Bangsa Turki mempunyai peranan
yang sangat penting dalam perkembangan kebudayaan Islagym, peranan yang paling
menonjol terlihat dalam politik ketika mereka masuk dalam barisan tentara
profesional maupun birokrasi pemerintahan yang bekerja untuk khalifah-khalifah
Bani Abbas. Kekuasaan bangsa Turki diluar pusat pemerintahannya menjadi tidak
terelakan karena kekuatan pengaruh bangsa itu dapat dilihat sejauh mana
efektivitas mereka dalam perubahan politik, sosial dan ekonomi masyarakat
dikawasan lain (Eropa timur, Asia Kecil, Asia Tengah, Timur Tengah, Mesir dan
Afrika Utara)
B.
Latar Belakang Berdirinya Kerajaan
Turki Usmani
Kerajaan Turki Usmani didirikan oleh suku bangsa
pengembara yang berasal dari wilayah Asia Tengah, yang termasuk suku Kayi.
Ketika bangsa Mongol menyerang dunia Islam, pemimpin suku Kayi, Sulaiman Syah, mengajak anggota sukunya untuk
menghindari serbuan bangsa Mongol tersebut dan lari kearah barat. Bangsa Mongol
itu mulai menyerang dan menaklukkan wilayah Islam yang berada di bawah
kekuasaan Dinasti Khwarazm Syah tahun 1219-1220. Sulaiman Syah meminta perlindungan kepada Jalal
ad-Din, pemimpin terakhir dinasti Khwarazm Syah tersebut di Transoksania. Sulaiman ingin pindah lagi ke wilayah syam setelah ancaman
Mongol reda. Dalam usahanya pindah ke negeri Syam itu, pemimpin orang-orang
Turki tersebut mendapat kecelakaan hanyut di sungai Euphrat yang tiba-tiba
pasang karena banjir besar tahun 1228[1].
Mereka akhirnya terbagi menjadi dua kelompok, yang
pertama ingin pulang ke negeri asalnya, dan yang kedua meneruskan perantauannya
ke wilayah Asia kecil. Kelompok kedua itu berjumlah sekitar 400 keluarga
dipimpin oleh Erthogrol (Arthogrol), anak sulaiman. Mereka akhirnya menghambakan
dirinya kepada Sultan’Ala ad-Din II dari Turki Saljuq Rum yang pemerintahannya
berpusat di Konya, Anatolia, Asia kecil. Pada waktu ini bangsa saljuq yang serumpun dan seagama dengan orang-orang Turki imigran tadi
melihat bahaya bangsa Romawi yang mempunyai kekuasaan di Kemaharajaan Romawi Timur (Bizantium).
Erthogrol mempunyai
seorang putra yang bernama Usman yang diperkirakan lahir tahun 1258.[2] Nama Ustman itulah yang
diambil sebagai nama untuk kerajaan Turki Ustmani. Erthogrol meninggal tahun
1280. Usman ditunjuk untuk menggantikan kedudukan ayahnya sebagai pemimpin suku
bangsa Turki atas persetujuan Sulta Saljuq, yang merasa gembira karena pemimpin
baru itu dapat meneruskan kepemimpinan pendahulunya.
Ustman juga diperbolehkan untuk mencetak uang sendiri dan didoakan dalam
khutbah Jum’at namun demikian, sebagian ahli menyebutkan bahwa Ustman adalah
anak Sauji. Sauji itulah anak Erthogrol, sehingga Ustman
adalah cucunya bukan anaknya. Sauji telah meninggal sebelum ayahnya
meninggal. Ia meninggal dalam perjalanan pulang sehabis memohon kepada Sultan
Saljuq atas perintah ayahnya, Erthogrol, untuk tinggal untuk menetap di
wilayahnya. Permohonan itu dikabulkan oleh Sultan. Makanya, Erthogrol ketika
menerima berita itu sedih bercampur gembira. Sedih karena anaknya meninggal,
dan gembira karena permohonannya untuk menetap di wilayah Saljuq itu dikabulkan
oleh Sultan.
Setelah menghancurkan Bagdad tahun 1258 bangsa Mongol
meneruskan penaklukannya kearah utara, termasuk wilayah kekuasaan Saljuq Rum.
Sultan Saljuq tidak dapat mempertahankan diri dan mati terbunuh. Dalam keadaan
kosong itulah Ustman memerdekakan diri dan bertahan terhadap serangan bangsa
Mongol. Bekas wilayah Saljuq dijadikan basis kekuasaannya dan para penguasa
Sajuq yang selamat dari pembantaian Mongol mengangkatnya sebagai pemimpin.
Peristiwa tersebut berlangsung kira-kira tahun 1300. Maka, beridirilah Kerajaan
Usmaniyyah yang dipimpin oleh Ustman yang bergelar Padisyah Alu Usman atau Raja
dari keluarga Usman. Semangat pasukan Usmani didorong oleh jiwa agama Islam yang berbasis pada ajaran tarekat
Bektasiyyah yang dipelopori oleh Hajji Bektasy (W.1297). Bahkan Usman
diijadikan sebagai menantu oleh Syekh Udabali, salah satu guru tarekat itu dan
memberinya gelar Al-Ghazi yang diharapkan dapat berjuang terus di jalan yang
lurus, jalan Allah melawan bangsa Rum. Bermodalkan wilayah di Anatolia Tengah
itulah Usmaniyyah dapat mengembangkan sayapnya ke tiga benua, yakni Asia kecil,
Eropa Timur dan Selatan, dan Afrika Utara.
C.
Kemajuan Peradaban Islam Periode Awal
Periode ini dimulai dari
berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran kerajaan oleh serangan
Timur, Sultan-sultannya adalah sebagai berikut:
1.
Usman
I Pada tahun 1299 – 1326
2.
Orkhan
(Putra Usmani I tahun 1326 – 1359
3.
Murad
I (Putra Orkhan) tahun 1359-1389
a.
Politik dan Pemerintahan
Bentuk kerajaan Turki Usmani didasarkan kepada sistem feodal yang ditiru
langsung dari kerajaan Bizantium. Tentara yang berjasa diberi hadiah sebidang
tanah dan tanah-tanah tersebut dikendalikan oleh para petani. Bagi tentara yang
berbakti secara pribadi kepada sultan mendapatkan hadiah yang lebih luas,
demikian juga para gubernur.[4]
Dalam sistem pemerintahan, sultan adalah penguasa tertinggi. Pelantikan
sultan mengikuti sistem faodal. Pada mulanya sultan-sultan ini terdiri dari
amir-amir yang menjadi tuan tanah pada masa kerajaan saljuk yang berpusat di Konya. Orkhan adalah salah
seorang dari amir-amir itu yang kemudian memproklamasikan dirinya sebagai
seorang sultan.
Sultan merupakan penguasaan tertinggi selama pemerintahan Turki Usmani,
baik dalam bidang agama, politik, pemerintahan bahkan masalah-masalah
perekonomian. Orang kedua yang berkuasa adalah wazir besar. Ia adalah ketua
badan penasihat kesultanan yang membawahi semua wazir dan Amir sebagai simbol kekuasaannya, ia diangkat
sebagai wakil sultan.
b.
Ekonomi dan perdagang
Pada saat yang sama, kerajaan menghadapi problem internal sebagai dampak
pertumbuhan perdagangan dan ekonomi internasional. Sistem perekonomian kerajaan
Turki Usmani saat itu berbasiskan pada prinsip pemenuhan dalam negeri kerajaan,
sel-sufficiency system. Struktur tersentralisasi yang telah dikembangkan
sejak abad kelima belas telah memungkinkan para sultan untuk mengembangkan
berbagai sumber daya wilayah kerajaan dan saling melengkapi kebutuhan bersama
dengan wilayah, lain dengan menerapkan kebijakan yang mengutungkan bagi
kesejahteraan bagi seluruh wilayah kerajaan.
Akan tetapi kemampuan kerajaan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mulai
melemah pada abad keenam belas, dan pada saat yang sama bangsa eropa telah
mengembangkan struktur kekuatan ekonomi dan keuangan bagi kepentingan mereka
sendiri.[5]
Pada abad keenam belas, Turki Usmani bersaing dengan Portugis untuk
menguasai jalur perdagangan di perairan India. Dua abad kemudian, muncullah dua
kekuatan baru, yaitu inggris dan belanda yang kemudian mendominasi jalur
perdagangan di perairan India dan menguasai perdangangan Asia. Akibat lain dari
munculnya kapitalisme bangsa eropa dan dominasi mereka di bidang perdagangan
adalah terus menurunya produksi masyarakat Turki.
c.
Sosial Kemasyarakatan
Islam datang ke tengah-tengah masyarakat yang sistem sosialnya sangat tidak
menguntungkan bagi sebagian masyarakatnya. Kemudian, ia datang kepada mereka
dengan ajaran yang dapat merangkul semua lapisan masyarakat dengan
mempertalikan antara suatu keluarga dengan masyarakatnya, antara si kaya dengan
si miskin, antara raja dan rakyat. Ikatan tersebut dipatri dalam
pranata-pranata sosialnya seperti masjid dengan multifungsinya, lembaga-lembaga
peradilan, pendidikan dan segala peraturan yang mengikat kehidupan
bermasyarakat sehingga Islam benar-benar mampu mewujudkan suatu peradaban
dengan karakteristiknya tersediri. Sehingga kehidupan berjamaah terus
diwujudkan oleh khalifah yang empat ini baik dalam kegiatan ibadah mahdhoh
maupun mua’malah seperti halnya kerja sama sosial dalam berbagai hal,
perdagangan, politik, peperangan dan sebagainya.
d.
Pendidikan dan Iptek
Kebudayaan di Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan,
diantaranya adalah kebudayaan Persia, Bizantium, dan Arab. Dari kebudayaan
Persia, mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama
dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemeliteran banyak mereka
serap di Bizantium. Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam
bidang kemeliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, mereka kelihatan
tidak begitu menonjol. Karena itulah, di dalam khazanah intelektual Islam kita
tidak menemukan ilmuwan terkemuka dari Turki Usmani. Namun demikian, mereka
banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur Islam berupa
bangunan-bangunan masjid yang indah seperti Masjid Al-Muhammahi atau Masjid
Jami’Sultan Muhammad Al-fatih, Masjid Agung Sulaiman, dan Masjid Abi Ayyub
Al-Anshari, masjid-masjid tersebut dihiasi pula dengan keindahan kaligrafinya
yang indah.
Pada masa sulaiman, di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak
dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, dan
lain-lainnya.[6]
e.
Kesenian
Muncul pada masa ini sastrawan-satrawan dengan hasil karya-karyanya setelah
menamatkan studi di luar negeri. Di antaranya Ibrahim Shinasi pendiri surat
kabar Tasviri Efkyar. Di antara karya yang dihasilkannya adalah The
Poets Wedding (Komedi). Salah seorang pengikutnya adalah Namik Kemal dengan
karyanya Fatherland atau Silistria. Di samping itu, terdapat
Ahmad Midhat dengan Entertaining Tales dan Mehmed Taufif dengan Year
in Istambul.
f.
Pemahaman Agama
Kehidupan keagamaan merupakan bagian dari sistem sosial dan politik Turki
Usmani. Ulama mempunyai kedudukan tinggi dalam kehidupan negara dan masyarakat.
Mufti sebagai pejabat tinggi agama, tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum
kerajaan tidak dapat berjalan. Pada masa ini kehidupan tarekat berkembang pesat.
Al-Bektasi merupakan tarekat yang sangat berpengaruh terhadap tentara Yenisari,
sedangkan Al-Maulawi berpengaruh besar di kalangan penguasa sebagai
imbangan dari kelompok Yenisarii Bektasi.[7]
D.
Faktor –faktor Kemunduran
Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M)[8],
kerajaan Turki Usmani mulai memasuki fase kemudurannya diakibatkan beberapa
faktor :
1. Wilayah kekuasaan yang sangat luas
Administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang
sangat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara administrasi pemerintahan
kerajaan Usmani tidak beres. Di pihak lain, para penguasa sangat berambisi
menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga mereka terlibat perang terus
menerus dengan berbagai bangsa. Hal ini tentu menyedot banyak potensi yang
seharusnya dapat digunakan untuk membangun negara.
2. Heterogenitas Penduduk
Sebagai kerajaan besar, Turki Usmani menguasai
wilayah yang amat luas. Wilayah yang luas itu didiami oleh penduduk yang
beragam, baik dari segi agama, ras, etnis, maupun adat istiadat[9]. Untuk
mengatur penduduk yang beragama dan tersebar di wilayah yang luas itu
diperlukan suatu organisasi pemerintah yang teratur. Tanpa didukung oleh
administrasi yang baik, kerajaan Usmani hanya akan menanggung beban yang berat
akibat heterogenitas tersebut. Perbedaan bangsa dan agama acap kali melatar
belakangi terjadinya pemberontakan dan peperangan.
3. Kelemahan para penguasa
Sepeninggalan Sulaiman Al-Qanuni, kerajaan Usmani
diperintahkan oleh sultan-sultan yang lemah, baik dalam kepribadian terutama
dalam kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu
tidak pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin lama semakin parah.
4. Pemberontakan tentara Jenissari
Kemajuan ekspansi Usmani banyak ditentukan oleh kuatnya tentara
Jenissari. Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana kalau tentara ini
memberontak. Pemberontakan tentara Jenissari terjadi sebanyak empat kali, yaitu
pada tahun 1525 M. 1632 M, 1727 M, dan 1826 M.
5. Merosotnya ekonomi
Akibatnya perang yang tidak pernah berhenti, perekonomian negara merosot.
Pendapatan berkurang, sementara belanja negara sangat besar termasuk untuk
biaya perang.
6. Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan
teknologi
Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam pengembangan ilmu dan teknologi,
karena hanya mengutamakan pengembangan kekuatan militer. Kemajuan militer yang
tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak
sanggup menghadapi persenjataan musuh eropa yang lebih maju.[10]
Demikianlah
proses kemunduran kerajaan besar Usmani pada masa selanjutnya, di periode modern,
kelemahan kerajaan ini menyebabkan kekuatan-kekuatan eropa tanpa segan-segan
menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada di bawah
kekuasaan kerajaan Usmani, terutama di timur tengah dan afrika utara.
E.
Pembaharuan
di Turki (Turki Muda, Usmani Muda)
1.
Masa
Tanzimat
Pada permulaan abad ketujuh
belas, Turki Usmani mulai memperdebatkan
cara terbaik bagi program restorasi integritas politik dan efektivitas kekuatan
militer yang dimiliki kerajaan. Para pembaharu pada awalnya berlandaskan pada
aturan yang digariskan Sultan Sulaiman yang menentang kemungkinan pengaruh
kekuatan Kristen Eropa atas akum Muslim. Para moderns menganggap perlunya
kerajaan Turki untuk mengadopsi metode yang dimiliki bangsa Eropa dalam pendidikan
kemiliteran, organisasi dan administrasi untuk menciptakan suatu perubahan
dibidang pendidikan, ekonomi dan sosial yang mendukung terbentuknya negara
modern. Pada abad kedelapan belas dan terutama abad kesembilan belas, kelompok
modernis muncul dengan terang-terangan, dan akhirnya menjadi pemenang.
Gerakan pembaharuan sesungguhnya telah lama dilakukan oleh generasi turki
jauh sebelum pembeharuan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Attaturk. Gerakan
pembaharuan yang dilakukan dari berbagai aspek yakni militer dan administrasi
hingga kepada pembaharuan di bidang ekonomi, sosial dan keagamaan. Gerakan ini
berawal dengan pada tahun 1839 sampai dengan 1876 yang lebih dikenal dengan
gerakan tanzimat.
Gerakan tanzimat atau dalam bahasa turki dikenal dengan tanzimat-i-khairiye
adalah gerakan pembaharuan di turki yang diperkenalkan ke dalam sistem
birokrasi dan pemerintah Turki Usmani semenjak pemerintah sultan Abdul Majid
dan sultan Abdul Aziz. Tanzimat sendiri berarti mengatur, menyusun dan
memperbaiki, pembaharuan. Gerakan ini dimulai dengan diumumkannya deklarasi
Gulkhane, khatt-I-syerif Gulkhane pada tanggal 3 Nopember 1839 dan
ditindaklanjuti oleh Khatt-I Humayun yang diumumkan pada 18 Februari
1856. Kata tanzimat sendiri secara resmi telah tercantum dalam dokumen
kerajaan pada pemerintahan sultan Mahmud II[11].
Tokoh yang utama pada periode tanzimat adalah Mustafa Pasya, yang dikenal dengan
gelar Bayrakdar, selain itu tokoh yang juga masyuhur pada zaman ini adalah
Mustafa Rasyid Pasya yang dikenal dengan arsitek pembaharuan abad kesembilan
belas di Turki.
Tanzimat yang ditindaklanjuti dengan Khatt-I Humayun telah membawa perubahan
di bidang hukum, pendidikan dan pemerintahan, salah satu perubahan yang itu
adalah perubahan sistem pendidikan yang dimulai tahun 1846, dengan sistem
pendidikan menyeluruh sejak pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, yang
mana dahulu ini hanya bisa dinikmati oleh kalangan bangsawan. Pembaharuan tanzimat di bidang hukum
memiliki dua tujuan utama yaitu menjadikan hukum usmani diterima oleh
masyarakat eropa dan modernisasi sistem hukum islam yang tradisional.
Dengan ini bisa dikatakan bahwasannya periode tanzimat ini bermaksud
sentralisasi kekuasaan dibawah sultan dan pengenalan norma-norma barat.
2.
Usmani Muda
Efek dari sentralisasi kekuasaan di tangan sultan mengakibatkan kekuasaan
yang otoriter di tangan sultan yang berujung pada krisis berkepanjangan selama
empat tahun di Turki Usmani pada tahun 1875-1878. Memandang gerakan tanzimat
melahirkan tiga corak kelompok masyarakat yang memandang gerakan ini dengan
krisis. Pertama adalah golongan oposisi dari kalangan tradisional, kedua adalah
dari kelompok intelektual yang memberikan kritik secara lebih baik dari
kelompok pertama. Kelompok kedua inilah yang nantinya lebih dikenal dengan Young
Ottomans. Sedangkan kelompok ketiga adalah kelompok yang berkeinginan untuk
menghapuskan sultan sebagai sebuah kekuatan politik[12].
Kelompok ini banyak dipengaruhi oleh paham sekuler dan revolusioner
terhadap ajaran agama Islam tradisional. Tokoh yang berpengaruh dalam periode
Usmani Muda ini adalah Namik Kemal dan Midhat Pasya. Namik adalah seorang
sastrawan yang terkenal di Turki, yang kemudian menjadi editor di sebuah surat
kabar berbahasa Turki, Taswir Efkar. Yang mana dikemudian harinya surat kabar
ini menjadi tempat penyaluran aspirasi bagi para Usmani Muda. Namik juga
merupakan tokoh yang mengajak kembali kepada ajaran Islam Salaf dan menolak
ajaran Islam yang tidak benar. Ia juga yang mengenalkan konsep wathan kepada
bangsa Turki, konsep negara, dan konsep kebebasan. Namik juga mengkritik
periode tanzimat yang mengadopsi secara besar-besaran terhadap
pembaharuan yang ada di dunia barat, dan ia juga berpendapat berpendapat
bahwasannya ajaran Islam bisa diejajarkan dengan peradaban modern.
Tokoh lainnya yang tak kalah terkenal pada masa ini adalah Midhat Pasya. Ia
menjadi perdana menteri pada tahun 1872 atas pilihan sultan Abd al-Aziz. Dan
kemudian ditunjuk menjadi perdana menteri untuk kedua kalinya pada zaman sultan
Abd al-Hamid II. Perubahan yang dilakukannya adalah dengan mendirikan lembaga
yang permanen guna mengkontrol kekuasaan sultan. Konstitusi baru itu akan
memberikan hak yang luas kepada para menteri terlepas dari kekuasaan sultan.
Dan kemudian Midhat pun memaksa sultan Abd al-Hamid meyetujui konstitusi
tersebut.
Akan tetapi gerakan pembaharuan yang di usung oleh para Usmani Muda ini
terbentur oleh sistem pemerintahan semi-otokrasi bahkan cenderung lebih
otokrasi yang dijalankan oleh sultan Abd al-Hamid II, bahkan sultan pun
memejarakan Midhat beserta para pengikutnya karena dianggap membahayakan
stabilitas kerajaan.
3.
Turki Muda
Bermula dari sikap otoriternya sultan Abd al-Hamid II menyebabkan banyak
pihak yang tidak senang dan akhirnya timbul beberapa pemberontakan. Kelompok
penentang absolutisme sultan dikenal dengan sebutan committee on union and
Progress atau yang lebih dikenal dengan CUP, saat gerakan ini mulai tampak
oleh para penguasa mereka mulai menggalang pendukung dari para buangan kerajaan
Turki Usmani yang berada di Paris, Jenewa dan Cairo, dimana mereka pada
akhirnya membantu gerakan tersebut dengan melancarkan kritik menyeluruh dari
sistem monarki Abd al-Hamid II.
Tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Murad Bey, Ahmad Reza dan Pangeran
Sabahud din. Murad Bey dalam pandangannya, sebab kemunduran kerajaan Turki
bukan disebabkan oleh ajaran Islam yang diadopsinya, akan tetapi penyebab
kemundurannya adalah absolutisme kekuasaan sultan. Dan ia pun memberikan
pandangan terkait baiknya digunakan sistem pemerintahan barat yang tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Sedangkan Ahmad Reza dan Pangeran Sabahuddin berpendapat
bahwasannya reformasi yang diperlukan oleh masyarakat Turki bukanlah reformasi
politik akan tetapi revolusi dalam bidang pendidikan[13].
Pada masa ini kaum wanita terbuka untuk merasakan pendidikan yang mana pada
masa tanzimat wanita hanya mendapatkan kesempatan belajar di tingkat
dasar saja.
F.
Pembentukan Republik Turki dan
Penghapusan Khalifah
Berdirinya republik Turki tidak
lepas dari salah seorang tokoh besar mereka, Mustafa Kemal Ataturk. Tetapi, ia
bukan satu-satunya pemikir yang melahirkan ideologi nasionalisme Turki. Mustafa
Kemal sendiri mendapatkan dari kebijakan reorganisasi yang dicanangkan oleh
sultan Mahmud II. Zia Gokalp pun menjadi tokoh yang menginspirasi Mustafa Kemal
akan paham nasionalis, dalam idieloginya yang dikenal dengan kemalisme yang
terdiri atas republikanisme, nasionalisme, kerakyatan, sekularisme, etatisme
dan revolusionisme, idieologi ini kemudian di kembangkan oleh pengikutnya.
Bukan hanya sebagai inspirator
akan tetapi Mustafa Kemal merupakan penggerak berdirinya Republik Sekuler
Turki. Berawal setelah ia keluar dari kemiliteran dan menjadi rakyat sipil yang
kemudian melanjutkan kegiatan politiknya di anatolia. Pada tahun 1920 ia
mendirikan National Assembly, Dewan Nasional di Ankara. Dan pada pendirian
dewan Nasional Mustafa mengenalkan istilah populisme yang berarti kekuasaan di
tangan rakyat. Dengan cepat kemudian pada tanggal 6 desember 1922 ia mendirikan
Partai Rakyat. Dan pada 16 April 1923 dewan nasional pun dibuburkan dan rakyat
Turki bersiap menuju pemilu, yang mana pada tanggal 11 Agustus 1923 anggota
dewan baru yang terpilih sebanyak 286 melalui pemilu memilih Mustafa Kemal
sebagai presiden dan Fethi sebagai perdana menteri, yang kemudian pada tanggal
29 Oktober 1923 resmilah Turki menjadi sebuah negara republik. Pada tahun ini
juga kesultan Usmani dihapuskan. Pada tahun 1924 sistem kekhalifahan juga
dihapuskan oleh Mustafa Kemal. Dengan prinsip sekulerismenya yang ketara
Mustafa Kemal mengeluarkan beberapa keputusan yang membuat beberapa kalangan
mengecamnya. Di antaranya keputusan Mustafa Kemal, pelarangan menggunakan
torbus dan keputusan pelarangan menggunakan pakaian asli Turki pada tahun 1934
G.
Penutup
Demikianlah makalah
ini saya buat, dengan segala keterbatasan saya dalam menyusun makalah ini, saya
mohon maaf, wassalam.
DAFTAR PUSTAKA
M. Lapidus, Ira. Sejarah Sosial Umat Islam
Bagian ke III, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada), 1999
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam: Dirasat
Islamiyah II, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada);
Ibrahim Hassan, Hassan. Sejarah dan Kebudayaan
Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang), 1989
K. Hitti, Philip. History of the Arabs. (Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta), 2005
Mughni, Syafiq A. Sejarah Kebudayaan Islam
di Turki, (Jakarta: Logos), 1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar