Berdirinya dinasti Ghaznawi adalah sebagai kelanjutan dari dinasti Samaniyyah
di bawah naungan Pemerintahan Abbasiyah
yang telah memerdekakan diri disebabkan melemahnya kekuasaan Abbasiyah pada
priode 100 tahun pertama. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan buruk penguasa
Abbasiyah yang hidup berfoya- foya dengan keuangan negara tanpa memperhatikan
kesejahteraan rakyatnya. Sehingga daerah- daerah provinsi berusaha melepaskan
diri dan membangun kekuatan untuk merdeka. Termasuk dinasti Ghaznawi yang
berdiri atas kepercayaan yang diberikan oleh Abdul Malik bin Nuh kepada Alpitagin sebagai sebagai seorang Gubernur Hirah dengan jasa dan
kesetiaannya kepada Amir Abdul malik bin Nuh penguasa dinasti Samaniyyah.
Kesempatan baik ini
dimanfaatkan oleh Alpitigin untuk
memanipulasi suksesi untuk dapat meraih kekuasaan. Namun upaya ini mengalami
kegagalan, sehingga ia harus manarik mundur pasukannya ke Ghazna di Afganistan
Timur. Dan di sinilah Alpitigin mendirikan pusat pemerintahan atas nama
kekaisaran Samaniyyah. Kemudian dilanjutkan oleh Sebuktigin yang dengan
menguasai daerah padang- padang India untuk mendapatkan harta jarahan dan
budak.
Dinasti Ghaznawi menjadikan
kota Ghazna sebagai pusat kekuasaan pemerintahan di
Afganistan yang meliputi daerah Iran bagian Timur, Pakistan dan beberapa
bagian India yang paham keagamaannya beraliran Ahlu Sunnah wal Jama`ah. Sebuah
sejarah yang patut dihormati bahwa dinasti ini adalah dinasti pertama yang
telah berjasa menyebarkan agama Islam sampai ke India.
Dalam makalah ini penulis membahas dinasti Ghaznawi yang mencakup sejarah berdiri,
kemajuan di bidang politik dan pemerintahan, Ekonomi dan perdagangan,
Pendidikan dan Ilmu pengetahuan , kesenian dan arsitektur, hingga runtuhnya dinasti Ghaznawi.
II.
Sejarah Berdirinya Dinasti Ghaznawi
Berawal
dari tidak terkendalinya pemerintahan
Abbasiyyah atas kejayaan yang
telah diperoleh selama ini, berakibat buruk bagi kelangsungan dinasti
Abbasiyyah. Ditambah lagi dengan kebiasaan hidup mewah bagi sebagian kalangan pejabat pemegang
kekuasaan dengan menghambur- hamburkan keuangan negara tanpa memperhatikan
kesejahteraan rakyat, sehingga kurangnya perhatian kepada daerah- daerah
propinsi. Hal ini memicu munculnya keinginan dari negara- negara kecil yang
berada di bawah kekuasaan dinasti
Abbasiyah untuk mendirikan dinasti baru yang merdeka. Diantaranya adalah
dinasti Ghaznawi. [1]
Kata
Ghaznawi diambil dari nama salah satu kota di Kabul dalam wilayah Afganistan
Timur yaitu kota kecil yang bernama Ghazna. Di sanalah pusat pemerintahan dinasti
Ghaznawi. Lahirnya dinasti ini dilatar belakangi oleh peran seorang keturunan budak Turki bernama Alptigin yang begitu setia dan
diberi kepercayaan oleh Abdul al- Malik bin Nuh selaku penguasa dinasti
Samaniyah pada waktu itu.
Abdul
al-Malik bin Nuh memberikan kepercayaan kepada Alptigin sebagai pengawal
kerajaan. Setelah itu karirnya meningkat jadi komandan pengawal dan akhirnya
dia diangkat oleh Abdul al-Malik menjadi Gubernur di Huriah Khurasan. Setelah
Abdul al- Malik bin Nuh meninggal dunia, dinasti Samaniyah dipimpin oleh Mansyur
bin Muhammad. Ketika itu terjadi perselisihan Alptigin dengan penguasa
Mansyur Bin Muhammad, maka karena ketidak senangan Alptigin ia pergi ke sebelah Timur perbatasan kerajaan
dan kemudian ia menyerang kota Ghazna pada tahun 962 M dan berhasil merebutnya . [2]
Setelah
Alptigin wafat, kekuasaan beralih kepada
menantunya yang bernama Sebuktigin yang diangkat oleh tentara Turki untuk
menjadi penguasa di Ghazna pada tahun 977 M. Kendatipun Sebuktigin menjadi
penguasa di Ghazna tetapi ia merasa masih berada di bawah kekuasaan dinasti
Samaniyyah, ini terbukti dari mata uang yang dibuat atas namanya sendiri dan
nama Mansyur Ibn Muhammad. [3]
Persoalan
yang muncul dikalangan para ahli sejarah tentang siapa sebenarnya pendiri dinasti
Ghaznawi apakah Alptigin atau menantunya Sebuktigin. Pendapat yang muncul
adalah bahwa pendiri dinasti ini adalah Alptigin sedangkan pendapat lain yang
mendirikannya adalah Sebuktigin.
Perbedaan pendapat di atas bila dianalisa dapat diterima
kebenarannya karena Alptigin lah orang yang pertama merintis terbentuknya
dinasti ini. Sementara Sebuktigin telah membawa dinasti Ghaznawi ke arah
kemapanan dan perkembangan yang pesat. Jadi secara defacto adalah Alptigin dan secara
de jure adalah Sebuktigin. Pendapat ini didasarkan bahwa peranan Alptigin yang
menarik pasukan ke kota Ghazna ketika mencetuskan suksesi pada masa
pemerintahan Abdul Malik pada masa
pemerintahan Samaniyah tahun 350 H / 961
M, sementara penyerangan terhadap
Ghazna dilakukan pada tahun 692 M. Kemudian setelah Alptigin meninggal digantikan
oleh Sebuktigin.
Sebuktigin
dikenal sebagai seorang penguasa yang arif dan bijaksana, administrator ulung
yang sangat disenangi oleh para pembantunya dan disegani oleh koleganya.
Setelah Samaniyyah runtuh, Ghaznawi secara resmi mendapat restu (legitimasi)
dari khilafah Abbasiyyah di Bagdad dan justru diberi gelar kehormatan Nashir
al-Daulah (penolong pemerintah). Dengan demikian dialah pertama sekali penguasa
resmi yang mendapat legitimasi dinasti Ghaznawi. [4]
Dinasti
Ghaznawi dipimpin oleh 19 orang Sultan
yang bergelar Nashir Ad- Dawlah yaitu:[5]
1. Nashir Ad-
Dawlah Sebuktigin ( Gubernur atas nama Dinasti Samaniyah) (366- 977)
2. Isma`il
(387-997)
3. Yamin Ad-
Dawlah Mahmud ( 388- 998)
4. Jalal Ad-Dawlah
Muhammad memerintah pertama kali (421- 1030)
5.
Syihab Ad-Dawlah Mas`ud I (421-
1031)
6. Muhammad , memerintah
ke dua kali (432- 1041)
7. Syihab ad- Dawlah
Mawdud ( 432- 1041)
8. Mas`ud II (441- 1050)
9. Baha` ad-Dawlah `Ali
(441- 1050)
10. `Izz ad-Dawlah `Abdur Rasyid ( 441- 1053)
11. Qiwan ad-Dawlah Toghril, pengambil alih kekuasaan (444- 1053)
12. Jamal ad-Dawlah Farrukhzad (444- 1053)
13. Zhahir ad- Dawlah Ibrahim (451- 1059)
14. `A`la ad-Dawlah Mas`ud III (492- 1099)
15. Kamal ad- Dawlah Syirzad ( 508- 1115)
16. Sulthan ad- dawlah Arslan Syah (509- 1115)
17. Yamin ad- dawlah Barham Syah (512- 1118)
18. Mu`iiz ad- Dawlah Khusraw Syah (547- 1152)
19. taj ad- Dawlah Khusraw Malik, penakluk Ghuriyyah
( 555-582/1160- 1186)
- Kemajuan
yang dicapai Dinasti Ghaznawi
Masa Pemerintahan
dinasti Ghaznawi dimulai tahun 366 – 582 H / 977M – 1186 M di
Afganistan dan India Utara. Dalam rentang waktu yang cukup panjang itu lebih kurang selama 200 tahun, dinasti Ghaznawi
dipimpin oleh 19 orang Sultan yang diawali oleh Sebukgtigin sampai pada Khusrawn Bin Malik sultan yang
terakhir. [6]
Untuk
memperluas daerah kekuasaan dinasti, Sebuktigin menaklukkan Punjab dan beberapa benteng yang ada di
perbatasan India. Karena terjadinya perpecahan dikalangan raja- raja India memudahkan
baginya untuk dapat mengalahkan dan menguasai suatu daerah. Sehingga dalam
waktu yang tidak begitu lama Sebuktigin dapat mengalahkan raja Jaipal di
Punjab, serta berhasil menguasai daerah perbatasan Kabul yang merupakan jalur
lalu lintas ke daerah India.[7]
Akhirnya
Sultan Sebuktigin meninggal pada tahun 977M , pemerintahan dilanjutkan oleh
anaknya yang bernama Mahmud. Sejarah mengatakan bahwa dari 19 orang raja yang
pernah memerintah pada dinasti Ghaznawi, Sultan Mahmud termasuk raja yang paing banyak meraih
kemajuan dan berhasil membawa dinasti Ghaznawi pada puncak keemasan. Hal ini ditandai dengan kemajuan yang
diraih dalam bidang Pendidikan dan Ilmu pengetahuan , bidang politik dan
pemerintahan , bidang seni dan arsitektur.
1.
Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
Pemerintahan dinasti Ghaznawi yang dipimpin
oleh Sultan Mahmud, tidak hanya menitik beratkan pemerintahan pada upaya
perluasan daerah, namun perhatiannya sangat tinggi pada pengembangan ilmu
pegetahuan dan sastera. Hal ini terbukti dengan banyaknya sarana pendidikan dan
bantuan yang diberikan kepada lembaga pendidikan serta memberikan motivasi untuk kemajuan ilmu
dan sastera. Sebuah kebijakan yang pernah dilakukan oleh Sultan Mahmud adalah mengumpulkan para
pakar, ilmuwan, sarjana dan cendikiawan dengan mengadakan seminar yang dibiayai
oleh kerajaan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan pengembangan serta penelitian ilmu pengetahuan yang dipromotori oleh al- Biruni dan al-
Firdausi.
Abu al-
Rayhan Muhammad Bin Ahmad al- Bairuni (973 M), lahir di kota Kath, ibu kota Khawarizn daerah
Amu Darya sebelah Selatan pantai laut Aral. Ia adalah keturunan Iran, pernah
belajar kepada Abu Nasr Mansur bin Irak Jilani seorang pakar matematika. Dialah
seorang sarjana yang pertama berhasil menemukan berbagai ilmu pengetahuan dan
mengarang beberapa kitab antara lain:
a. Bumi berputar pada porosnya
yang mengelilingi matahari 600 tahun
sebelum Galileo .
b. Menetapkan bahwa ketiga
sudut segitiga besarnya 180 derajat.
c. Menetapkan dasar- dasar
ilmu ukur sudut.
d. Dibidang asronomi dia
menemukan arah kiblat shalat secara cepat.
e. Menulis kitab tarikh al- Hind dalam ekspedisi militer ke India.
f. Menulis kitab yang
merupakan karya utamanya al- Qanun al- Mas`udi Fi al-
Haya
wa an- Nujum, ensiklopedia astronomi terlengkap
dibidang
antronomi, geografi, astrologi dan
beberapa matematika bangsa Greek,
India,
Babilonia, dan Persia.[8]
g. Mengarang kitab al- Jamahir
fi Ma`rifat al- Jawahir, risalah mengenai
minerologi yang ditulis pada masa Sultan
Maudud bin Mas`ud.
h. Menulis kitab abstraksi
mengenai geometri, astronomi, aritmatika, dan
astrologi pada kitab Tafhim, li Awa`il Sina`at
at- Tanjim.[9]
i. Ahli di bidang
kedokteran farmasi, fisika, sejarah,
geogarafi, kronologi,
bahasa, pengamat kebudayaan dan seorang ulama besar pada masanya.
Kemudian al- Firdausi , dia adalah
seorang sasterawan dengan karyanya yang terkenal ” Shah –Nama ” yang
mengumandangkan syair- syair tentang kepahlawanan dan juga al Utubi yang
menulis sejarah Ghaznawi dalam karyanya berjudul ”al – Yamin Tia,” tentang
kemajuan Ghaznawi.[10]
Pada masa dinasti Ghaznawi dipimpin
oleh Sultan Mahmud banyak dibangun madrasah dan masjid di kota Ghazna yang menggunakan arsitektur yang terbuat dari marmer dan
mihrabnya terbuat dari pualam yang dihiasi dengan emas lazuardi.[11]
2. Bidang Politik dan
Pemerintahan
Pada
tahun 1001 M, Sultan Mahmud berhasil melakukan kota Kabul dan Khasma, juga
menguasai wilayah Punjab yang berpusat
di Lahore, daerah Multand dan sebagian wilayah Cina. Sehingga tercatat dalam sejarah bahwa selama masa
Sultan Mahmud telah terjadi 17 kali ekspedisi atau perluasan daerah sebagai
suatu upaya untuk menambah daerah kekuasaan[12]
Kemudian
pada tahun1024 M, Sultan Mahmud berhasil menguasai daerah Gujarat dan sebuah Kuil
Hindu yang sangat kaya di Somnanth. Daerah kekuasaan Sultan Mahmud meliputi daerah India Utara, Irak, Persia,
Khurusan, Turkistan dan sebagian Tronxiana dan Sijistan dan termasuik kekuasan
kerajaan Hindu di lembah Gangga dan pantai Selatan.[13]
Setelah banyak daerah yang ditaklukan
oleh Sultan Mahmud, dia selalu melaporkan kepada kekhalifahan pusat yang berada
di Bagdad, dengan berita gembira itu maka berbagai gelar dan penghargaan diberikan kepada Sultan
Mahmud diantaranya ” Tangan kanan Negara
” dan juga ” Keamanan Negara”. Ini memang terbukti dengan berbagai kemajuan
yang telah berhasil dicapai pada masa kesultanannya, dengan selalu harmonisnya
hubungan dan koordinasi yang dilakukan dengan Kekhalifahan , sehingga
terjalinnya komunikasi yang lancar.
3. Bidang Ekonomi dan
Perdagangan
Kemajuan yang dicapai dalam bidang
ekonomi dan perdagangan pada masa Sultan Mahmud adalah kesejahteraan dan
perekonomian masyarakat yang semakin meningkat serta memajukan ekonomi
masyarakat melalui perdagangan, namun tidak begitu terkenal karena
seringnya upaya perluasan daerah, banyak
waktu untuk berperang. Setiap berhasil dari penaklukan, Sultan Mahmud selalu
membawa harta rampasan ke Kota Ghazna dan membagi- bagikanya kepada rakyat serta
digunakan untuk berbagai pembangunan madrasah dan sarana sosial lainnya .[14]
Sehingga timbullah tuduhan dari
orientalis kepada sultan Mahmud bahwa sultan Mahmud menaklukan daerah – daerah
itu lantaran haus kepada harta, hal itu dibantah oleh Ibnu Atsir dengan
mengungkapkan pernyataan Sultan Mahmud ” kami orang Islam beramal lebih kami
tidak membutuhkan harta ” .[15]
4. Bidang Kesenian dan
Arsitektur
Masa kejayaan dinasti Ghaznawi didukung oleh
berbagai faktor diantaranya adalah karena adanya perhatian dari Sultan terhadap
perkembangan bidang seni dan arsitektur. Hal ini ditandai dengan didirikannya
sebuah masjid yang bernama Arus
al-Falaq, membangun Istana di Afgan dan Shal, serta membangun taman Sad Hasan
dan istana Fazuri tempat ia.Begitu megah di kota Ghazna pada masa pemerintahan
sultan Mahmud.[16]
Masjid Arus al- Falaq adalah masjid termegah
pada masa itu dimana lantainya dilapisi dengan marmer, mihrabnya terdiri dari batu pualam, yang dihiyasi emas.
Dan bahan bangunannya sebahagian besar didatangkan dari India. Dan dibangun
pula sebuah sekolah yang dilengkapi dengan perpustakaan. Pengalaman sejarah
membuktikan bahwa untuk tercapainya kemajuan di berbagai bidang memang
sangat ditentukan oleh seberapa besar perhatian pemimpin terhadap upaya pengembangan potensi
yang ada pada daerah dan sumber daya manusianya.[17]
B.
Kemunduran Dinasti Ghaznawi
Sultan Mahmud memiliki dua orang
putra yaitu Muhammad bin Mahmud dan Mas`ud bin Mahmud . Keduanya memiliki
ambisi yang kuat untuk menduduki kursi pimpinan untuk mengantikan ayahnya. Pada
saat sultan Mahmud masih hidup, ia mengambil kebijakan dengan menunjuk
puteranya Muhammad sebagai penggantinya,
tetapi kebijakan itu tidak disetujui
pihak militer. Menurut mereka yang lebih berhak untuk menjadi sultan adalah
Mas`ud karena selalu berhasil memimpin peperangan. Konflik kedua kakak beradik
ini menimbulkan perselisihan yang berujung dengan perang yang dimenangkan oleh
Mas`ud.[18]
Secara langsung konflik internal tersebut tentunya mempengaruhi
pemerintaahan, sehingga ada di antara daerah – daerah yang tidak mau lagi
tunduk kepada Sultan Ghaznawi. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh orang – orang
Saljuk, mereka mulai berupaya untuk merebut kekuasaan dinasti Ghaznawi.
Kekuatan Sultan Mas`ud pun dapat
dikalahkan pada akhirnya banyak daerah yang melepaskan diri di wilayah Iran
bagian Barat serta seluruh Khurasan.
Pertempuran melawan orang – orang Saljuk
berlangsung terus hingga tahun 1049 Masehi sampai pada masa pemerintahan
Ibrahim bin Mas`ud. Untuk sementara dapat ditata kembali tetapi tidak bertahan
lama. Selain ancaman dari orang Saljuk juga muncul ancaman dari suku Ghur dan
Zhur turut melemahkan wibawa dinasti. Mereka menyerang Ghazna pada tahun 1151 Masehi
dan berhasil menguasainya. Pada saat itu pusat pemerintahan pindah ke
Lahore pada Tahun 1186 M namun tidak
bertahan lama.
Setelah
Sultan Bahram Syah yang menggantikan Ibrahim, dinasti Ghaznawi dijarah oleh orang – orang Gharriyah yang dipimpin oleh `Alauddin
Jihan –suz yang dikenal dengan ” Penghasut dunia” pada tahun 545/1151M.
Tampilnya Ghuriyyah di Afganistan Tengah mengurangi kekuasaan Ghaznawi
terakhir, ketika Sultan Khusraw Syah dan Malik Khusraw haya berkuasa di Punjab.
Hingga Ghityatsuddin Muhammad dari Dinasti Ghurriyah menyerang Ghaznawi dan
akhirnya memusnahkan dinasti Ghaznawi
pada tahun 528H/1886M.[19]
Berdasarkan uraian di atas maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa ada dua faktor yang menjadi penyebab keruntuhan
dinasti Ghanawi yaitu:[20]
1. Faktor internal
a. Perebutan kekuasaan yang terjadi di kalangan
keluarga istana yang mengakibatkan lemahnya bidang politik dan lemahnya wibawa
sultan. Bahkan telah menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat. Hal ini
merupakan sebuah kecenderungan manusia yang selalu ingin mementingkan keinginan
pribadi atau kelompok, yang sering
berujung pada perebutan kekuasaan.
Bahkan dalam sejarah Islam banyak terjadi kemunduran itu disebabkan oleh
masalah politik yang berawal dari perebutan kekuasaan.
b. Tidak adanya sistem
yang jelas tentang proses pengalihan pimpinan dan tidak pula ada satu dewan
yang mengawasi jalannya pemerintahan .
Ini disebabkan oleh tidak adanya sebuah aturan atau undang- undang yang
dilahirkan oleh pemerintah tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik,
sesuai dengan perkembangan ilmu pngetahuan dan tekhnologi
2. Faktor Eksternal
Perebutan kekuasaan yang terjadi di dalam istana dimanfaatkan oleh daerah kekuasaan
untuk mendirikan pemerintahan masing- masing. Pihak yang berasal dari orang
Saljuk berusaha untuk merebut kekuasaan. Disebabkan oleh faktor internal yang
tidak selesai, pihak luar berhasil memamfaatkan kesempatan ini
untuk merebut kekuasaan. Karena perseteruan
antar pemegang pemerintahan semakin membesar sehingga melemahkan rasa
persatuan dan kesatuan. Menyebabkan pihak luar mudah untuk masuk dan
menguasainya. ini dibuktikan perlawanan
orang – orang Saljuk dan gempuran orang Ghuriyyah dan Zhuriyyah, yang menyebabkan
runtuhnya kekuasaan dinasti Ghaznawi.[21]
Demikian sejarah
tentang Dinasti Ghaznawi yang dapat
penulis paparkan dalam makalah ini . Beberapa bidang yang dapat dibahas adalah
bidang politik dan pemerintahan, ekonomi dan perdagangan, pendidikan dan ilmu pengetahuan
serta kesenian dan arsitektur. Semoga dapat dikaji lebih mendalam dan dikembangkan
lebih luas lagi tentang perjalanan sejarah Islam pada masa dinasti Ghaznawi
ini.
III. Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian sejarah yang telah
penulis paparkan dapat diambil
kesimpulan bahwa kedaulatan dinasti Ghaznawi berdiri dari tahun 977 M s/d dan
berakhir tahun 1186 M. yang berpusat di kota Ghazna Afganistan Timur. Lahirnya
dinasti ini bermula kepercayaan yang
diberikan oleh pimpinan dinasti Samaniyah Abdul Malik bin Nuh kepada oleh
Alptigin kemudian dilanjutkan oleh sebuktigin. Dinasti ini tumbuh dan
berkembang mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Mahmud . Akhirnya
serangan dari dinasti Ghuriyyah dan zhuriyyah , dinasti Ghaznawi berahir pada
masa Khusraw Syah dan Khusraw Malik.
Kemajuan
yang dicapai antara lain bidang ilmu pengatahuan dan Sastra, politik dan
ekonomi dan perluasan wilayah kekuasaan hingga lembah Gangga dan pantai selatan
India . Kemunduran dinasti Ghaznawi berawal dari perebutan kekuasaan di
kalangan keluarga Istana serta gempuran
oleh Ghisyatsuddin Muhammad dari Ghuriyyah.
[1]
Badri Yatim, Sejarah dan Peradaban Islam , (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1998), hal.62
[2]
Philip K. Hitti, History of The Arabs, (London: Macmillan Press, 1974),
hal.154
[3] M.
Th. Houtma , First Encyclopedia of
Islam, et. A Edici, III,( Leiden: E.J. Brill, 1987), hal. 154
[4]
Ameer Ali, A short Historiy of The
Saraisans, (New Delhi: Kitab Bhavan, 1981), hal.307
[5]
C.E. Bosworth, Dinasti- Dinasti Islam, Judul Asli The Islamic
Dinasties, Terj. Hasan Ilyas,
(Bandung: Mizan, 1993), 205
[15]Abdul Mu`in, Tarikh Islam Fi Hind,(
Muassasah Jami`ah li Dirasat wat Tauzi, 1959), Cet. Ke 2, hal.121
[16]
Musrifah Sunanto, Opcit., hal 172
[17] Ibid.
[21] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar