Untuk Indonesia, menurut Abdul Hakim G. Nusantara,
setidaknya ada tiga faktor yang mendorong kegiatan bantuan hukum.
a. Meluasnya paham konstitualisme yang
lahir sebagai koreksi terhadap kehidupan negara di zaman Demokrasi Terpimpin
yang dinilai menyimpang dari prinsip-prinsip negara hukum menurut UUD 1945,
yang menghendaki perlindungan HAM, peradilan bebas dan tidak memihak, dan
legalisasi dalam arti hukum dalam segala bentuknya.
b. Meningkatnya konflik kepentingan
antara golongan birokrat dan militer (elit-elit strategis) dengan golongan
menengah (elit-elit non strategis) seperti: advokat, wartawan, intelektual,
dll, khusunya yang berkenaan dengan pengaturan alokasi sumber daya politik dan ekonomi.
c. Kelompok elit non-strategis yang
mengklaim dirinya sangat konsisten dalam memperjuangkan paham
konstitusionalisme melakukan koreksi dan sekaligus merupakan reaksi terhadap
model pembangunan hukum patrimonial yang diikhtiarkan oleh elit-elit strategis
Dalam analisa Abdul Hakim, konsep bantuan hukum di Indonesia
saat itu adalah bantuan hukum konstitusional yang ditujukan untuk masyarakat
miskin yang dilakukan dalam kerangka usaha-usaha dan tujuan-tujuan yang lebih
luas seperti: menyadarkan hak-hak masyarakat miskin sebagai subyek hukum;
penanaman nilai-nilai hak asasi manusia sebagai sendi utama bagi tegaknya
negara hukum. Menurut Abdul Hakim, sifat bantuan hukum jenis ini lebih aktif,
karena bantuan hukum tidak saja diberikan secara individual akan tetapi juga
terhadap kelompok-kelompok masyarakat secara kolektif. Cara pendekatan yang
dilakukan di samping bersifat formal-legal – dalam arti melalui jalur-jalur
hukum formal yang ada – juga menggunakan pendekatan meta-legal seperti: lobby
ke lembaga-lembaga politik resmi (pemerintah dan DPR), pembentukan opini publik
melalui media massa dalam rangka mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan penyelesaian kasus-kasus tertentu yang menyangkut
kepentingan umum, yang juga digunakan untuk pendidikan hukum masyarakat.
Dengan kampanye-kampanye melalui media massa, lobby ke
lembaga politik resmi, mempunyai tujuan untuk mempengaruhi proses pembentukan
hukum, baik yang berupa perundang-undangan maupun yang berupa peraturan
pelaksanaan merupakan bagian yang esensial dari konsep bantuan hukum
konstitusional. Ini diperkuat pada saat Lokakarya Nasional Bantuan Hukum
se-Indonesia di bulan November 1978, di mana ditetapkan suatu pengertian
bantuan hukum dengan lingkup kegiatannya yang cukup luas. Ditetapkan bahwa
bantuan hukum merupakan kegiatan pelayanan hukum yang diberikan kepada golongan
tidak mampu (miskin) baik secara perorangan maupun kepada kelompok-kelompok
masyarakat tidak mampu secara kolektif. Lingkup kegiatannya meliputi:
pembelaan, perwakilan baik di dalam maupun di luar pengadilan, pendidikan,
penelitian dan penyebaran gagasan. Pada sisi lainnya, persoalan bantuan hukum
di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari problem kemiskinan struktural yang ada
di Indonesia. Kemiskinan struktural merupakan kemisikinan yang diciptakan,
karena kelembagaan yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak
menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. Keadaan ini
menurut Hakim mengubah paradigma bantuan hukum yang ada yakni bantuan hukum
konstitusional, menjadi paradigma bantuan hukum struktural, yang memiliki
tujuan-tujuan untuk mewujudkan kondisi-kondisi:
a. Adanya pengetahuan dan pemahaman
masyarakat miskin tentang kepentingan-kepentingan bersama mereka
b. Adanya pengertian bersama di
kalangan masyarakat miskin tentang perlunya kepentingan-kepentingan mereka dilindungi oleh hokum
c. Adanya pengetahuan dan pemahaman di
kalangan masyarakat miskin tentang hak-hak mereka yang telah diakui oleh hokum
d. Adanya kecakapan dan kemandirian di
kalangan masyarakat miskin untuk mewujudkan hak-hak dan kepentingan-kepentingan
mereka di dalam masyarakat.
Pendekatan bantuan hukum struktural didasarkan pada
argumentasi bahwa kegiatan bantuan hukum tidak semata-mata memberikan pelayanan
terhadap kasus-kasus yang ditangani, tetapi juga harus dapat mendorong
terwujudnya kondisi-kondisi bagi efektifitas pelaksanaan hak-hak masyarakat
miskin. Pendidikan, penyebaran gagasan yang diarahkan untuk menciptakan proses
penyadaran masyarakat miskin akan hak-hak mereka, lingkungan dan kondisi
ekonomi masyarakat harusmenjadi bagian dari program bantuan hukum structural.
Prinsip dasar dari konsepsi bantuan hukum struktural adalah melihat bahwa
program tersebut hanya dapat dilaksanakan dengan adanya kesadaran di kalangan
pekerja bantuan hukum, mengenai pentingnya mengubah struktur masyarakat yang
timpang, yang menjadi sumber dari kemiskinan.
Karena itu fokus kerja-kerja bantuan hukum struktural salah
satunya adalah penelitian mengenai kebutuhan-kebutuhan hukum masyarakat miskin
di wilayah-wilayah pedesaan untuk menjadi dasar pembentukan mekanisme hukum
yang dapat melindungi dan memenangkan kepentingan masyarakat miskin, atas dasar
itu menjadi mutlak dilakukannya pengorganisasian masyarakat lapis bawah, dengan
bekerja sama dengan berbagai organisasi yang bergerak di sektor pengembangan
komunitas (community development). Terlepas dari sejumlah perdebatan mengenai pendekatan
bantuan hukum struktural, sampai saat ini pendekatan tersebut masih menjadi
pegangan dalam kerja-kerja bantuan hukum – terutama YLBHI-LBH – dalam melakukan
aktivitas advokasi. Advokasi kebijakan menjadi salah satu kegiatan yang saat
ini banyak dilakukan, selain advokasi litigasi (beracara) dan pengorganisasian
dan pendampingan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut yang kemudian membutuhkan
kemampuan teori dan analisa sosial sebagai alat utama untuk mendukung
kerja-kerja advokasi bantuan hukum. Kajian-kajian dan pengetahuan mengenai
masyarakat dan dinamika yang melingkupinya, menjadi syarat mutlak bagi
pemahaman dan kemampuan analisa sosial bagi para pekerja bantuan hukum sampai
saat ini.
Seperti kita ketahui belakangan ini banyak sekali terjadi
kejahatan-kejahatan sosial yang terjadi di republik ini baik di tingkat pusat,
daerah, desa, hingga di dusun sekaipun. Yang itu semua diakibatkan oleh
golongan-golongan orang borjouis yang mudah mengelurkan uang triyunan rupiah
demi kepentingan pribadi dan golonganya, dan sehingga mengorbankan hak-hak
warga yang lainya, hal seperti ini tidak akan terjadi jikalau tidak ada
campurtangan oknum-oknum birokrat negara republik ini. Yang sengaja melegalkan
suatu peraturan yang mestiya tidak boleh dan dibolehkan. Banyak hal yang dapat
kita pelajari dari proses demokrasi republik ini sejak 10 tahun yang lalu pasca
98, tatapi apa didaya kejahatan struktural sosial selalu saja terjadi dan
dijadikan alat untuk melanggengkan wilayah kekuasaanya.
Sebagai contoh banyak terjadi penggusuran didaerah laskar
pelangi ini, selah satunya delam rangka pendirian BTC (bangka tred Center) yang
dilakukan oleh pemerintah kota pkp dengan cara tidak mengindahkan seruan,
tangisan, bahkan rintihan warga pedagang teradisional kala itu, tetapi sampai
sekarang, itu semua belum terialisasi, dan juga sampai kepada sektor perkebunan
banyak tanah warga petani hingga tanah desa, adat, dan ulayad sekalipun diambil
paksa oleh anjing-anjing penjilat bangsa, (fiodalisme) dengan membuka lahan perkebunan kelpa sawit
seluas-luasya, tapi tentu ada perlawanan dari pejuang-pejung bangsa yang selalu
mempertahankan hak-hak mereka yang terjadi pada desa bangka kota (Bangka
selatan) dan sekali lagi selalu dipatahkan oleh penjahat birokrat negara, dan
hingga merambah kepada sektoral pertmbangan rakyat dan saat ini banyak penguasa
yang mulai merong-rong penambangan itu dengan cara megoperasikan kapal hisap
yang ada di desa permis dan rejik (bangka selatan) itu semua sudah jelas
merugikan rakyat sebab kegiatan itu dilakukan dengan cara tidak menghargai
kearifan lokal daerah itu dan tentunya semua itu didalangi oleh cukong-dukong
birokrat anjing penghisap bangsa.
Begitu banyak perseolan direpublik ini , tetpi sedikit orang
yang peduli dan peka terhadap kasus-kasus sosial itu, ada pemerintahan, ada
akademisi, ada praktisi dan mahasiswa serta pelajar, tetapi apa yang mereka
perbuat untuk membantu rakyat-rakyat miskin hingga hak-hak mereka ditindas dan
dihisap oleh penguasa, Secara umum sudah sedikit dijabarkan mengenai teori
sosial, analisa sosial dan kerja-kerja bantuan hukum. Keterkaitan di antara
ketiganya, sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian awal, adalah proses
pembentukan pemikiran dan gerakan bantuan hukum di Indonesia, yang bukan hanya
memberikan pendampingan dan konsultasi hukum, melainkan juga berpartisipasi
dalam kerja-kerja transformasi struktural, dari struktur yang timpang, yang
menyebabkan kemiskinan struktural, sampai terbangun struktur yang demokratis,
dalam tata aturan rule of law, dan penghormatan kepada hak asasi manusia.
Proses pembentukan ini yang kemudian mendorong kerja-kerja advokasi bantuan
hukum, tidak hanya sekedar menguasai teknik beracara di persidangan, membuat
gugatan, dan lain-lain, tetapi juga mampu melakukan pendampingan dan
pengorganisasian masyarakat, kampanye di fora nasional maupun internasional,
menyusun sebuah laporan kasus yang komprehensif, melakukan lobby ke
lembaga-lembaga negara, mengkonstruksi opini publik mengenai suatu kasus atau
kebijakan yang sedang diadvokasi.
Untuk dapat memenuhi kerja-kerja tersebut tentu saja
membutuhkan lebih dari sekedar pengetahuan tentang hukum dan
perundang-undangan, melainkan juga memiliki kemampuan analisa sosial dengan
kerangkat teori sosial kritis, untuk dapat melakukan kerja-kerja advokasi
bantuan hukum secara lebih mendalam, analitis, dan sekaligus membangun
penguatan masyarakat. Teori dan analisa sosial hanya salah satu alat untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Namun teori dan analisa sosial merupakan kunci penting
dalam mendukung kerja-kerja advokasi bantuan hukum. Karena itulah mengapa
menjadi kebutuhan mutlak bagi pekerja bantuan hukum (legal aid worker) untuk
memiliki kemampuan analisa sosial dan pemahaman teori sosial. Kerja-kerja
tersebut harus dilakukan untuk terus mendorong negara memenuhi kewajibannya
dalam memberikan pelayanan bantuan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu,
sehingga akses masyarakat terhadap keadilan semakin meluas, dan tidak dibatasi
oleh keterbatasan finansial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar