Kamis, 18 Februari 2016

DINASTI GHAZNAWI

I.    Pendahuluan                                       
Berdirinya dinasti Ghaznawi adalah sebagai kelanjutan dari dinasti Samaniyyah  di bawah naungan Pemerintahan Abbasiyah yang telah memerdekakan diri disebabkan melemahnya kekuasaan Abbasiyah pada priode 100 tahun pertama. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan buruk penguasa Abbasiyah yang hidup berfoya- foya dengan keuangan negara tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Sehingga daerah- daerah provinsi berusaha melepaskan diri dan membangun kekuatan untuk merdeka. Termasuk dinasti Ghaznawi yang berdiri  atas kepercayaan  yang diberikan oleh  Abdul Malik bin Nuh kepada Alpitagin sebagai  sebagai seorang Gubernur Hirah dengan jasa dan kesetiaannya kepada Amir Abdul malik bin Nuh penguasa dinasti Samaniyyah.
Kesempatan baik ini dimanfaatkan oleh Alpitigin  untuk memanipulasi suksesi untuk dapat meraih kekuasaan. Namun upaya ini mengalami kegagalan, sehingga ia harus manarik mundur pasukannya ke Ghazna di Afganistan Timur. Dan di sinilah Alpitigin mendirikan pusat pemerintahan atas nama kekaisaran Samaniyyah. Kemudian dilanjutkan oleh Sebuktigin yang dengan menguasai daerah padang- padang India untuk mendapatkan harta jarahan dan budak.
Dinasti Ghaznawi menjadikan kota Ghazna sebagai pusat kekuasaan pemerintahan    di Afganistan  yang meliputi daerah  Iran bagian Timur, Pakistan dan beberapa bagian India yang paham keagamaannya beraliran Ahlu Sunnah wal Jama`ah. Sebuah sejarah yang patut dihormati bahwa dinasti ini adalah dinasti pertama yang telah berjasa menyebarkan agama Islam sampai ke India.
 Dalam makalah ini penulis membahas  dinasti Ghaznawi yang mencakup sejarah berdiri, kemajuan di bidang politik dan pemerintahan, Ekonomi dan perdagangan, Pendidikan dan Ilmu pengetahuan , kesenian dan arsitektur, hingga  runtuhnya dinasti Ghaznawi.

II.                Sejarah Berdirinya Dinasti Ghaznawi

Berawal dari tidak terkendalinya pemerintahan  Abbasiyyah  atas kejayaan yang telah diperoleh selama ini, berakibat buruk bagi kelangsungan dinasti Abbasiyyah. Ditambah lagi dengan kebiasaan hidup mewah  bagi sebagian kalangan pejabat pemegang kekuasaan dengan menghambur- hamburkan keuangan negara tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat, sehingga kurangnya perhatian kepada daerah- daerah propinsi. Hal ini memicu munculnya keinginan dari negara- negara kecil yang berada di bawah kekuasaan  dinasti Abbasiyah untuk mendirikan dinasti baru yang merdeka. Diantaranya adalah dinasti Ghaznawi. [1]
Kata Ghaznawi diambil dari nama salah satu kota di Kabul dalam wilayah Afganistan Timur yaitu kota kecil yang bernama Ghazna. Di sanalah pusat pemerintahan dinasti Ghaznawi. Lahirnya dinasti ini dilatar belakangi  oleh peran seorang keturunan budak  Turki bernama Alptigin yang begitu setia dan diberi kepercayaan oleh Abdul al- Malik bin Nuh selaku penguasa dinasti Samaniyah pada waktu itu.
Abdul al-Malik bin Nuh memberikan kepercayaan kepada Alptigin sebagai pengawal kerajaan. Setelah itu karirnya meningkat jadi komandan pengawal dan akhirnya dia diangkat oleh Abdul al-Malik menjadi Gubernur di Huriah Khurasan. Setelah Abdul al- Malik bin Nuh meninggal dunia, dinasti Samaniyah dipimpin  oleh  Mansyur  bin Muhammad. Ketika itu terjadi perselisihan Alptigin dengan penguasa Mansyur Bin Muhammad, maka karena ketidak senangan Alptigin  ia pergi ke sebelah Timur perbatasan kerajaan dan kemudian ia menyerang kota Ghazna pada tahun 962 M dan berhasil merebutnya  . [2]
Setelah  Alptigin wafat, kekuasaan beralih kepada menantunya yang bernama Sebuktigin yang diangkat oleh tentara Turki untuk menjadi penguasa di Ghazna pada tahun 977 M. Kendatipun Sebuktigin menjadi penguasa di Ghazna tetapi ia merasa masih berada di bawah kekuasaan dinasti Samaniyyah, ini terbukti dari mata uang yang dibuat atas namanya sendiri dan nama Mansyur Ibn Muhammad. [3]
Persoalan yang muncul dikalangan para ahli sejarah tentang siapa sebenarnya pendiri dinasti Ghaznawi apakah Alptigin atau menantunya Sebuktigin. Pendapat yang muncul adalah bahwa pendiri dinasti ini adalah Alptigin sedangkan pendapat lain yang mendirikannya adalah Sebuktigin.
Perbedaan  pendapat di atas bila dianalisa dapat diterima kebenarannya karena Alptigin lah orang yang pertama merintis terbentuknya dinasti ini. Sementara Sebuktigin telah membawa dinasti Ghaznawi ke arah kemapanan dan perkembangan yang pesat. Jadi secara defacto adalah Alptigin dan secara de jure adalah Sebuktigin. Pendapat ini didasarkan bahwa peranan Alptigin yang menarik pasukan ke kota Ghazna ketika mencetuskan suksesi pada masa pemerintahan Abdul Malik  pada  masa  pemerintahan Samaniyah tahun 350 H / 961  M, sementara  penyerangan terhadap Ghazna dilakukan pada tahun 692 M. Kemudian setelah Alptigin meninggal digantikan oleh Sebuktigin.
Sebuktigin dikenal sebagai seorang penguasa yang arif dan bijaksana, administrator ulung yang sangat disenangi oleh para pembantunya dan disegani oleh koleganya. Setelah Samaniyyah runtuh, Ghaznawi secara resmi mendapat restu (legitimasi) dari khilafah Abbasiyyah di Bagdad dan justru diberi gelar kehormatan Nashir al-Daulah (penolong pemerintah). Dengan demikian dialah pertama sekali penguasa resmi yang mendapat legitimasi dinasti Ghaznawi. [4]
Dinasti Ghaznawi dipimpin oleh 19 orang   Sultan yang bergelar Nashir Ad- Dawlah yaitu:[5]
1.      Nashir Ad- Dawlah Sebuktigin ( Gubernur atas nama Dinasti Samaniyah) (366- 977)
2.      Isma`il (387-997)
3.      Yamin Ad- Dawlah Mahmud ( 388- 998)
4.      Jalal Ad-Dawlah Muhammad memerintah pertama kali (421- 1030)
5.      Syihab Ad-Dawlah Mas`ud I (421- 1031)
6.      Muhammad , memerintah ke dua kali (432- 1041)
7.      Syihab ad- Dawlah Mawdud ( 432- 1041)
8.      Mas`ud II (441- 1050)
9.      Baha` ad-Dawlah `Ali (441- 1050)
10.  `Izz ad-Dawlah `Abdur Rasyid ( 441- 1053)
11.  Qiwan ad-Dawlah Toghril, pengambil alih kekuasaan (444- 1053)
12.  Jamal ad-Dawlah Farrukhzad (444- 1053)
13.  Zhahir ad- Dawlah Ibrahim (451- 1059)
14.  `A`la ad-Dawlah Mas`ud III (492- 1099)
15.  Kamal ad- Dawlah Syirzad ( 508- 1115)
16.  Sulthan ad- dawlah Arslan Syah (509- 1115)
17.  Yamin ad- dawlah Barham Syah (512- 1118)
18.  Mu`iiz ad- Dawlah Khusraw Syah (547- 1152)
19.  taj ad- Dawlah Khusraw Malik, penakluk Ghuriyyah
     ( 555-582/1160- 1186)


  1. Kemajuan yang dicapai Dinasti Ghaznawi

Masa Pemerintahan dinasti Ghaznawi  dimulai  tahun 366 – 582 H / 977M – 1186 M di Afganistan dan India Utara. Dalam rentang waktu yang cukup panjang itu  lebih kurang selama 200 tahun, dinasti Ghaznawi dipimpin oleh 19 orang Sultan yang diawali oleh Sebukgtigin  sampai pada Khusrawn Bin Malik sultan yang terakhir. [6]
Untuk memperluas daerah kekuasaan dinasti, Sebuktigin menaklukkan  Punjab dan beberapa benteng yang ada di perbatasan India. Karena terjadinya perpecahan dikalangan raja- raja India memudahkan baginya untuk dapat mengalahkan dan menguasai suatu daerah. Sehingga dalam waktu yang tidak begitu lama Sebuktigin dapat mengalahkan raja Jaipal di Punjab, serta berhasil menguasai daerah perbatasan Kabul yang merupakan jalur lalu lintas ke daerah India.[7]
Akhirnya Sultan Sebuktigin meninggal pada tahun 977M , pemerintahan dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Mahmud. Sejarah mengatakan bahwa dari 19 orang raja yang pernah memerintah pada dinasti Ghaznawi, Sultan Mahmud  termasuk raja yang paing banyak meraih kemajuan dan berhasil membawa dinasti Ghaznawi pada puncak keemasan. Hal ini ditandai dengan kemajuan yang diraih dalam bidang Pendidikan dan Ilmu pengetahuan , bidang politik dan pemerintahan , bidang seni dan arsitektur.
     1.   Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
 Pemerintahan dinasti Ghaznawi yang dipimpin oleh Sultan Mahmud, tidak hanya menitik beratkan pemerintahan pada upaya perluasan daerah, namun perhatiannya sangat tinggi pada pengembangan ilmu pegetahuan dan sastera. Hal ini terbukti dengan banyaknya sarana pendidikan dan bantuan yang diberikan kepada lembaga pendidikan  serta memberikan motivasi untuk kemajuan ilmu dan sastera. Sebuah kebijakan yang pernah dilakukan  oleh Sultan Mahmud adalah mengumpulkan para pakar, ilmuwan, sarjana dan cendikiawan dengan mengadakan seminar yang dibiayai oleh kerajaan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan pengembangan  serta penelitian ilmu pengetahuan  yang dipromotori oleh al- Biruni dan al- Firdausi.
            Abu al- Rayhan Muhammad Bin Ahmad al- Bairuni (973 M),  lahir di kota Kath, ibu kota Khawarizn daerah Amu Darya sebelah Selatan pantai laut Aral. Ia adalah keturunan Iran, pernah belajar kepada Abu Nasr Mansur bin Irak Jilani seorang pakar matematika. Dialah seorang sarjana yang pertama berhasil menemukan berbagai ilmu pengetahuan dan mengarang beberapa kitab antara lain:
a. Bumi berputar pada porosnya yang mengelilingi matahari 600 tahun
    sebelum  Galileo .
b. Menetapkan bahwa ketiga sudut segitiga besarnya 180 derajat.
c. Menetapkan dasar- dasar ilmu ukur sudut.
d. Dibidang asronomi dia menemukan arah kiblat shalat secara cepat.
e. Menulis kitab tarikh  al- Hind dalam ekspedisi militer ke India.
f. Menulis kitab yang merupakan karya utamanya al- Qanun al- Mas`udi Fi al-
   Haya wa an- Nujum, ensiklopedia astronomi terlengkap  dibidang
   antronomi, geografi, astrologi dan beberapa  matematika bangsa Greek,
   India, Babilonia, dan Persia.[8]
g. Mengarang kitab al- Jamahir fi Ma`rifat al- Jawahir, risalah mengenai
    minerologi yang ditulis pada masa Sultan Maudud bin Mas`ud.
h. Menulis kitab abstraksi mengenai geometri, astronomi, aritmatika, dan
   astrologi pada kitab Tafhim, li Awa`il Sina`at at- Tanjim.[9]
i. Ahli di bidang kedokteran  farmasi, fisika, sejarah, geogarafi, kronologi,
   bahasa, pengamat kebudayaan  dan seorang ulama besar pada masanya.
           Kemudian al- Firdausi , dia adalah seorang sasterawan dengan karyanya yang terkenal ” Shah –Nama ” yang mengumandangkan syair- syair tentang kepahlawanan dan juga al Utubi yang menulis sejarah Ghaznawi dalam karyanya berjudul ”al – Yamin Tia,” tentang kemajuan Ghaznawi.[10]
         Pada masa dinasti Ghaznawi dipimpin oleh Sultan Mahmud banyak dibangun madrasah dan masjid di kota Ghazna  yang menggunakan  arsitektur yang terbuat dari marmer dan mihrabnya terbuat dari pualam yang dihiasi dengan emas lazuardi.[11]



2.      Bidang Politik dan Pemerintahan
                     Pada tahun 1001 M, Sultan Mahmud berhasil melakukan kota Kabul dan Khasma, juga menguasai  wilayah Punjab yang berpusat di Lahore, daerah Multand dan sebagian wilayah Cina. Sehingga tercatat dalam sejarah bahwa selama masa Sultan Mahmud telah terjadi 17 kali ekspedisi atau perluasan daerah sebagai suatu upaya untuk menambah daerah kekuasaan[12]
Kemudian pada tahun1024 M, Sultan Mahmud berhasil menguasai daerah Gujarat dan sebuah Kuil Hindu yang sangat kaya di Somnanth. Daerah kekuasaan Sultan Mahmud meliputi daerah India Utara, Irak, Persia, Khurusan, Turkistan dan sebagian Tronxiana dan Sijistan dan termasuik kekuasan kerajaan Hindu di lembah Gangga dan pantai Selatan.[13]
          Setelah banyak daerah yang ditaklukan oleh Sultan Mahmud, dia selalu melaporkan kepada kekhalifahan pusat yang berada di Bagdad, dengan berita gembira itu maka berbagai  gelar dan penghargaan diberikan kepada Sultan Mahmud diantaranya  ” Tangan kanan Negara ” dan juga ” Keamanan Negara”. Ini memang terbukti dengan berbagai kemajuan yang telah berhasil dicapai pada masa kesultanannya, dengan selalu harmonisnya hubungan dan koordinasi yang dilakukan dengan Kekhalifahan , sehingga terjalinnya komunikasi yang lancar.

3.      Bidang Ekonomi dan Perdagangan
          Kemajuan yang dicapai dalam bidang ekonomi dan perdagangan pada masa Sultan Mahmud adalah kesejahteraan dan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat serta memajukan ekonomi masyarakat melalui perdagangan, namun tidak begitu terkenal karena seringnya  upaya perluasan daerah, banyak waktu untuk berperang. Setiap berhasil dari penaklukan, Sultan Mahmud selalu membawa harta rampasan ke Kota Ghazna dan membagi- bagikanya kepada rakyat serta digunakan untuk berbagai pembangunan madrasah dan sarana sosial lainnya .[14]
          Sehingga timbullah tuduhan dari orientalis kepada sultan Mahmud bahwa sultan Mahmud menaklukan daerah – daerah itu lantaran haus kepada harta, hal itu dibantah oleh Ibnu Atsir dengan mengungkapkan pernyataan Sultan Mahmud ” kami orang Islam beramal lebih kami tidak membutuhkan harta ” .[15]

4.      Bidang Kesenian dan Arsitektur
                     Masa kejayaan dinasti Ghaznawi didukung oleh berbagai faktor diantaranya adalah karena adanya perhatian dari Sultan terhadap perkembangan bidang seni dan arsitektur. Hal ini ditandai dengan didirikannya sebuah  masjid yang bernama Arus al-Falaq, membangun Istana di Afgan dan Shal, serta membangun taman Sad Hasan dan istana Fazuri tempat ia.Begitu megah di kota Ghazna pada masa pemerintahan sultan Mahmud.[16]
   Masjid  Arus al- Falaq   adalah  masjid  termegah pada masa itu dimana lantainya dilapisi dengan marmer, mihrabnya  terdiri dari batu pualam, yang dihiyasi emas. Dan bahan bangunannya sebahagian besar didatangkan dari India. Dan dibangun pula sebuah sekolah yang dilengkapi dengan perpustakaan. Pengalaman sejarah membuktikan bahwa untuk tercapainya kemajuan di berbagai bidang   memang  sangat ditentukan oleh seberapa besar perhatian  pemimpin terhadap upaya pengembangan potensi yang ada pada daerah dan sumber daya manusianya.[17]

B.           Kemunduran Dinasti Ghaznawi

          Sultan Mahmud memiliki dua orang putra yaitu Muhammad bin Mahmud dan Mas`ud bin Mahmud . Keduanya memiliki ambisi yang kuat untuk menduduki kursi pimpinan untuk mengantikan ayahnya. Pada saat sultan Mahmud masih hidup, ia mengambil kebijakan dengan menunjuk puteranya  Muhammad sebagai penggantinya,  tetapi kebijakan itu tidak disetujui pihak militer. Menurut mereka yang lebih berhak untuk menjadi sultan adalah Mas`ud karena selalu berhasil memimpin peperangan. Konflik kedua kakak beradik ini menimbulkan perselisihan yang berujung dengan perang yang dimenangkan oleh Mas`ud.[18]
          Secara langsung konflik internal tersebut tentunya mempengaruhi pemerintaahan, sehingga ada di antara daerah – daerah yang tidak mau lagi tunduk kepada Sultan Ghaznawi. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh orang – orang Saljuk, mereka mulai berupaya untuk merebut kekuasaan dinasti Ghaznawi. Kekuatan  Sultan Mas`ud pun dapat dikalahkan pada akhirnya banyak daerah yang melepaskan diri di wilayah Iran bagian Barat serta seluruh Khurasan.
          Pertempuran melawan orang – orang Saljuk berlangsung terus hingga tahun 1049 Masehi sampai pada masa pemerintahan Ibrahim bin Mas`ud. Untuk sementara dapat ditata kembali tetapi tidak bertahan lama. Selain ancaman dari orang Saljuk juga muncul ancaman dari suku Ghur dan Zhur turut melemahkan wibawa dinasti. Mereka menyerang Ghazna pada tahun 1151 Masehi dan  berhasil menguasainya. Pada saat itu pusat pemerintahan pindah ke Lahore pada Tahun 1186 M namun  tidak bertahan lama.
Setelah Sultan Bahram Syah yang menggantikan Ibrahim, dinasti Ghaznawi dijarah oleh  orang – orang Gharriyah yang dipimpin oleh `Alauddin Jihan –suz yang dikenal dengan ” Penghasut dunia” pada tahun 545/1151M. Tampilnya Ghuriyyah di Afganistan Tengah mengurangi kekuasaan Ghaznawi terakhir, ketika Sultan Khusraw Syah dan Malik Khusraw haya berkuasa di Punjab. Hingga Ghityatsuddin Muhammad dari Dinasti Ghurriyah menyerang Ghaznawi dan akhirnya   memusnahkan dinasti Ghaznawi pada tahun 528H/1886M.[19]
          Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada dua faktor yang menjadi penyebab keruntuhan dinasti Ghanawi yaitu:[20]

1.   Faktor internal
a.  Perebutan kekuasaan yang terjadi di kalangan keluarga istana yang mengakibatkan lemahnya bidang politik dan lemahnya wibawa sultan. Bahkan telah menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat. Hal ini merupakan sebuah kecenderungan manusia yang selalu ingin mementingkan keinginan pribadi  atau kelompok, yang sering berujung pada perebutan kekuasaan.  Bahkan dalam sejarah Islam banyak terjadi kemunduran itu disebabkan oleh masalah politik yang berawal dari perebutan kekuasaan.
b. Tidak adanya sistem yang jelas tentang proses pengalihan pimpinan dan tidak pula ada satu dewan yang mengawasi jalannya pemerintahan .  Ini disebabkan oleh tidak adanya sebuah aturan atau undang- undang yang dilahirkan oleh pemerintah tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik, sesuai dengan perkembangan ilmu pngetahuan dan tekhnologi
2.      Faktor Eksternal
          Perebutan kekuasaan  yang terjadi di dalam  istana dimanfaatkan oleh daerah kekuasaan untuk mendirikan pemerintahan masing- masing. Pihak yang berasal dari orang Saljuk berusaha untuk merebut kekuasaan. Disebabkan oleh faktor internal yang tidak selesai,  pihak  luar berhasil memamfaatkan kesempatan ini untuk merebut kekuasaan. Karena perseteruan  antar pemegang pemerintahan semakin membesar sehingga melemahkan rasa persatuan dan kesatuan. Menyebabkan pihak luar mudah untuk masuk dan menguasainya.  ini dibuktikan perlawanan orang – orang Saljuk dan gempuran orang Ghuriyyah dan Zhuriyyah, yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan dinasti Ghaznawi.[21]
          Demikian   sejarah tentang Dinasti Ghaznawi yang  dapat penulis paparkan dalam makalah ini . Beberapa bidang yang dapat dibahas adalah bidang politik dan pemerintahan, ekonomi dan perdagangan, pendidikan dan ilmu pengetahuan serta kesenian dan arsitektur. Semoga dapat dikaji lebih mendalam dan dikembangkan lebih luas lagi tentang perjalanan sejarah Islam pada masa dinasti Ghaznawi ini.

III. Penutup
      A. Kesimpulan
          Berdasarkan uraian sejarah yang telah penulis paparkan  dapat diambil kesimpulan bahwa kedaulatan dinasti Ghaznawi berdiri dari tahun 977 M s/d dan berakhir tahun 1186 M. yang berpusat di kota Ghazna Afganistan Timur. Lahirnya dinasti ini bermula  kepercayaan yang diberikan oleh pimpinan dinasti Samaniyah Abdul Malik bin Nuh kepada oleh Alptigin kemudian dilanjutkan oleh sebuktigin. Dinasti ini tumbuh dan berkembang mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Mahmud . Akhirnya serangan dari dinasti Ghuriyyah dan zhuriyyah , dinasti Ghaznawi berahir pada masa Khusraw Syah dan Khusraw Malik.
Kemajuan yang dicapai antara lain bidang ilmu pengatahuan dan Sastra, politik dan ekonomi dan perluasan wilayah kekuasaan hingga lembah Gangga dan pantai selatan India . Kemunduran dinasti Ghaznawi berawal dari perebutan kekuasaan di kalangan keluarga Istana serta gempuran  oleh Ghisyatsuddin Muhammad dari Ghuriyyah.



[1] Badri Yatim, Sejarah dan Peradaban Islam , (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal.62
[2] Philip K. Hitti, History of The Arabs, (London: Macmillan Press, 1974), hal.154
[3] M. Th. Houtma  , First Encyclopedia of Islam, et. A Edici,  III,( Leiden: E.J. Brill, 1987), hal. 154
[4] Ameer Ali,  A short Historiy of The Saraisans, (New Delhi: Kitab Bhavan, 1981), hal.307
[5] C.E. Bosworth, Dinasti- Dinasti Islam, Judul Asli The Islamic Dinasties, Terj. Hasan Ilyas,  (Bandung: Mizan, 1993), 205
          [6]Nursal Ali Nasri, Conncise Bistory of Muslim Word, ( New Delhi, Kitab Bhavan, 1997), Vol.III hal. 115
          [7]C.E Bosworth, Loc.cit.
          [8]Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam,( Jakarta: Kencana Prenada Media group, 2007), Cet ke 3, hal. 171
          [9]Hasan Ibrahim Hasan, Tarekh al- Islam, (Kairo: Maktabah Annahdah al- Misriyah, 1979, Jilid III), hal.118
          [10]Ahmad Amin, Zuhr al- Islam, (Beirut: Dar al- Fikr, Tth), hal. 279
         [11]M. Ikram, Muslim Civilization, ( London: Colombia University Press, 1965), Cet ke 2,hal. 92
          [12]Philip K. Hitti, Opcit., hal. 463
          [13]W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, Terj. Hartono, (Yokyakarta: Tiara Wacana, 1990), hal.213
[14]Ibid.
[15]Abdul Mu`in, Tarikh Islam Fi Hind,( Muassasah Jami`ah li Dirasat wat Tauzi, 1959), Cet. Ke 2, hal.121
[16] Musrifah Sunanto, Opcit., hal 172
[17] Ibid.
          [18] W. Montgomery, Opcit., hal 213
          [19]C.E. Bosworth, Opcit., hal. 207
          [20]Abdul Mu`in, Opcit., hal. 123
[21] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar