Senin, 28 Oktober 2013

TARIKAT


TARIKAT
      A.    PENDAHULUAN

Ajaran agama Islam mendorong umatnya untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah Sang Khalik. Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang memotivasi manusia untuk selalu mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah. Di samping itu manusia pada dasarnya selalu ingin membersihkan atau mensucikan diri.
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi yang memotivasi manusia untuk mensucikan dirinya. Bahkan tidak sedikit ayat al-Qur’an dan hadits Nabi yang memerintahkan kepada umat Islam untuk selalu berzikir.  Ayat al-Qur’an atau hadits Nabi yang memotivasi dan memerintahkan membersihkan diri serta berzikir tersebut datang dalam bentuk global.
Para ulama Sufi menjadikan ayat dan hadits membersihkan diri dan zikir yang berbentuk global tersebut menjadi metode-metode yang praktis. Metode-metode pembersihan diri dan zikir tersebut diwariskan kepada murid-muridnya                                  pada akhirnya melembaga menjadi aliran tarikat.
Dalam tradisi keilmuan Islam, tarikat sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tasawuf. Tidak demikian sebaliknya dengan tasawuf karena tasawuf bisa saja terpisah tanpa ada hubungan langsung dengan tarikat. Pada perkembangan Islam berikutnya pola hubungna spiritual dalam dunia tasawuf ini semakin tersebar ke dan dikenal diberbagai bagian dunia Islam, serta kemudian terlembaga melalui organisasi tarikat[1].
Pada makalah ini penulis akan membahas pengertian tarekat, asal-usal,  ajaran tarikat dan pengaruh tarikat terhadap dunia Islam.


B.     PENGERTIAN
Kata tarikat berasal dari bahasa, yaituطريقة . Secara etimologi berarti: (1) jalan, cara (al-khaifiyah); (2) metode, sistem (al-uslub); (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab); (4) keadaan (al-halah);  (5) pohon kurma yang tinggi (an-nakhlah at-tawilah); (6) tiang tempat berteduh, tongkat payung (‘amud al-mizalah); (7) yagn mulia, terkemuka dari kaum (syarif al-qaum); (8) goresan atau garis pada sesuatu (al-khat fi asy-syay)[2].
Dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang mengandung lafazd tarikat. Begitu juga dalam hadits Nabi, ada beberapa hadits yang mempergunakan lafazd tarikat. Arti tarikat dalam ayat al-qur’an berbeda-beda sesuai dengan konteks ayat tersebut, diantara artinya adalah:
1.      Datang (timbul). Surat al-thariq ayat 1
Ïä!$uK¡¡9$#ur É-Í$©Ü9$#ur  
Demi langit dan yang datang pada malam
2.      Kedudukan (posisi). Surat Thaha ayat 63
(#þqä9$s% ÷bÎ) Èbºx»yd ÈbºtÅs»|¡s9 Èb#yƒÌãƒ br& Oä.%y`̍øƒä ô`ÏiB Nä3ÅÊör& $yJÏd̍ósÅ¡Î0 $t7ydõtƒur ãNä3ÏGs)ƒÌsÜÎ/ 4n?÷WßJø9$#  
“Mereka berkata: "Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama”.

3.      Jalan. Surat al-Nisa’ ayat 169
žwÎ) t,ƒÌsÛ zO¨Yygy_ tûïÏ$Î#»yz !$pkŽÏù #Yt/r& 4 tb%x.ur y7Ï9ºsŒ n?tã «!$# #ZŽÅ¡o ÇÊÏÒÈ  
Kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

- surat al-Ahqaf ayat 30
#qä9$s% !$oYtBöqs)»tƒ $¯RÎ) $oY÷èÏJy $·7»tFÅ2 tAÌRé& .`ÏB Ï÷èt/ 4ÓyqãB $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 tû÷üt/ Ïm÷ƒytƒ üÏöku n<Î) Èd,ysø9$# 4n<Î)ur 9,ƒÌsÛ   8LìÉ)tGó¡B
“Mereka berkata: "Hai kaum Kami, Sesungguhnya Kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan Kitab-Kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus”.
- surat al-Nisaa’ ayat 168
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. (#qßJn=sßur öNs9 Ç`ä3tƒ ª!$# tÏÿøóuÏ9 öNßgs9 Ÿwur öNßgtƒÏökuŽÏ9 $¸)ƒÌsÛ ÇÊÏÑÈ  
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka”,
- Thaha ayat 77
 
ôs)s9ur !$uZøym÷rr& 4n<Î) #ÓyqãB ÷br& ÎŽó r& ÏŠ$t7ÏèÎ/ ó>ÎŽôÑ$$sù öNçlm; $Z)ƒÌsÛ Îû ̍óst7ø9$# $T¡t6tƒ žw ß#»sƒrB %Z.uyŠ Ÿwur 4Óy´øƒrB ÇÐÐÈ  
“Dan Sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: "Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, Maka buatlah untuk mereka jalan yang kering dilaut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)".
- surat Thaha ayat 104
ß`øtªU ãNn=÷ær& $yJÎ/ tbqä9qà)tƒ øŒÎ) ãAqà)tƒ öNßgè=sWøBr& ºps)ƒÌsÛ bÎ) óOçFø[Î6©9 žwÎ) $YBöqtƒ ÇÊÉÍÈ  
“Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang paling Lurus jalannya di antara mereka: "Kamu tidak berdiam (di dunia), melainkan hanyalah sehari saja".
- surat al-Jin ayat 16
Èq©9r&ur (#qßJ»s)tFó$# n?tã Ïps)ƒÌ©Ü9$# Nßg»oYøs)óV{ ¹ä!$¨B $]%yxî ÇÊÏÈ  
Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan Lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak).
4.      Jalan (langit) Surat al-Mukminun ayat 17
ôs)s9ur $oYø)n=yz óOä3s%öqsù yìö7y t,ͬ!#tsÛ $tBur $¨Zä. Ç`tã È,ù=sƒø:$# tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐÈ  
“Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit); dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (kami)”.
Diantara hadits nabi yang mengandung kalimat tarikat adalah :
عن أبي الدرداء ، قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : « من سلك طريقا يطلب فيه علما سلك الله به طريقا إلى الجنة   الخ[3]
“Dari Abi Darda’ Dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan jalan kesurga untuknya”.(dengan riwayat Abi Darda’)
عن أبي هريرة رضي الله عنه ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « من سلك طريقا فيه يلتمس علما سهل الله له طريقا إلى الجنة[4]
“Dari Abu Hurairah ra, dia berkata, “Bersabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa yang menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan jalan kesurga untuknya”.(dengan riwayat Abu Hurairah).
Pemaknaan kata tarikat secara bahasa dan makna menurut beberapa ayat dan hadits tersebut menunjukan bahwa lafazd tarikat merupakan lafazd yang musytarak, yaitu satu lafazd banyak makna. Berbedanya makna tarikat tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan definisi tarikat secara terminologi dikalangan para ahli.
Adapun perbedaan pengertian tarikat secara terminologi menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1.      Menurut Syarif ‘Ali Muhammad al-Jurjani yang dikutip oleh Said Muhammad ‘Aqil bi ‘Ali al-Mahdali tarikat adalah :
الطريقة هي السيرة المختصة بالسالكين الى الله من قطع المنازل والتقى فى المقامات [5]
“Thariqah adalah jalan tertentu yang ditempuh oleh salik untuk menuju kepada Allah dengan menaiki tingkatran-tingkatan atau maqam-maqam”.
2.      Mustafa Zahri dalam hal ini mengatakan tarikat adalah jalan atau petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan dikerjakan oleh sahabat-sahabatnya, tabi'in dan tabi'it tabi'in turun-temurun sampai kepada guru-guru secara berantai sampai pada masa kita ini. Lebih khusus lagi tarikat di kalangan sufiyah berarti sistem dalam rangka mengadakan latihan jiwa, membersihkan diri dari sifat-sifat  tercela, mengisinya dengan sifat-sifat terpuji dan memperbanyak zikir dengan penuh ikhlas semata - mata untuk mengharapkan bertemu dengan dan bersatu secara ruhiah dengan Tuhan. Jalan dalam tarikat itu antara lain terus-menerus berada dalam zikir atau ingat terus kepada Tuhan, dan terus-menerus menghindarkan diri dari sesuatu yang melupakan Tuhan.[6]
3.      Sementara itu Harun Nasution, menyatakan bahwa tarikat berasal dari kata tariqah yaitu jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi dalam tujuannya berada sedekat mungkin dengan Allah. Thariqh kemudian mengandung arti organisasi tarikat. Tiap tarikat mempunyai syekh, upacara ritual, dan bentuk dzikir masing-masing[7]
4.      L.Massignon, salah seorang peneliti tasawuf di berapa negara muslim, berkesimpulan bahwa istilah tarekat mempunyai dua pengertian:pertama, tarekat merupakan pendidikan kerohanian yang sering dilakukan oleh orang-orang yang menempuh kehidupan tasawuf untuk mencapai suatu tingkatan kerohanian, yang disebut al-maqamat dan al- akhwal. Pengertian ini menonjol sekitar abad ke-9 dan ke-10 Masehi.Kedua, tarekat merupakan perkumpulan yang didirikan menurut aturan yang telah dibuat oleh seorang syekh yang menganut suatu aliran tertentu. Dalam perkumpulan itulah seorang syekh yang menganut suatu tarekat yang dianutnya, lalu mengamalkan aliran aliran tersebut bersama dengan murid-muridnya, pengertian dan definisi ini menonjol ketika abad ke-9 Masehi[8].
Dengan demikian secara terminologi tarikat mempunyai dua pengertian yaitu: pertama jalan atau metode yang ditempuh oleh orang-orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah. Kedua  lembaga atau organisasi yang menghimpun orang-orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah dalm bentuk ritual-ritual yang sama, syekh yang sama dan zikir-zikir yang sama. Pada perkembangan selanjutnya tarikat lebih banyak diartikan kepada organisasi atau lembaga tarikat yang menyatukan kaum sufi dengan syekh, ritual dan zikir-zikir yang sama.
Tujuan tarikat adalah untuk melatih jiwa, membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji dan memperbanyak zikir kepada Allah SWT, dengan penuh ikhlas semata-mata untuk mengharapkan bertemu dengan dan bersatu secara ruhiyah dengan Tuhan sebagaimana yang contohkan oleh Rasulluah SAW.
C.    ASAL USUL TARIKAT
Tarikat pertama kali muncul pada  abad ketiga dan keempat Hijrah karena tasawuf muncul pada pertengahan abad ketiga Hijrah[9]. Tarikat berakar dari pengalaman seorang sufi-ahli tasawuf dalam mengajarkan ilmunya kepada orang lain, pengajaran mana yang kemudian dikembangkan pengikutnya [10]. Pengalaman-pengalaman dari tokoh-tokoh sufi tersebut dijadikan sebagai formula (metode) dari murid-muridnya dalam mengembangkan ilmu tasawuf yang diperoleh dari gurunya. Metode-metode tersebut menjadi aturan baku dalam sebuah aliran tarikat sehingga masing-masing aliran tarikat mempunyai metode-metode masing-masing.
Pada abad ketiga dan keempat Hijrah tersebut tarikat tasawuf telah berkembang pesat di negeri-negeri seperti Arab, Persia, Afghanistan dan Asia Tengah. Beberapa Sufi terkemuka memiliki banyak sekali murid dan pengikut. Di antara murid dan pengikut para Sufi terkemuka itu aktif mengikuti pendidikan formal di lembaga-lembaga pendidikan Sufi (/ribbat/, pesantren). Di antara Sufi yang memiliki banyak murid di antaranya ialah Junaid al-Baghdadi dan Abu Said al-Khayr. Dalam mengikuti pendidikan formal itu para murid mendapat bimbingan dan pelatihan spiritual untuk mencapai peringkat kerohanian (/maqam/) tertentu dalam ilmu suluk. Di samping itu beberapa di antara mereka mendapat pengajaran ilmu agama, khususnya fiqih, ilmu kalam, falsafah dan tasawuf. Pada masa itu ilmu Tasawuf sering pula disamakan dengan ilmu Tarekat dan teori tentang /maqam/ (peringkat kerohanian) dan /hal/ (jamaknya /ahwal,/ keadaan rohani).[11]
Pengikut masing-masing aliran tarikat menisbahkan aliran tarikat kepada sufi-sufi terkemuka yang pertama kali mengajarkan tasawuf. Penamaan aliran-aliran tarikat tersebut diambilkan dari nama-nama sufi tersebut. Diantara aliran tarikat adalah[12]
NO
NAMA TARIKAT
PENDIRI
BERPUSAT DI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36

37
38
39
40
41
42
43
44
ADHAMIAH
AHMADIYAH
ALAWIYAH
ALWANIYAH
AMMARIAH
ASYAQIYAH
ASYRAFIAH
BABAIAH
BAHRAMIYAH
BAKRIYAH
BEKTASYI
BISTAMIYAH
GULSYANIAH
HADDAIAH

IDRISIAH
IGHITBASYIAH
JALWATIAH
JAMALIAH
KABRAWIAH
KADIRIAH
KHALWATIAH
MAULAWIAH
MURADIAH
NAKSYABANDIAH

NIYAZIAH
NI’MATALLAHIAH
NURBAKHSYIAH
NURUDDINIAH
RIFAIAH
SADIYAH
SAFAWIAH
SANUSIAH
SAQATIAH
SIDDIQIAH
SINAN UMMIAH
SUHRAWARDIAH

SUNBULIAH
SYAMSIAH
SYATTARIAH
SYAZILIAH
TIJANIAH
UMM SUNANIAH
WAHABIAH
ZAINIAH
Ibrahim bin Adham
Mirza Ghulam Ahmad
Abu Abbas Ahmad bin Mustafa al-Alawi
Syekh Alwan
Ammar Bu Senna
Hasanuddin
Asyraf Rumi
Abdul gani
Hajji Bahrami
Abu Bakar Wafai
Bektasyi Veli
Abu Yazid al-Bistami
Ibrahim Gulsyani
Sayyid Abdullah bin Alawi bin Muhammad
al-Haddad
Sayid Ahmad bin Idris bin Muhammad bin Ali   
Syamsuddin        
Pir Uftadi
Jamaluddin
Najmuddin
Abdul Qadir al-Jailani
Umar al-Khalwati
Jalaluddin al-Rumi
Murad Syami
Muhammad bin Muhamad bin al-Uwaisy           al-Bukhari naqsyabandy
Muhammad Niyaz
Syah Wali Ni’matillah
Muhammad Nurbakh
Nuruddin
Sayid Ahmad al-Rifa’i
Sa’dudin Jibawi
Syafiuddin
Sidi Muhammad bin Ali As-Sanusi
Sirri Saqati
Kiai Mukhtar Mukti
Alim Sunan Ummi
Abu an-Najib as-Suhrawardi dan Syihabuddin Abu Hafs Umar bin Abdullah as-Suhrawardi
Sunbul Yusuf Bulawi
Syamsuddin
Abdullah as-Syattar
Abul Hasan Ali as-Syazilli
Abu al-Abbas Ahmad bin Muhammad at-Tijani
Syekh Umm Sunan
Muhammad bin Abdul Wahhab
Zainuddin
Damaskus,Suriah
Qadiah, India
Mostaganem, Aljazair
Jiddah, Arab Saudi
Constantine, Aljazair
Istanbul, Turki
Chin Iznik, Turkis
Adrianopel(Edirne),Turki
Ankara, Turki
Aleppo, Suriah
Kir Sher, Turki
Jabal Bistam, Iran
Kairo, Mesir
Hijaz, Arab Saudi

Asir, Arab Saudi
Magnesia, Yunani
Bursa, Turki
Istanbul, Turki
Khurasan
Baghdad, Irak
Kayseri, Turki
Konya, Anatolia
Istanbul, Turki
Qasri Arifan, Turki

Lemnos, Yunani
Kirman, Iran
Khurasan, Iran
Istanbul, Turki
Baghdad, Irak
Damaskus, Irak
Ardabil, Iran
Tripoli, Libanon
Baghdad, Irak
Jombang, Jawa Timur
Alwal, Turki
Baghdad, Irak

Istanbul, Turki
Madinah, Arab Saudi
India
Mekah, Arab Saudi
Fes, Maroko
Istanbul, Turki
Nejd, Arab Saudi
Kufah, Irak

D.    AJARAN TARIKAT
Semua aliran tarikat memiliki tiga unsur penting didalamnya, yaitu :
1.      Syekh (guru)
2.      Murid
3.      Janji antara syekh dengan murid[13] (baiat)
Syekh merupakan guru yang membimbing perjalanan spiritual dari murid-muridnya untuk sampai kepada Allah. Seorang syekh akan membimbing seorang muridnya dalam melalui tahapan-tahapan sufi atau yang dikenal dengan maqamat. Adapun maqamat tersebut menurut al-Imam Abu Nashr al-Saraj al-Thusi adalah al-taubat, al-wara’, al-faqr, al-Shabr, al-ridha, al-tawakkal dan lain-lain.[14]
Murid adalah orang yang menempuh perjalanan spiritual menuju Allah. Seorang murid dalam menempuh perjalanan spiritualnya harus dibimbing oleh seorang syekh. Andaikata seorang murid tidak dibimbing oleh seorang  syekh maka ia akan tersesat dijalannya dan ia akan menjadi budak dari hawa nafsunya. Ia bagaikan pohon yang rindang tapi tidak berbuah. Ustazd ‘Ali al-Daqaq mengatakan,” pohon yang tumbuh sendiri tanpa ditanam akan subur tapi tidak akan berbuah, begitu juga dengan murid yang menempuh jalan tarikat sendiri maka ia akan menjadi budaak hawa nafsunya dan ia tidak akan menembus ma’rifat.[15]Seorang Murid harus mempunyai guru spiritualnya, kalau tidak ada gurunya ia tidak akan berhasil dan setan akan menjadi gurunya.[16]
Janji antara seorang syekh dengan muridnya atau yang lebih dikenal dengan bai’at adalah suatau akad yang mengandung kepatuhan seorang murid kepada gurunya untuk mentaati Allah dan rasulNya, mengamalkan seluruh ajaran tarikatnya dan berjanji untuk tidak menyelewengkannya. Janji merupakan langkah yang kedua dalam tarikat karena tarikat tersebut terdiri dari tiga langkah. Pertama taubat, kedua janji dan ketiga talqin yaitu ajaran tentang tata cara zikir dan sebagainya.[17] Murid meyakini bahwa guru (mursyid) adalah wakil dari Nabi, lebih dari pada itu bai’at diyakini sebagai sebuah perjanjian antara murid sebagai hamba dengan al-Haq sebagai Tuhannya.[18]
Dalam tarikat dikenal juga istilah washilah dan rabithah. Kata washilah atau tawashul berarti penghubung atau menghubungkan. Dalam hal ini yang dimaksud adalah penghubung seseorang agar dapat beremu dengan Allah.[19]Pemakaian istilah washilah ini diyakini berdasarkan kepada peristiwa isra’ mi’raj nabi Muhammad SAW yang didampingi (dihubungkan) oleh malaikat Jibril untuk bertemu dengan Allah. Walaupun demikian ada juga tarikat yang mengartikan washilah sebagai mohon restu dari gurunya. Sedangkan kata rabithah berarti ikatan atau pertalian. Dalam hal ini yang dimaksud dengan rabithah adalah bersahabat “intim” antara seorang guru dengan muridnya[20]. Seorang murid meniru gurunya dalam perjumpaan dengan Allah.
Selain itu, tarikat harus berpangkal kepada syari’at karena syari’at adalah jalan utama sedangkan tarikat adalah anak jalan. Kata turunan ini menunjukkan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari hukum illahi, tempat berpijak bagi setiap muslim. Tak mungkin ada anak jalan tanpa ada jalan utama tempat berpangkal, pengalaman mistik tak mungkin di peroleh bila perintah syariat yang mengikat itu tidak ditaati terlebih dahulu dengan seksama.[21]

E.     PENGARUH TARIKAT TERHADAP DUNIA ISLAM.
Pada saat kota Bagdad dihancurkan oleh pasukan Tatar tahun 1258M atau 656H Islam diperkirakan akan hancur dan lenyap dari permukaan bumi, tetapi mampu bertahan. Pada umumnya sejak kehancuran kota Bagdad para anggota tarikatlah yang berperan dalam penyebaran Islam. Menurut catatan sejarah Islam mampu meresap kedalam hati sanubari dari keturunan bangsa penghancur Bagdad tersebut, seperti Zahiruddin Muhammad Babur pendiri dinasti Mughal India. Ia merupakan keturunan dari Timur Lenk bangsa Mongol[22].Berdasarakan catatan sejarah juga bahwa dinasti Syafawi di Iran yang berkuasa pada tahun 1501-1736M berasal dari sebuah aliran tarikat[23]. Dengan demikian pada awal-awal kemunculan tarikat sangat memberi pengaruh yang positif dalam rangka mempertahankan ajaran Islam dan mengembangkannya.
Pengaruh tarekat mulai mengalami kemunduran, serangan-serangan terhadap tarekat yang dulunya dipelopori oleh Ibnu Taimiyah (w. 1327 M/ 1728) terdengar semakin gencar dan kuat pada masa modern. Tokoh-tokoh pembaharu dalam dua abad terakhir ini pada umumnya memandang bahwa salah satu di antara sebab-sebab mundur dan lemahnya umat islam adalah pengaruh tarekat yang buruk, antara lain menumbuhkan sikap taqlid, sikap fatalistis, orientasi yang berlebihan kepada ibadah dan akhirat, dan tidak mementingkan ilmu pengetahuan.
Menurut analisa penulis pengaruh buruk tarikat tersebut disebabkan oleh pemahaman yang salah dari para murid tarikat tentang esensi dari tarikat itu sendiri. Mengikuti ajaran tarikat bukan berarti zuhud berlebihan terhadap dunia. Seorang konglomerat, pejabat negara, direktur utama dan sebagainya bisa saja mengikuti ajaran tarikat tanpa harus meninggalkan semua miliknya. Mengikuti ajaran tarikat jangan diniatkan untuk mencari ilmu kebal, olah kanuragaan dan sebagainya. Mengikuti tarikat dengan tujuan mendekatkan diri dan bersatu secara ruhiyah dengan Allah sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi.
Syekh Abdul Wahid Yahya, seorang filosof muslim yang juga seorang sufi berpendapat bahwa tasawuf merupakan suatu bagian yang prinsipil dalan agama Islam. Agama tanpa tasawuf akan pincang, bahkan menjadi serba pincang dari segi-segi yang tinggi yakni pusat asasinya.[24] Ajaran tarikat akan sangat membantu orang yang ingin bertasawuf dalam kehidupannya.
Pada zaman modern sekarang, banyak manusia yang sudah sampai kepada titik jenuh. Kekayaan, jabatan dan ilmu pengetahuan tidak dapat memberi kepuasan batin kepada manusia. Ilmu pengetahuan telah gagal dalam dakwahnya karena para penganutnya menamakannya dengan ilmu materialis (kebendaan).[25] Setiap benda-benda berasal dari atom-atom, setiap atom terbelah menjadi sinar-sinar (percikan-percikan) dan setiap percikan adalah gerakan dalam al-atsir. Al-Atsir adalah sesuatu yang berwujud tapi tidak berwujud, tidak terbatas, tidak mempunyai sifat, serta tiada ukuran yang dapat diketahui oleh para ilmuwan.[26] Manusia tidak hanya bisa mengandalkan logika untuk mencapai hakikat sesuatu, tapi manusia butuh kepada rasa dzuq untuk mencapainya. Pencapain tersebut merupakan kejasama antara perasaan, pikiran dan ilham yang pada akhirnya dikenal dengan ma’rifat.[27]
Akhir-akhir ini manusia sudah banyak kembali kepada ajaran agama. Tasawuf dan tarikat sudah mulai dipelajari kembali dalam dunia pendidikan Islam.
F.      PENUTUP.

1.      Kesimpulan
Tarikat merupakan jalan yang ditempuh dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan sesuai dengan tuntunan agama. Kemudian tarikat banyak diartikan sebagai sebuah lembaga dalam upaya menyatukan diri dengan al-Haq (Allah), dengan dibimbing oleh seorang guru melalui tahapan-tahapan tertentu.
Pada awal-awal kemunculannya penganut tarikat sangat membantu menjaga dan menyebarkan agama Islam. Pada masa berikutnya tarikat banyak mendapat kritikan dari para tokoh, namun akhir-akhir ini muncul lagi gairah untuk mempelajari tarikat dikalangan umat muslim.
2.      Saran
Disarankan kepada pemikir dan generasi muda Islam agar selalu mengaktifkan kegiatan-kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan. Kajian-kajian mendalam terhadap ajaran agama agar lebih ditingkatkan agar tidak terjadi kesalahan memahami dan mengamalkan ajaran agama.




DAFTAR PUSTAKA

Baihaqi. Sya’b al-Iman.Juz.4, (Al-Maktab al-Syamilah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ikhtisar Baru van Hoeve, 2003)
Dewan Redaksi Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. Jakarta: PT.Ikhtiar Baru Van Hoeve,tt. Jil 2
Fathurrahman, Oman. Tarekat Syattariyah di Minangkabau. Jakarta: Prenada Media Group.cet.1.2008
Hakim.Al-Mustadrik ‘Ala al-Shahihain.Juz,1, (Al-Maktab al-Syamilah)
http/ASAL-USUL%20TAREKAT%20SUFI%20DAN%20PERANANNYA%20_%20Bayt%20al-Hikmah%20Institute.htm

http://citrariski.blogspot.com/2011/02/makalah-tarekat-syattariyah.html

http://hendrakomara.wordpress.com/2011/05/08/makalah-tarekat/

http://mashajirismail.wordpress.com/2011/02/02/10/
Khaliq, Abdurrahman Abdul dan Ihsan Ilahi Zhahir. Pemikiran Sufisme Dibawah Bayang-bayang Fatamorgana. Jakarta:Amanah cet.2,2001
al-Mahdali, Said Muhammad ‘Aqil bin ‘Ali. Dirasah fi al-Thurq al-Shufiyah.(Kairo: Dar al-Hadits.1993).
Mahmud, Abdul Halim. Tasawuf di Dunia Islam.Bandung: Pustaka Setia.2002
Nasution, Nasution. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Jilid II, Jakarta: UI Press
Nata , Abuddin,  Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996)
Siregar , Rivay, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002)
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam.(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.2006)


Lampiran : Contoh washilah tarikat Syattariyah
  • Nabi Muhammad SAW
  • kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib,
  • kepada Sayyidina Hasan bin Ali asy-Syahid,
  • kepada Imam Zainal Abidin,
  • kepada Imam Muhammad Baqir,
  • kepada Imam Ja'far Syidiq,
  • kepada Abu Yazid al-Busthami,
  • kepada Syekh Muhammad Maghrib,
  • kepada Syekh Arabi al-Asyiqi,
  • kepada Qutb Maulana Rumi ath-Thusi,
  • kepada Qutb Abu Hasan al-Hirqani,
  • kepada Syekh Hud Qaliyyu Marawan Nahar,
  • kepada Syekh Muhammad Asyiq,
  • kepada Syekh Muhammad Arif,
  • kepada Syekh Abdullah asy-Syattar,
  • kepada Syekh Hidayatullah Saramat,
  • kepada Syekh al-Haj al-Hudhuri,
  • kepada Syekh Muhammad Ghauts,
  • kepada Syekh Wajihudin,
  • kepada Syekh Sibghatullah bin Ruhullah,
  • kepada Syekh Ibnu Mawahib Abdullah Ahmad bin Ali,
  • kepada Syekh Muhammad Ibnu Muhammad,
  • kepada Syekh Abdul Rauf Singkel,
  • kepada Syekh Abdul Muhyi (Safarwadi, Tasikmalaya),
  • kepada Kiai Mas Bagus (Kiai Abdullah) di Safarwadi,
  • kepada Kiai Mas Bagus Nida' (Kiai Mas Bagus Muhyiddin) di Safarwadi,
  • kepada Kiai Muhammad Sulaiman (Bagelan, Jateng),
  • kepada Kiai Mas Bagus Nur Iman (Bagelan),
  • kepada Kiai Mas Bagus Hasan Kun Nawi (Bagelan)
  • kepada Kiai Mas Bagus Ahmadi (Kalangbret, Tulungagung),
  • kepada Raden Margono (Kincang, Maospati),
  • kepada Kiai Ageng Aliman (Pacitan),
  • kepada Kiai Ageng Ahmadiya (Pacitan),
  • kepada Kiai Haji Abdurrahman (Tegalreja, Magetan),
  • kepada Raden Ngabehi Wigyowinoto Palang Kayo Caruban,
  • kepada Nyai Ageng Hardjo Besari,
  • kepada Kiai Hasan Ulama (Takeran, Magetan),
  • kepada Kiai Imam Mursyid Muttaqin (Takeran),
  • kepada Kiai Muhammad Kusnun Malibari (Tanjunganom, Nganjuk) dan
  • kepada KH Muhammad Munawar Affandi (Nganjuk).

Sumber: http://citrariski.blogspot.com/2011/02/makalah-tarekat-syattariyah.html



[1] Oman Fathurrahman. Tarekat Syattariyah di Minangkabau.(Jakarta: Prenada Media Group.cet.1.2008),h.25
[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ikhtisar Baru Van Houve, 2003), h.66
[3] Baihaqi. Sya’b al-Iman.Juz.4, h.216 (Al-Maktab al-Syamilah)
[4] Hakim.Al-Mustadrik ‘Ala al-Shahihain.Juz,1, h.291 (Al-Maktab al-Syamilah)
[5] Said Muhammad ‘Aqil bin ‘Ali al-Mahdali. Dirasah fi al-Thurq al-Shufiyah.(Kairo: Dar al-Hadits.1993).h.15
[6] Abuddin Nata,  Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), h. 270
[7] Harun Nasution. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. (Jakarta: UI Press Jilid II)
[9] Al-Said Muhammad ‘Aqil, op.cit,h.18
[10]A. Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h.264
[11]http/ASAL-USUL%20TAREKAT%20SUFI%20DAN%20PERANANNYA%20_%20Bayt%20al-Hikmah%20Institute.htm
[12] Abdurrahman Abdul Khaliq dan Ihsan Ilahi Zhahir. Pemikiran Sufisme Dibawah Bayang-bayang Fatamorgana.( Jakarta:Amanah cet.2,2001),h.20
[13] Al-Said Muhammad ‘Aqil, op.cit,h.38
[14] Abdul Halim Mahmud. Tasawuf di Dunia Islam.(Bandung: Pustaka Setia.2002), h.39
[15] Al-Said Muhammad ‘Aqil, Op.cit,h.39
[16] Ibid,
[17] Ibid, h,59
[18] Oman Fathurrahman.Op.cit,h.26
[19] A.Rivay Siregar.Op.cit,h.278
[20] Ibid, h.279
[22] Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam.(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.2006)h.147
[23] Dewan Redaksi Ensiklopedi Tematis Dunia Islam.(Jakarta: PT.Ikhtiar Baru Van Hoeve,tt. Jil 2), h.263
[24] Abdul Halim Mahmud, Op.cit, h.299
[25] Ibid, h.300
[26] Ibid, h.301
[27] Ibid,