيءٍ من القرأن؟ فقال: نعم سورةٌ كذا و سورةٌ كذا--- لِسُوَرٍ سَمَّاها--- فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: قد اَنكحتُكَها بما معك من القرأن
Artinya   : “Bahwa Rasulullah SAW didatangi oleh seorang wanita, lalu wanita itu berkata; “wahai Rasulullah, seseungguhnya aku telah memberikan diriku untukmu”, lalu ia berdiri lama. Maka seorang laki-laki berdiri seraya berkata: “wahai Rasulullah, nikahkanlah aku dengannya, jika engkau tidak berminat untuk menikahinya”, maka Rasulullah bertanya; “apakah kamu memiliki sesuatu yang bisa kamu jadikan sebagai mahar untuknya?”, dia menjawab; “aku tidak memiliki sesuatu kecuali kainku”. Maka rasulullah berkata; “jika kamu berikan kain itu kepadanya, maka kamu duduk dengan tidak memiliki kain, carilah sesuatu yang lain”. Dia berkata; “aku tidak mendapatkan sesuatupun. Maka rasulullah bertanya; “apakah kamu menghafal sesuatu dari alquran?”, dia mejawab; “ya, surat ini dan itu –beberapa surat yang ia sebutkan- maka rasulullah bersabda, “sungguh telah aku nikahkan kamu edngan dia dengan (mahar) surah-surah alquran yang kamu hafal”.
Namun, ada hadis yang kontra, yaitu hadis yang dipakai oleh ulama Hanafiah tentang mahar yang dibatasi, hadis ini diriwayatkan dari Jabir, dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda;
لا مَهْرَ بأَقَلَّ من عَشَرَةِ دراهم
Artinya   : “tidak mahar yang kurang dari sepuluh dirham”
Andai kata hadis ini sahih, maka bisa menghilangkan perselisihan, karena hadis ini mengharuskan hadis Sahal bin Sa’ad berlaku khusus. Tetapi hadis Jabir ini Dha’if menurut ahli hadis, karena diriwayatkan oleh –menurut mereka- Mubasysyir bin Ubaid dari Alhajaj bin Hajaj keduanya dha’if, dan ath-Thabrani juga tidak berjumpa dengan Jabir, karena itu tidak mungkin dikatakan, bahwa hadis ini bertentangan dengan hadis Sahal bin Sa’ad[3].
Analogi
Kalau seandainya hadis Sahal bin Sa’ad berlaku umum yang berarti batasan minimal dari mahar itu tidak ada, maka akan ada peluang yang besar bagi orang-orang untuk mempermudah mahar itu sendiri, maka tujuan dan nilai dari mahar itu akan rusak.
Mungkin juga, Nabi bersabda seperti itu, dikarenakan si “laki-laki” pada hadis yang diriwayatkan Sahal bin Sa’ad merupakan orang yang berekonomi lemah, sehingga Nabi menyuruh laki-laki itu untuk mencari sesuatu utuk mahar walaupun berupa cincin besi. Lalu bagaimana dengan orang yang perekonomiannya cukup, bahkan lebih, apakan dia pantas untuk memberikan mahar berupa cincin besi?
Lalu bagaimana dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir, yang menjelaskan bahwa mahar itu tidak boleh kurang dari sepuluh dirham. Tidak mungkin hadis ini diberlakukan kepada orang yang mempunyai ekonomi yang lemah.
Dari pertanyaan-pertanyaan di atas, memungkinkan bahwa mahar itu relatif sesuai dengan kondisi ekonomi seseorang. Kalau ekonomi seseorang lemah, maka minimal maharnya berupa cincin besi atau sesuatu yang sebanding dengan cincin besi itu. Dan sebaliknya, seseorang yang  mampunyai ekonomi yang mapan, maka minimal 10 dirham atau yang sebanding dengan 10 dirham itu.
Perbedaan pendapat para imam mazhab
a.       Imam Hanafi, beliau berpendapat bahwa mahar itu minimalnya adalah sebanyak harta yang dicuri oleh pencuri, yang menyebabkan tangannya dipotong, yaitu 10 dirham atau 1 dinar
b.      Imam Maliki, beliau berpendapat bahwa mahar itu minimalnya adalah seperempat dinar atau tiga dirham.




[1] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah VII, Bandung, PT. Al-Ma’arif, 1981, hal. 55
[2] Hartika Syafrini, Mahar Yang Jumlahnya Ditentukan Oleh Kepala Adat Ditinjau Dari Hukum Islam, Skribsi, 2005, hal. 30
[3] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, 2, Jakarta Selatan, Pustaka Azzam, hal. 37-38

Tidak ada komentar:

Posting Komentar