Senin, 15 Februari 2016

Bantuan Hukum di Indonesia

Untuk Indonesia, menurut Abdul Hakim G. Nusantara, setidaknya ada tiga faktor yang mendorong kegiatan bantuan hukum.
    a.       Meluasnya paham konstitualisme yang lahir sebagai koreksi terhadap kehidupan negara di zaman Demokrasi Terpimpin yang dinilai menyimpang dari prinsip-prinsip negara hukum menurut UUD 1945, yang menghendaki perlindungan HAM, peradilan bebas dan tidak memihak, dan legalisasi dalam arti hukum dalam segala bentuknya.
     b.      Meningkatnya konflik kepentingan antara golongan birokrat dan militer (elit-elit strategis) dengan golongan menengah (elit-elit non strategis) seperti: advokat, wartawan, intelektual, dll, khusunya yang berkenaan dengan pengaturan alokasi sumber daya politik dan ekonomi.
c. Kelompok elit non-strategis yang mengklaim dirinya sangat konsisten dalam memperjuangkan paham konstitusionalisme melakukan koreksi dan sekaligus merupakan reaksi terhadap model pembangunan hukum patrimonial yang diikhtiarkan oleh elit-elit strategis
Dalam analisa Abdul Hakim, konsep bantuan hukum di Indonesia saat itu adalah bantuan hukum konstitusional yang ditujukan untuk masyarakat miskin yang dilakukan dalam kerangka usaha-usaha dan tujuan-tujuan yang lebih luas seperti: menyadarkan hak-hak masyarakat miskin sebagai subyek hukum; penanaman nilai-nilai hak asasi manusia sebagai sendi utama bagi tegaknya negara hukum. Menurut Abdul Hakim, sifat bantuan hukum jenis ini lebih aktif, karena bantuan hukum tidak saja diberikan secara individual akan tetapi juga terhadap kelompok-kelompok masyarakat secara kolektif. Cara pendekatan yang dilakukan di samping bersifat formal-legal – dalam arti melalui jalur-jalur hukum formal yang ada – juga menggunakan pendekatan meta-legal seperti: lobby ke lembaga-lembaga politik resmi (pemerintah dan DPR), pembentukan opini publik melalui media massa dalam rangka mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan penyelesaian kasus-kasus tertentu yang menyangkut kepentingan umum, yang juga digunakan untuk pendidikan hukum masyarakat.
Dengan kampanye-kampanye melalui media massa, lobby ke lembaga politik resmi, mempunyai tujuan untuk mempengaruhi proses pembentukan hukum, baik yang berupa perundang-undangan maupun yang berupa peraturan pelaksanaan merupakan bagian yang esensial dari konsep bantuan hukum konstitusional. Ini diperkuat pada saat Lokakarya Nasional Bantuan Hukum se-Indonesia di bulan November 1978, di mana ditetapkan suatu pengertian bantuan hukum dengan lingkup kegiatannya yang cukup luas. Ditetapkan bahwa bantuan hukum merupakan kegiatan pelayanan hukum yang diberikan kepada golongan tidak mampu (miskin) baik secara perorangan maupun kepada kelompok-kelompok masyarakat tidak mampu secara kolektif. Lingkup kegiatannya meliputi: pembelaan, perwakilan baik di dalam maupun di luar pengadilan, pendidikan, penelitian dan penyebaran gagasan. Pada sisi lainnya, persoalan bantuan hukum di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari problem kemiskinan struktural yang ada di Indonesia. Kemiskinan struktural merupakan kemisikinan yang diciptakan, karena kelembagaan yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. Keadaan ini menurut Hakim mengubah paradigma bantuan hukum yang ada yakni bantuan hukum konstitusional, menjadi paradigma bantuan hukum struktural, yang memiliki tujuan-tujuan untuk mewujudkan kondisi-kondisi:
a.       Adanya pengetahuan dan pemahaman masyarakat miskin tentang kepentingan-kepentingan bersama mereka
b.      Adanya pengertian bersama di kalangan masyarakat miskin tentang perlunya kepentingan-kepentingan mereka dilindungi oleh hokum
c.       Adanya pengetahuan dan pemahaman di kalangan masyarakat miskin tentang hak-hak mereka yang telah diakui oleh hokum
d.      Adanya kecakapan dan kemandirian di kalangan masyarakat miskin untuk mewujudkan hak-hak dan kepentingan-kepentingan mereka di dalam masyarakat.
Pendekatan bantuan hukum struktural didasarkan pada argumentasi bahwa kegiatan bantuan hukum tidak semata-mata memberikan pelayanan terhadap kasus-kasus yang ditangani, tetapi juga harus dapat mendorong terwujudnya kondisi-kondisi bagi efektifitas pelaksanaan hak-hak masyarakat miskin. Pendidikan, penyebaran gagasan yang diarahkan untuk menciptakan proses penyadaran masyarakat miskin akan hak-hak mereka, lingkungan dan kondisi ekonomi masyarakat harusmenjadi bagian dari program bantuan hukum structural. Prinsip dasar dari konsepsi bantuan hukum struktural adalah melihat bahwa program tersebut hanya dapat dilaksanakan dengan adanya kesadaran di kalangan pekerja bantuan hukum, mengenai pentingnya mengubah struktur masyarakat yang timpang, yang menjadi sumber dari kemiskinan.
Karena itu fokus kerja-kerja bantuan hukum struktural salah satunya adalah penelitian mengenai kebutuhan-kebutuhan hukum masyarakat miskin di wilayah-wilayah pedesaan untuk menjadi dasar pembentukan mekanisme hukum yang dapat melindungi dan memenangkan kepentingan masyarakat miskin, atas dasar itu menjadi mutlak dilakukannya pengorganisasian masyarakat lapis bawah, dengan bekerja sama dengan berbagai organisasi yang bergerak di sektor pengembangan komunitas (community development). Terlepas dari sejumlah perdebatan mengenai pendekatan bantuan hukum struktural, sampai saat ini pendekatan tersebut masih menjadi pegangan dalam kerja-kerja bantuan hukum – terutama YLBHI-LBH – dalam melakukan aktivitas advokasi. Advokasi kebijakan menjadi salah satu kegiatan yang saat ini banyak dilakukan, selain advokasi litigasi (beracara) dan pengorganisasian dan pendampingan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut yang kemudian membutuhkan kemampuan teori dan analisa sosial sebagai alat utama untuk mendukung kerja-kerja advokasi bantuan hukum. Kajian-kajian dan pengetahuan mengenai masyarakat dan dinamika yang melingkupinya, menjadi syarat mutlak bagi pemahaman dan kemampuan analisa sosial bagi para pekerja bantuan hukum sampai saat ini.
Seperti kita ketahui belakangan ini banyak sekali terjadi kejahatan-kejahatan sosial yang terjadi di republik ini baik di tingkat pusat, daerah, desa, hingga di dusun sekaipun. Yang itu semua diakibatkan oleh golongan-golongan orang borjouis yang mudah mengelurkan uang triyunan rupiah demi kepentingan pribadi dan golonganya, dan sehingga mengorbankan hak-hak warga yang lainya, hal seperti ini tidak akan terjadi jikalau tidak ada campurtangan oknum-oknum birokrat negara republik ini. Yang sengaja melegalkan suatu peraturan yang mestiya tidak boleh dan dibolehkan. Banyak hal yang dapat kita pelajari dari proses demokrasi republik ini sejak 10 tahun yang lalu pasca 98, tatapi apa didaya kejahatan struktural sosial selalu saja terjadi dan dijadikan alat untuk melanggengkan wilayah kekuasaanya.
Sebagai contoh banyak terjadi penggusuran didaerah laskar pelangi ini, selah satunya delam rangka pendirian BTC (bangka tred Center) yang dilakukan oleh pemerintah kota pkp dengan cara tidak mengindahkan seruan, tangisan, bahkan rintihan warga pedagang teradisional kala itu, tetapi sampai sekarang, itu semua belum terialisasi, dan juga sampai kepada sektor perkebunan banyak tanah warga petani hingga tanah desa, adat, dan ulayad sekalipun diambil paksa oleh anjing-anjing penjilat bangsa, (fiodalisme) dengan membuka lahan perkebunan kelpa sawit seluas-luasya, tapi tentu ada perlawanan dari pejuang-pejung bangsa yang selalu mempertahankan hak-hak mereka yang terjadi pada desa bangka kota (Bangka selatan) dan sekali lagi selalu dipatahkan oleh penjahat birokrat negara, dan hingga merambah kepada sektoral pertmbangan rakyat dan saat ini banyak penguasa yang mulai merong-rong penambangan itu dengan cara megoperasikan kapal hisap yang ada di desa permis dan rejik (bangka selatan) itu semua sudah jelas merugikan rakyat sebab kegiatan itu dilakukan dengan cara tidak menghargai kearifan lokal daerah itu dan tentunya semua itu didalangi oleh cukong-dukong birokrat anjing penghisap bangsa.
Begitu banyak perseolan direpublik ini , tetpi sedikit orang yang peduli dan peka terhadap kasus-kasus sosial itu, ada pemerintahan, ada akademisi, ada praktisi dan mahasiswa serta pelajar, tetapi apa yang mereka perbuat untuk membantu rakyat-rakyat miskin hingga hak-hak mereka ditindas dan dihisap oleh penguasa, Secara umum sudah sedikit dijabarkan mengenai teori sosial, analisa sosial dan kerja-kerja bantuan hukum. Keterkaitan di antara ketiganya, sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian awal, adalah proses pembentukan pemikiran dan gerakan bantuan hukum di Indonesia, yang bukan hanya memberikan pendampingan dan konsultasi hukum, melainkan juga berpartisipasi dalam kerja-kerja transformasi struktural, dari struktur yang timpang, yang menyebabkan kemiskinan struktural, sampai terbangun struktur yang demokratis, dalam tata aturan rule of law, dan penghormatan kepada hak asasi manusia. Proses pembentukan ini yang kemudian mendorong kerja-kerja advokasi bantuan hukum, tidak hanya sekedar menguasai teknik beracara di persidangan, membuat gugatan, dan lain-lain, tetapi juga mampu melakukan pendampingan dan pengorganisasian masyarakat, kampanye di fora nasional maupun internasional, menyusun sebuah laporan kasus yang komprehensif, melakukan lobby ke lembaga-lembaga negara, mengkonstruksi opini publik mengenai suatu kasus atau kebijakan yang sedang diadvokasi.
Untuk dapat memenuhi kerja-kerja tersebut tentu saja membutuhkan lebih dari sekedar pengetahuan tentang hukum dan perundang-undangan, melainkan juga memiliki kemampuan analisa sosial dengan kerangkat teori sosial kritis, untuk dapat melakukan kerja-kerja advokasi bantuan hukum secara lebih mendalam, analitis, dan sekaligus membangun penguatan masyarakat. Teori dan analisa sosial hanya salah satu alat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Namun teori dan analisa sosial merupakan kunci penting dalam mendukung kerja-kerja advokasi bantuan hukum. Karena itulah mengapa menjadi kebutuhan mutlak bagi pekerja bantuan hukum (legal aid worker) untuk memiliki kemampuan analisa sosial dan pemahaman teori sosial. Kerja-kerja tersebut harus dilakukan untuk terus mendorong negara memenuhi kewajibannya dalam memberikan pelayanan bantuan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu, sehingga akses masyarakat terhadap keadilan semakin meluas, dan tidak dibatasi oleh keterbatasan finansial.

                                                                                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar