Senin, 15 Februari 2016

PERATURAN BANTUAN HUKUM PRA KEMERDEKAAN

Indonesia baru mulai mengenal “bantuan hukum” sebagai pranata hukum tatkala Indonesia mulai memberlakukan hukum barat yang bermula pada tahun 1848 ketika di negeri Belanda terdapat perubahan besar dalam sejarah hukumnya. Berdasarkan asas konkordansi, maka dengan Firman Raja, tanggal 16 Mei 1848 Nomor 1 perundangan baru di negeri Belanda juga diberlakukan untuk Indonesia, antara lain peraturan tentang Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Peradilan (Reglement op de rechterlijke Organisatie et het beleid der justitie) yang lazim dikenal dengan singkatan R.O (Stb, 1847-23 jo 1848-58). Pranata Advokat dapat diperkirakan baru dimulai pada tahun-tahun sekitar itu. Dan pada sekitar tahun 1923, kantor Advokat pertama di buka di Tegal dan Semarang.
Perkembangan sistem hukum pemerintahan kolonial telah memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan advokat pribumi pada masa itu. Seiring dengan itu semangat nasionalisme para advokat Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan menjadikan para advokat Indonesia terlibat aktif pada berbagai organisasi pergerakan.

1.    Staatblad Tahun 1847 Nomor 23 dan Staatblad Tahun 1848 Nomor 57 tentang Reglement op de rechtelijk organisatie en het beleid de justitie in Indonesie atau dikenal dengan RO, pada Pasal 185 s/d 192 mengatur tentang “advocatenen procureurs” yaitu penasehat hukum yang bergelar sarjana hukum.
2.    Staatblad Tahun 1847 Nomor 40 tentang Reglement op de Rechtsvordering (RV), dalam peradilan khusus golongan Eropa (Raad van Justitie) ditentukan bahwa para pihak harus diwakili oleh seorang advokat atau procureur.
3.    Penetapan Raja tanggal 4 Mei 1926 Nomor 251 jo. 486 tentang Peraturan Cara Melakukan Menjalankan Hukuman Bersyarat, pada Bab I Bagian II Pasal 3 ayat 3 ditentukan bahwa orang yang dihukum dan orang yang wajib memberikan bantuan hukum kepadanya sebelum permulaan pemeriksaan.
4.    Staatblad Tahun 1926 nomor 487 tentang Pengawasan Orang yang Memberikan Bantuan Hukum, ditentukan bahwa pengawasan terhadap orang-orang yang memberikan bantuan hukum atau orang yang dikuasakan untuk menunjuk lembaga dan orang yang boleh diperintah memberi bantuan.
5.    Staatblad Tahun 1927 Nomor 496 tentang Regeling van de bijstaan en vertegenwoordiging van partijen in burgerlijke zaken voor de landraden, mengatur tentang penasehat hukum yang disebut “zaakwaarnemers’ atau pada masa tersebut dikenal dengan “pokrol”.
6.    Staatblad Tahun 1941 Nomor 44 tentang Herziene Inlandsch Reglement (HIR), dalam Pasal 83 h ayat 6 ditentukan bahwa jika seseorang dituduh bersalah melakukan sesuatu kejahatan yang dapat dihukum dengan hukuman mati, maka magistraat hendak menanyakan kepadanya, maukah ia dibantu di pengadilanoleh seorang penasehat hukum. Dan Pasal 254 menentukan bahwa dalam persidangan tiap-tiap orang yang dituduh berhak dibantu oleh pembela untuk mempertahankan dirinya.
7.    Staatblad Tahun 1944 Nomor 44 tentang Het Herziene Inlandsch Reglement atau RIB (Reglemen Indonesia yang diperbaharui), menurut Pasal 123 dimungkinkan kepada pihak yang berperkara untuk diwakili oleh orang lain.

Berbagai ketentuan hukum diatas mendasari profesi advokat pada masa pra kemerdekaan, meski masih mengutamakan advokat Belanda. Akan tetapi berbagai pengaturan itu sedikitnya telah mendasari perkembangan advokat Indonesia pada masa selanjutnya.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar