Indonesia baru mulai mengenal “bantuan hukum” sebagai pranata hukum
tatkala Indonesia mulai memberlakukan hukum barat yang bermula pada tahun 1848
ketika di negeri Belanda terdapat perubahan besar dalam sejarah hukumnya.
Berdasarkan asas konkordansi, maka dengan Firman Raja, tanggal 16 Mei 1848
Nomor 1 perundangan baru di negeri Belanda juga diberlakukan untuk Indonesia,
antara lain peraturan tentang Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Peradilan (Reglement
op de rechterlijke Organisatie et het beleid der justitie) yang lazim
dikenal dengan singkatan R.O (Stb, 1847-23 jo 1848-58). Pranata Advokat dapat
diperkirakan baru dimulai pada tahun-tahun sekitar itu. Dan pada sekitar tahun
1923, kantor Advokat pertama di buka di Tegal dan Semarang.
Perkembangan sistem hukum pemerintahan kolonial telah memberikan
kontribusi yang besar bagi perkembangan advokat pribumi pada masa itu. Seiring
dengan itu semangat nasionalisme para advokat Indonesia untuk memperjuangkan
kemerdekaan menjadikan para advokat Indonesia terlibat aktif pada berbagai
organisasi pergerakan.
1. Staatblad Tahun
1847 Nomor 23 dan Staatblad Tahun 1848 Nomor 57 tentang Reglement op
de rechtelijk organisatie en het beleid de justitie in Indonesie atau
dikenal dengan RO, pada Pasal 185 s/d 192 mengatur tentang “advocatenen
procureurs” yaitu penasehat hukum yang bergelar sarjana hukum.
2. Staatblad Tahun
1847 Nomor 40 tentang Reglement op de Rechtsvordering (RV), dalam
peradilan khusus golongan Eropa (Raad van Justitie) ditentukan bahwa
para pihak harus diwakili oleh seorang advokat atau procureur.
3. Penetapan Raja tanggal
4 Mei 1926 Nomor 251 jo. 486 tentang Peraturan Cara Melakukan Menjalankan
Hukuman Bersyarat, pada Bab I Bagian II Pasal 3 ayat 3 ditentukan bahwa orang
yang dihukum dan orang yang wajib memberikan bantuan hukum kepadanya sebelum
permulaan pemeriksaan.
4. Staatblad Tahun
1926 nomor 487 tentang Pengawasan Orang yang Memberikan Bantuan Hukum,
ditentukan bahwa pengawasan terhadap orang-orang yang memberikan bantuan hukum
atau orang yang dikuasakan untuk menunjuk lembaga dan orang yang boleh
diperintah memberi bantuan.
5. Staatblad Tahun
1927 Nomor 496 tentang Regeling van de bijstaan en vertegenwoordiging van
partijen in burgerlijke zaken voor de landraden, mengatur tentang penasehat
hukum yang disebut “zaakwaarnemers’ atau pada masa tersebut dikenal
dengan “pokrol”.
6. Staatblad Tahun
1941 Nomor 44 tentang Herziene Inlandsch Reglement (HIR), dalam Pasal 83
h ayat 6 ditentukan bahwa jika seseorang dituduh bersalah melakukan sesuatu
kejahatan yang dapat dihukum dengan hukuman mati, maka magistraat hendak
menanyakan kepadanya, maukah ia dibantu di pengadilanoleh seorang penasehat
hukum. Dan Pasal 254 menentukan bahwa dalam persidangan tiap-tiap orang yang
dituduh berhak dibantu oleh pembela untuk mempertahankan dirinya.
7. Staatblad Tahun
1944 Nomor 44 tentang Het Herziene Inlandsch Reglement atau RIB
(Reglemen Indonesia yang diperbaharui), menurut Pasal 123 dimungkinkan kepada
pihak yang berperkara untuk diwakili oleh orang lain.
Berbagai ketentuan hukum diatas mendasari
profesi advokat pada masa pra kemerdekaan, meski masih mengutamakan advokat
Belanda. Akan tetapi berbagai pengaturan itu sedikitnya telah mendasari
perkembangan advokat Indonesia pada masa selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar