Senin, 28 Oktober 2013

URF DAN HAM


URF DAN HAM
SEBAGAI DALIL HUKUM

     I.     PENDAHULUAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknlogi telah membawa perubahan kearah yang lebih positif bagi kehidupan manusia. Di pihak lain kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga membawa dampak yang negatif bagi kehidupan manusia. Berbagai persoalan-persoalan umat muncul saat ini tidak terlepaskan dari kemajuan tersebut.
Agama Islam sebagai agama yang ditujukan untuk seluruh umat manusia pada akhir zaman menawarkan solusi-solusi terhadap persoalan-persoalan umat tersebut. Apalagi persoalan hukum, para ulama telah merumuskan formula-formula untuk mengistinbatkan hukum yang terdapat dalam sunnah dan untuk menerapkan hukum dimasyarakat. Formula-formula hukum tersebut secara umum disebut dengan ijtihad.
Selain itu agama Islam juga memperhatikan kebisaan masyarakat yang merupakan ruh dari kehidupan sosial di masyarakat. Kebiasaan tersebut disebut dalam istilah ushul fiqh dengan urf atau adat.
Dalam makalah yang ringkas ini penulis akan membahas urf atau adat dari segi ilmu ushul fiqh. Dalam makalah ini penulis juga membahas Hak Asasi Manusia sebagai dalil hukum, karena sejak berakhirnya perang dunia kedua sering orang menjadikan Hak Asasi Manusia sebagai dasar hukum.









II.  URF
A.    Pengertian Urf
Kata ‘urf berasal dari kata ‘araf, ya’rifu yang sering diartikan dengan al-ma’ruf yang berarti sesuatu yang dikenal. Kata ‘urf juga berarti kebaikan sebagaimana firman Allah dalam surat al-A’raf ayat 199
Éè{ uqøÿyèø9$# óßDù&ur Å$óãèø9$$Î/ óÚ̍ôãr&ur Ç`tã šúüÎ=Îg»pgø:$# ÇÊÒÒÈ 
Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf(kebaikan), serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.
Para ulama berbeda-beda mendefinisikan urf diantaranya :
1.      Muhammad Sulaiman Abdullah al-Asyqari mendefinisikan
العرف هو العادة الجارية بين الناس[1]
“Urf adalah adat yang berlaku dikalangan manusia”
2.      Abdul Wahab Khalaf  mendifinisikan urf dengan
العرف هو ما تعارفه الناس وساروا عليه من قول او فعل او ترك ويسمى العادة[2]
“Urf adalah sesutau yang sudah saling (sama-sama) diketahui oleh mausia dan berlaku dikalangan mereka baik berupa perkataan, perbuatan atau larangan. Urf disebut juga adat”.

Masih banyak lagi definisi urf yang dikemukakan oleh para ulama, namun pada intinya definisi yang dikemukakan itu mengandung unsur unsur yang sama. Unsur-unsur dari urf adalah sesuatu yang sudah saling dikenal (diketahui) atau diakui oleh masyarakat secara umum  dan sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan ditengah-tengah masyarakat.
Para umumnya para ulama menyamakan urf dengan adat. Adat secara bahasa terambil dari kata (  عاد - يعود) yang mengandung arti perbuatan yang berulang-ulang. Wahbah Zuhaili mengutip dari Syarh al-Tahrir mengatakan adat adalah suatu perbuatan berulang-ulang tanpa ada pengaruh dari akal[3]. Suatu perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menjadi kebiasaan. Sesuatu yang berulang-ulang dan terus menerus terjadi ditengah-tengah masyarakat akan menjadi kebiasaan di masyarakat itu dan pasti diketahui serta diakui oleh seluruh anggota masyarakat tersebut.
Adapun perbedaan antara urf dan adat adalah :
1.    Urf adalah sesuatu yang sudah dikenal dan berlaku umum ditengah-tengah masyarakat. Sedangkan adat adalah sesuatu yang berulang kali dilakukan dan menjadi kebiasaan ditengah-tengah masyarakat.
2.    Urf dikonotasikan terhadap sesuatu yang baik maka urf tidak netral, sedangkan adat tidak memandang apakah sesuatu itu baik atau buruk tetapi memandang kepada berulangnya sesuatu, jadi adat itu netral.
3.    Urf meliputi jamaah atau golongan (umum) sedangkan adat dapat digunakan untuk sebagian orang (khusus) tetapi terkadang bisa juga untuk golongan.
Sebenarnya tidak ada perbedaan yang mendasarkan antara urf dengan adat karena pada prinsipnya kedua kata tersebut mempunyai pengertian yang sama yaitu, suatu perbuatan yang telah berulang-ulang dilakukan menjadi dikenal dan diakui oleh orang banyak, maka perbuatan itu dilakukan orang secara berulang kali. Dengan demikian meskipun kedua kata itu dapat dibedakan tapi perbedaannya tidak berarti[4]. Kalau digabungkan kedua kata ini, malah saling melengkapi.
Berdasarkan Urf merupakan sesuatu yang sudah diketahui dan diakui oleh orang secara umum, maka urf kelihatannya mirip dengan ijma’. Namun antara kedunya terdapat perbedaan yang mendasar yaitu;
1.       Ijma’ merupakan kesepakatan para mujtahid, sedangkan urf bukan kesepakatan mujtahid tetapi hanya berlaku umum ditengah masyarakat[5].
2.       Ijma’ harus diakui oleh semua mujtahid, kalau ada yangtidak mengakuinya maka tidak akan tercapai ijma’. Sedangkan Urf walaupun ada sebagian yang yang tidak mengakuinya ia tetap dianggap sebai urf.
3.       Ijma’ tidak dapat dirubah atau dibatalkan. Sedangkan urf berubah sesuai dengan perubahan zaman dan tempat.

B.    Pembagian Urf.
1.    Dilihat dari segi materi yang biasa dilakukan maka urf terbagi kepada :
a.    Urf qauli (قولي), yaitu kata-kata yang berlaku umum dalam masyarakat. Contohnya penggunaan kata walad (ولد) terhadap anak-anak baik laki-laki maupun perempuan, penggunaan kata lahm (لحم) dalam kehidupan sehari orang Arab tidak termasuk daging ikan (سمك).
b.    Urf fi’li (فعلي) atau ‘amali (عملي), yaitu perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan ditengah-tengah masyarakat. Contohnya kebiasaan jual beli barang-barang yang enteng dengan tanpa shighat ijab kabul dan kebiasaan berjalan disebelah kiri dianggap baik di Indonesia.
2.    Dilihat dari segi ruang lingkup penggunaanya, urf terbagi kepada :
a.     Urf ‘am (عام) atau umum, yaitu kebiasaan yang sudah berlaku secara umum dimana-mana tanpa dibatasi ruang dan waktu. Contoh penggunaan kata thalaq, cerai atau putus dalam perkawinan berarti menghancurkan hubungan pernikahan.
b.     Urf khas (خاص) atau khusus, yaitu kebiasaan yang terjadi disuatu kaum, kelompok, golongan atau kabilah. Contoh Orang Iraq mengkhususkan pemakaian lafazd dabah (دابة) terhadap kuda, dan lafazd hanif (حنيف) terhadap tinta, adanya harta pusako tinggi di Minangkabau dan lain-lain.
3.    Dilihat dari segi baik dan buruk, urf terbagi kepada :
a.     Urf shahih (صحيح), yaitu kebiasaan yang tidak bertentangan dengan norma agama, sopan santun dan budaya leluhur. Contoh Menyapa dan tersenyum saat bertemu, mengucapkan terimakasih atas bantuan orang, memberi penghargaan dan hadiah bagi orang yang berprestasi dan lain-lain.
b.     Urf fasid (فاسد), yaitu kebiasaan yang bertentangan dengan norma agama, sopan santun dan budaya leluhur meskipun merata dilakukan masyarakat. Contoh menyediakan minuman keras saat pesta pernikahan, kebiasaan free sex, kumpul kebo, homoseksual dan lesbian disebagian masyarakat.
4.    Dilihat dari segi persentuhan urf dengan hukum Islam, urf terbagi kepada :
a.     Urf yang diterima keseluruhannya oleh hukum Islam, apabila substansi urf tersebut mengandung unsur keashlahatan. Contoh pada masyarakat Arab sebelum Islam pelaku pembunuhan  membayar diyat kepada keluarga terbunuh. Setelah Islam datang hukum ini masih tetap berlaku.
b.     Urf yang yang diterima oleh hukum Islam dan mengalami perubahan atau penyesuaian dengan hukum Islam karena substansinya tidak mengandung kemafsadatan, namun tidak baik menurut Islam. Contohnya sebelum Islam datang orang Arab yang sudah tidak suka terhadap istri maka ia akan menzhihar istrinya dengan maksud menceraikannya. Setelah Islam datang zhihar masih tetap berlaku tetapi Islam merubahnya bahwa zhihar menyebabkan terlarangnya persetubuhan suami istri, namun tidak meyebabkan perceraian.
c.     Urf yang ditolak hukum Islam secara mutlak. Yaitu urf yang mengandung kemafsadatan atau mudharatnya lebih besar dari manfaatnya. Contohnya minuman keras dan judi.
d.    Urf yang belum terserap kedalam hukum Islam baik langsung amupun tidak langsung. Yaitu urf yang tidak mengandung mafsadat dan tidak bertentangan dengan hukum Islam. Hal ini banyak sekali terjadi ditengah masyarakat. Urf bagian ini yang menjadi perbincangan dikalangan ulama. Contohnya uang jemputan dalam pernikahan.

C.    Urf Sebagai Dalil Hukum
Secara hakikat Urf merupakan salah satu dari dalil syara’ yang tidak berdiri sendiri. Biasanya ia memelihara maksud dari al-mashlahah al-mursalah[6]. Urf menjadi dalil hukum kalau ada sandarannya. Adapun dalil yang menetapkan urf sebagai dalil syara’ adalah :
1.    Firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 6
..... $tB ߃̍ムª!$# Ÿ@yèôfuŠÏ9 Nà6øn=tæ ô`ÏiB 8ltym .....
“.....Allah tidak hendak menyulitkan kamu......,”
Apabila hukum tidak merespon adat dan kebiasaan yang terjadi dalam masyarakat, berarti hukum tersebut akan menimbulkan kesulitan dan kesempitan bagi manusia[7]. Hal ini jelas bertentangan dengan ayat tersebut diatas.
2.    Hadits Nabi Muhammad SAW
ما رآه المسلمون حسنا فهو عندالله حسن
“Sesuatu yang dianggap baik oleh kaum muslim maka Allah juga menganggapnya baik”.
Ulama yang bayak menggunakan urf sebgai dalil hukum adalah Hanafiyah dan Malikiyah. Mereka banyak mengeluarkan kaidah yang berkaitan dengan urf, diantaranya:
1.      العادةمحكمة
Adat (urf) menjadi pertimbangan hukum
2.      الثابت بالعرف ثابت بدليل شرعي
Sesuatu yang tetap berdasarkan urf sama dengan sesuatu yang tetap berdasarkan dalil syar’i.
3.      بالعرف كالثابت بالنص الثابت
Sesuatu yang ditetapkan berdasarkan urf sama dengan sesuatu yang ditetapkan berdasarkan nash.
4.       ماورد به الشرع مطلقاولاضابط له فيه ولافي اللغة يرجع فيه الي العرف كل
Semua yang datang dengan syara’ secara mutlak dan tidak ada ketentuannya dalam syara’ dan bahasa maka dikembalikan kepada urf[8].
Ulama Hanafiyah menggunakan istihsan dalam berijtihad dan salah satu bentuk istihsan adalah istihsan al-urf dalam artian berpaling dari qiyas kepada urf[9]. Contohnya seseorang yang bersumpah tidak akan memakan daging maka dia tidak dianggap melanggar sumpahnya ketika ia memakan ikan karena menurut kebiasaan orang Arab ikan tidak termasuk daging.
Ulama Malikiyah mempergunakan urf (kebiasaa) penduduk Madinah sebagai dalil hukum dan mendahulukannya dari pada hadits ahad. Sedangkan ulama Syafi’iyah banyak menggunakan urf dalam hal-hal yang tidak ditemukan hukumnya dalam syara’.
Para ulama juga menetapakan syarat urf sebagai dalil syara’ diantaranya[10] :
1.    Urf tidak boleh berlawanan dengan nash
2.    Urf merupakan perbuatan yang berulang-ulang dilakukan atau sudah menjadi kebiasaan
3.    Urf tersebut sudah ada saat itu dan sebelumnya, andai kata sebelumnya sudah ada urf kemudian hilang atau adanya kemudian maka tidak dianggap urf saat itu.
4.     Urf berlaku secara umum dikalangan masyarakat. Golongan Hanafiyah tidak memakai urf khusus.
5.    Urf mengandung kemashlahatan dan sesuai dengan akal sehat[11].


D.    Perbenturan dalam Urf.
1.    Perbenturan urf dengan syara’, maksudnya perbedaan urf dengan nash terhadap makna sebuah kata. Hal ini terbagi kepada :
a.    Perbedaan urf dan nash terhadap sebuah kata yang tidak mengandung materi hukum, maka didahulukan urf. Contohya orang yang bersumpah bahwa ia tidak akan makan daging tidak dianggap melanggar sumpah kalau ia makan ikan, karena menurut urf ikan tidak termasuk daging. Namun al-Nahl ayat 14 ikan termasuk daging.
b.    Perbedaan urf dan nash terhadap kata yang mengandung materi hukum, maka didahulukan nash dari urf. Contoh apabila sesorang berwasiat untuk kerabatnya. Menurut urf ahli waris termasuk kerabat, namun menurut nash tidak boleh berwasiat kepada ahli waris. Maka didahulukan nash dari urf.
2.    Perbenturan urf qauli dengan pengertian sebuah kata menurut bahasa, ulama berbeda pendapat tentangnya, diantaranya:
a.    Menurut Qadhi Husein, hakikat penggunaan bahasa adalah beramal dengan bahasa. Bila berbeda urf  dengan pengertian sebuah bahasa maka didahulukan penggunaan bahasa.
b.      Menurut al-Baghawi, urf didahulukan dari pengertian bahasa karena urf diperhitungkan dalam segala tindakan apalagi dalam sumpah.
c.       Menurut al-Rifa’i mencontohkannya dalam hal talak. Andaikata terjadi perbedaan antara urf dengan pengertian bahasa maka sahabat ada yang mendahulukan bahasa dan ada juga yang mendahulukan urf[12].
3.    Perbenturan urf dengan umum nash namun sebagian dari saja dari umum tersebut. Hal ini terdapat perbedaan pendapat ulama, yaitu:
a.       Menurut Hanafiyah urf berfungsi mentakhsish keumuman nash. Contoh Al-Qur’an menjelaskan bahwa menyusukan anak waktunya dua tahun penuh. Namun adat bagsawan Arab, anak-anaknya disusukan oleh orang lain dengan jalan upah.
b.      Menurut Syafi’iyah hanya urf qauli yang dapat mentakhsish keumuman nash. Contoh nash melarang jual beli sesuatu yang belum ada ditangan. Namun jual beli pesanan (salam) sudah menjadi urf  qauli dan fi’li ditengah-tengah masyarakat. Maka urf mentakhsish keumuman nash.
4.    Perbenturan urf dengan qiyas
Hampir semua ulama mendahulukan urf dari qiyas karena menggunakan urf merupakan kebutuhan dan hajat orang banyak. Contoh pendapat ulama tentang hal itu adalah :
a.       Ibnu al-Humam menempatkan urf sebagai ijma’, maka ia mendahulukan urf dari qiyas.
b.      Hanafiyah menggunakan istihsan yang bersandarkan kepada urf. Dengan demikian urf didahulukan dari qiyas. Contohya lebah dan ulat sutera haram diperdagangkan karena diqiyaskan kepada kodok dengan illat sama-sama hama. Namun berdasarkan urf lebah dan ulat sutera bermanfaat dan sudah biasa dipelihara orang. Oleh sebab itu, Muhammad ibn Hasan al-Saibani (murid Imam Abu Hanifah) menghalalkan jual beli lebah dan ulat sutera berdasarkan urf[13].

III.   HAM
A.    Pengertian HAM
Hak Asasi berasal dari bahasa Arab yaitu hak( الحق)  dan asasi (اساس.). Secara bahasa hak berarti ketetapan, kewajiban, yakin, yang patut dan yang benar[14]. Sedangkan secara istilah hak berarti  suatu kekhususan yang ditetapkan oleh Syara’ dalam bentuk kekuasaan atau tanggung jawab. Dengan demikian hak bukan berarti sesautu yang bisa diambil tetapi juga sesuatu yang harus diberikan[15].Asasi berarti dasar atau pondasi sesuatu.  Jadi, hak asasi manusia berarti kekuasaan dan tangung jawab yang dimiliki setiap manusia yang bersifat mendasar atau fundamental.
Sedangkan dalam ABC Teaching Human Right disebutkan, “Human Rights could be generally defined as those rights which are inherent in our nature and without which we can not live as human right” (Hak asasi manusia secara umum dapat didefinisikan sebagai hak-hak yang secara alamiah telah ada pada manusia dan tanpa hak-hak tersebut manusia tidak dapat hidup sebagai manusia). Burhanuddin Lopa setuju dengan definisi tersebut tetapi menambah pada ujungnya dengan “bertanggung jawab”. Penambahan tersebut maksudnya adalah bahwa manusia tidak hanya punya hak tetapi ia juga punya tanggung jawab[16].
Abu A’la al-Maududi mengemukakan definisi hak asasi manusia adalah hak-hak pokok yang diberikan Tuhan kepada setiap mausia tanpa melihat perbedaan-perbedaan yang ada di antara sesama manusia dimana hak tersebut tidak dapat dicabut oleh siapapun atau lembaga apapun[17].
Pada tanggal 10 Desember 1948, Perserikatan Bangsa-Bangsa melahirkan Declaration of human rights. Declaration of human rights tersebut terdiri dari 30 pasal. Diantara hak asasi manusia yang tercantun dalam deklarasi PBB itu adalah:
1.    Hak hidup. Setiap manusia berhak untuk hidup dan meneruskan kehidupan dengan keturunannya serta mempertahankan kehidupannya itu dengan bebas dan wajar.
2.    Hak berpendapat. Setiap manusia dalam kalbunya ingin bebas menyatakan pendapatnya menurut jalan pikiran serta pandangan hidupnya tanpa campur tangan dan bebas menerima pendapat orang lain tanpa batasan tertentu.
3.    Hak memeluk suatu agama. Setiap manusia ingin bebas memeluk suatu agama dan menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
4.    Hak berserikat dan berkumpul. Setiap manusia merdeka untuk menjadi anggota suatu organisasi yang dirasakan sesuai dengan pandangan hidupnya.
5.    Hak mendapat pekerjaan. Setiap orang bebas mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
6.    Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Setiap orang memerlukan pendidikan guna meningkatakan taraf hidupnya.
7.    Hak menentukan hari depannya sendiri dan menikmati kehidupan ini secara wajar dan bebas. Hari depan setiap manusia tidak dapat dipaksakan kepadanya.diberi kebebasan untuk menikmati kehidupan ini sesuai dengan keinginannya[18].
Setelah PBB mengeluarkan deklarasi hak asasi manusia, setiap negara memasukannya kedalam konstitusi negara masing-masing.

B.     Hak Asasi Manusia dalam Islam
Ajaran agama Islam juga mengandung prinsip-prinsip hak asasi manusia. Di antara hak asasi manusia yang terkandung dalam agama Islam adalah
1.    Hak hidup
Hak hidup merupakan hak asasi yang sangat alami bagi manusia. Ia merupakan hak yang langsung dikaruniakan Allah kepada manusia. Tiada satupun yang dapat menghidupkan dan melenyapkan kehidupan manusia tanpa seizin dari Allah SWT. kekuasaan menghidupkan dan mematikan hanya berada ditangan Allah SWT. jiwa manusia suci dan tidak seorangpun boleh melenyapkannya. Orang yang melakukan pembunuhan terhadap orang lain akan dikenai hukum qishas. Jauh dari pada itu, orang yang melakukan pembunuhan dianggap telah membunuh semua manusia. Sebaliknya, orang yang memelihara kehidupan seseorang dianggap telah memelihara seluruh kehidupan manusia. Firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 32
....... `tB Ÿ@tFs% $G¡øÿtR ÎŽötóÎ/ C§øÿtR ÷rr& 7Š$|¡sù Îû ÇÚöF{$# $yJ¯Rr'x6sù Ÿ@tFs% }¨$¨Z9$# $YèÏJy_ ô`tBur $yd$uŠômr& !$uK¯Rr'x6sù $uŠômr& }¨$¨Y9$# $YèÏJy_      ..........
“...Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain[411], atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnyadan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya...”

Dalam surat al-Isra ayat 33 dan surat al-An’am ayat 151 diperingatakan oleh Allah, bahwa tidak boleh melakukan pembunuhan kecuali dengan alasan yang benar. Dengan demikian Agama Islam sangat menghormati hak hidup seseorang dan menjaga hak hidup tersebut dengan sebaik-baiknya.

2.    Hak berpendapat
Berpendapat adalah mengemukakan ide atau gagasan[19]. Dalam surat al-Baqarah ayat 164 Allah menyampaikan ide atau gagasan tersebut merupakan hasil dari perenungan terhadap penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam. Pendapat yang dikemukakan hendaknya pendapat yang mengandung keilmuan dan nasehat-nasehat kebaikan. Sementara pendapat-pendapat yang mengandung adu domba, fitnah, merusak nama baik seorang dan menimbulkan keresahan ditengah masyarakat sangat dilarang oleh agama Islam.
3.    Hak untuk berserikat dan berkumpul.
Agama Islam tidak hanya memberikan kebebasan berserikat dan berkumpul tetapi juga mengharuskan manusia untuk ikut serta berperan aktif dalam urusan-urusan masyarakat. Firman Allah dalam surat al-Syura ayat 38
tûïÏ%©!$#ur (#qç/$yftGó$# öNÍkÍh5tÏ9 (#qãB$s%r&ur no4qn=¢Á9$# öNèdãøBr&ur 3uqä© öNæhuZ÷t/ $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÑÈ    
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”.
4.    Hak memeluk suatu agama
Kemerdekaan untuk memeluk suatu agama merupakan hak asasi yang paling hakiki, karena agama bersemayam dalam hati manusia. Penistaan terhadap agama tidak hanya akan diderita oleh harta dan fisik tetapi juga akan diderita oleh hati dan jiwa manusia. Sebab, Islam menghalalkan pengorbanan harta dan jiwa demi membela dan mempertahankan agama.
Adapun bentuk-bentuk kemerdekaan beragama terwujud dalam hal-hal; pertama tidk ada paksaan untuk memeluk suatu agama atau kepercayaan tertentu atau paksaan untuk meninggalkan agama dan kepercayaan tertentu. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 256
Iw on#tø.Î) Îû ÈûïÏe$!$# ( s% tû¨üt6¨? ßô©9$# z`ÏB ÄcÓxöø9$# 4 `yJsù öàÿõ3tƒ ÏNqäó»©Ü9$$Î/ -ÆÏB÷sãƒur «!$$Î/ Ïs)sù y7|¡ôJtGó$# Íouróãèø9$$Î/ 4s+øOâqø9$# Ÿw tP$|ÁÏÿR$# $olm; 3 ª!$#ur ììÏÿxœ îLìÎ=tæ ÇËÎÏÈ  
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.

Selain dalam surat al-Baqarah ayat 256 diatas dasarnya juga terdapat dalam surat al-Kafirun ayat 1-6.
Kedua, Islam membolehkan kepada umat non muslim (ahlu kitab) untuk melakukan hak dan kewajiban atau apa saja yang mereka inginkan asalkan tidak bertentangan dengan hukum Islam[20]. Islam juga melindungi dan menghalal makanan ahlu kitab serta menghalalkan menikahi wanita ahlu kitab.
tPöquø9$# ¨@Ïmé& ãNä3s9 àM»t6Íh©Ü9$# ( ãP$yèsÛur tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# @@Ïm ö/ä3©9 öNä3ãB$yèsÛur @@Ïm öNçl°; ( àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB ÏM»oYÏB÷sßJø9$# àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB öNä3Î=ö6s% !#sŒÎ) £`èdqßJçF÷s?#uä £`èduqã_é& tûüÏYÅÁøtèC uŽöxî tûüÅsÏÿ»|¡ãB Ÿwur üÉÏ­GãB 5b#y÷{r& 3 `tBur öàÿõ3tƒ Ç`»uKƒM}$$Î/ ôs)sù xÝÎ6ym ¼ã&é#yJtã uqèdur Îû ÍotÅzFy$# z`ÏB z`ƒÎŽÅ£»sƒø:$# ÇÎÈ  
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.

5.    Hak mendapatkan pekerjaan
Agama Islam menjamin hak-hak untuk mendapatkan pekerjaan dan mendorong manusia untuk selalu bekerja keras. Firman Allah dalam surat al-Jumu’ah ayat 10
#sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ  
“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
6.    Hak mendapatkan pendidikan
Setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya. Pendidikan merupakan salah satu sarana yang akan menunjang martabat dan untuk meraih kehidupan yang lebih berkualitas. Banyak sekali ajaran-ajaran dalam agama Islam yang mendorong manusia untk menuntut ilmu. Ketika nabi Adam as baru diciptakan oleh Allah SWT, Allah kemdian mengajarkan kepadanya nama-nama dari segala sesuatu. Hal ini menunjukan bahwa manusia merupakan makhluk yang istimewa yang dapat menerima pelajaran dan ilmu pengetahuan. Begitu juga dengan firman Allah dalam al-Mujadalah ayat 11, bahwa orang yang beriman dan mempunyai ilmu pengetahuan akan ditinggikan Allah derjatnya.
7.    Hak milik individu
Agama Islam telah memberikan jaminan terhadap hak milk pribadi manusia jauh sebelum piagam PPB dikeluarkan. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat al-Baqarah ayat 188 dan surat al-Nisa’ ayat 29 melarang memakan harta orang lain dengan dengan jalan yang batil. Nabi Muhammad SAW berkhutbah saat wada’, “Nyawamu dan harta bendamu haram bagi orang lain sampai kamu bertemu Tuhanmu pada hari kiamat”[21].
8.    Hak perlindungan kehormatan
Kehormatan manusia dihormati dalam agama Islam. Islam melarang hal-hal yang dapat menjatuhkan kehormatan seperti mengolok-olok, menghina, mencela, memanggil dengan gelar yang buruk, berprasangkaburuk, mencari kesalahan orang lain dan bergunjing sebagaimana yang Allah jelaskan dalan surat al-Hujurat ayat 11 dan 12.

Selain itu masih banyak hak-hak manusia yang dilindungi dalam Islam, diantaranya hak hak pribadi  (hak privasi) sebagaimana firman Allah dalam surat al-Nur ayat 27 yang melarang memasuki rumah orang tanpa seizinnya, hak perlindungan dari hukuman penjara yang sewenang-wenang, hak untuk memprotes kezaliman, hak persaman dalam hukum dan lain.lain.
Pada hakikatnya seluruh hukum-hukum yang terkandung dalam ajaran agama Islam mengandung kemashlahatan yang disimpulkan dalam maqashid al-Syari’ah. Imam Al-Syathibi menyampaikan kemashlahatan yang ingin dicapai agama bukan hanya kemashlatan yang berhubungan dengan hak Allah tetapi juga kemashlahatan bagi manusia[22]. Kemahlahatan bagi manusia yang diinginkan oleh syari’at ini pada hakikatnya mengandung seluruh hak-hak asasi manusia yang paling mendasar.

C.     Macam-macam HAM
HAM ditinjau dari syara’ terbagi kepada dua bagian yaitu:
1.    HAM Sahih, yaitu HAM yang tidak bertentangan dengan dalil-dalil syara’ dan maqashid al-Syari’ah. Contoh hak hidup, hak mendapatkan pendidikan, hak atas pekerjaan yang layak dan sebagainya.
2.    HAM fasid, yaitu HAM yang bertentangan dengan dalil-dalil syara’ dan maqashid al-syari’ah. Contohnya jaringan Islam Liberalis mengajukan mengajukan draft contra legal KHI yang salah satu isinya adalah adanya kesamaan jumlah bagian kewarisan antara laki-laki dan perempuan. Contoh lain adalah pluralisme, liberalisme dan sekuralisme sebagaimana MUI melarang ajaran tumbuh dan berkembang di Indonesia berdasarkan fatwa MUI Nomor 7/MUNAS IV/MUI/II/2005[23].

D.    Hak Asasi Manusia Sebagai Dalil Hukum
Sebagaimana urf, HAM juga merupakan dalil hukum yang tidak dapat berdiri sendiri. Ia harus punya sandaran kepada dalil yang lebih kuat. HAM yang dapat dijadikan dalil hukum adalah HAM shahih yang sesuai dengan syariat agama.

IV.   PENUTUP.
Urf dan Hak Asasi Manusia merupakan salah satu dalil syara’ yang tidak dapat berdiri sendiri. Ia harus mempunyai sandaran kepada dalil yang lebih kuat baik kepada nash al-qur’an dan sunnah. Paa dasarnya urf dan HAM bertujuan untuk mencapai kemashlahatan.
Dengan semakin banyaknya persoalan-persoalan keumatan yang timbul maka disarankan kepada generasi muda Islam apalagi kepada praktisi hukum Islam dan akademisi untuk lebih memperbanyak dan memperdalam kajian-kajian hukum Islam baik berupa proses maupun produk hukum.

























DAFTAR PUSTAKA
Al-Asyqari, Muhammad Sulaiman Abdullah. Al-Wadhih fi Ushul al-Fiqh. Kairo: Dar al-Nafais.cet.3.2004.
Al-Bardisi, Muhammad Zakaria. Ushul al-Fiqh. Kairo: Dar al-Tsaqafah li al-Nasyr wa al-Tawzi’.tt.
Hussain. Syekh Syaukat. Hak Asasi Manusia Dalam Islam.(judul asli Human Right in Islam).penterjemah Abdul Rochim. Jakarta: Gema Insani Press.1996
Ikhwan. Hak Asasi Manusia Dalam Islam. Jakarta:PT.Logos Wacana Ilmu.2004
Khalaf, Abdul Wahab. Ilmu Ushul al-Fiqh. Iskandariah: Maktabah al-Dakwah al-Islamiyah. 2002.
Manzhur, Jalal al-Din Muhammad ibn Mukarram Ibnu. Lisan al-Arab. Mesir: Dar al-Mishriyah li al-Ta’lif wa al-Tarjamah
MUI. Himpunan Fatwa MUI Sejak Tahun 1975. Jakarta: Erlangga.2011
Putra. Dalizar. Hak Asasi Manusia Menurut Al-Qur’an. Jakarta: PT. Al-Husna Zikra.cet.2.1995
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh Jil.2. Jakarta: PT.Logos Wacana Ilmu.1999.
Al-Syathibi. Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah. Kairo: Dar al-Fikri.Juz.3.tt
Zuhaili, Wahbah.Ushul al-Fiqh al-Islamiy. Kairo:Dar al-Fikr. Juz.2.1986.


[1] Muhammad Sulaiman Abdullah al-Asyqari. Al-Wadhih fi Ushul al-Fiqh. Kairo: Dar al-Nafais.cet.3.2004.h.153
[2] Abdul Wahab Khalaf. Ilmu Ushul al-Fiqh. Iskandariah: Maktabah al-Dakwah al-Islamiyah. 2002.h.89
[3] Wahbah Zuhaili.Ushul al-Fiqh al-Islamiy. Kairo:Dar al-Fikr. Juz.2.1986.h.828.
[4] Amir Syarifuddin. Ushul Fiqh Jil.2. Jakarta: PT.Logos Wacana Ilmu.1999.h.364
[5] Wahbah Zuhaili, op.cit.h.829
[6] Abdul Wahab Khalaf, op.cit.h.61
[7] Muhammad Zakaria al-Bardisi. Ushul al-Fiqh. Kairo: Dar al-Tsaqafah li al-Nasyr wa al-Tawzi’.tt.h.335
[8] Wahbah Zuhaili, op.cit.h.831
[9] Amir Syarifuddin, op.cit.h.375
[10] Muhammad Sulaiman Abdullah al-Asyqari, op.cit.h.156-157
[11] Amir Syarifuddin, op.cit.h.376
[12] Ibid, h.373
[13] Ibid, h.374
[14]Jalal al-Din Muhammad ibn Mukarram Ibnu Manzhur. Lisan al-Arab. Mesir: Dar al-Mishriyah li al-Ta’lif wa al-Tarjamah.tt.h.332
[15] Ikhwan. Hak Asasi Manusia Dalam Islam. Jakarta:PT.Logos Wacana Ilmu.2004.h.17
[16] Ibid, h.18
[17] Ibid,
[18] Dalizar Putra. Hak Asasi Manusia Menurut Al-Qur’an. Jakarta: PT. Al-Husna Zikra.cet.2.1995.h.35-36
[19] Ibid, 52
[20] Ibid, 61
[21] Syekh Syaukat Hussain. Hak Asasi Manusia Dalam Islam.(judul asli Human Right in Islam).penterjemah Abdul Rochim. Jakarta: Gema Insani Press.1996.h.61
[22] Al-Syathibi. Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah. Kairo: Dar al-Fikri.Juz.3.tt.h.3
[23] MUI. Himpunan Fatwa MUI Sejak Tahun 1975. Jakarta: Erlangga.2011.h.87

Tidak ada komentar:

Posting Komentar