Kamis, 18 Februari 2016

Peradaban Islam masa Kerajaan Turki Usmani

A.    Pendahuluan
              Bangsa Turki mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan kebudayaan Islagym, peranan yang paling menonjol terlihat dalam politik ketika mereka masuk dalam barisan tentara profesional maupun birokrasi pemerintahan yang bekerja untuk khalifah-khalifah Bani Abbas. Kekuasaan bangsa Turki diluar pusat pemerintahannya menjadi tidak terelakan karena kekuatan pengaruh bangsa itu dapat dilihat sejauh mana efektivitas mereka dalam perubahan politik, sosial dan ekonomi masyarakat dikawasan lain (Eropa timur, Asia Kecil, Asia Tengah, Timur Tengah, Mesir dan Afrika Utara)      
B.     Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Turki Usmani
Kerajaan Turki Usmani didirikan oleh suku bangsa pengembara yang berasal dari wilayah Asia Tengah, yang termasuk suku Kayi. Ketika bangsa Mongol menyerang dunia Islam, pemimpin suku Kayi, Sulaiman  Syah, mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol tersebut dan lari kearah barat. Bangsa Mongol itu mulai menyerang dan menaklukkan wilayah Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Khwarazm Syah tahun 1219-1220. Sulaiman Syah meminta perlindungan kepada Jalal ad-Din, pemimpin terakhir dinasti Khwarazm Syah tersebut di Transoksania. Sulaiman ingin pindah lagi ke wilayah syam setelah ancaman Mongol reda. Dalam usahanya pindah ke negeri Syam itu, pemimpin orang-orang Turki tersebut mendapat kecelakaan hanyut di sungai Euphrat yang tiba-tiba pasang karena banjir besar tahun 1228[1].
Mereka akhirnya terbagi menjadi dua kelompok, yang pertama ingin pulang ke negeri asalnya, dan yang kedua meneruskan perantauannya ke wilayah Asia kecil. Kelompok kedua itu berjumlah sekitar 400 keluarga dipimpin oleh Erthogrol (Arthogrol), anak sulaiman. Mereka akhirnya menghambakan dirinya kepada Sultan’Ala ad-Din II dari Turki Saljuq Rum yang pemerintahannya berpusat di Konya, Anatolia, Asia kecil. Pada waktu ini bangsa saljuq yang serumpun dan seagama dengan orang-orang Turki imigran tadi melihat bahaya bangsa Romawi yang mempunyai kekuasaan di Kemaharajaan Romawi Timur (Bizantium).
Erthogrol mempunyai seorang putra yang bernama Usman yang diperkirakan lahir tahun 1258.[2] Nama Ustman itulah yang diambil sebagai nama untuk kerajaan Turki Ustmani. Erthogrol meninggal tahun 1280. Usman ditunjuk untuk menggantikan kedudukan ayahnya sebagai pemimpin suku bangsa Turki atas persetujuan Sulta Saljuq, yang merasa gembira karena pemimpin baru itu dapat meneruskan kepemimpinan pendahulunya. Ustman juga diperbolehkan untuk mencetak uang sendiri dan didoakan dalam khutbah Jum’at namun demikian, sebagian ahli menyebutkan bahwa Ustman adalah anak Sauji. Sauji itulah anak Erthogrol, sehingga  Ustman  adalah cucunya bukan anaknya. Sauji telah meninggal sebelum ayahnya meninggal. Ia meninggal dalam perjalanan pulang sehabis memohon kepada Sultan Saljuq atas perintah ayahnya, Erthogrol, untuk tinggal untuk menetap di wilayahnya. Permohonan itu dikabulkan oleh Sultan. Makanya, Erthogrol ketika menerima berita itu sedih bercampur gembira. Sedih karena anaknya meninggal, dan gembira karena permohonannya untuk menetap di wilayah Saljuq itu dikabulkan oleh Sultan.
Setelah menghancurkan Bagdad tahun 1258 bangsa Mongol meneruskan penaklukannya kearah utara, termasuk wilayah kekuasaan Saljuq Rum. Sultan Saljuq tidak dapat mempertahankan diri dan mati terbunuh. Dalam keadaan kosong itulah Ustman memerdekakan diri dan bertahan terhadap serangan bangsa Mongol. Bekas wilayah Saljuq dijadikan basis kekuasaannya dan para penguasa Sajuq yang selamat dari pembantaian Mongol mengangkatnya sebagai pemimpin. Peristiwa tersebut berlangsung kira-kira tahun 1300. Maka, beridirilah Kerajaan Usmaniyyah yang dipimpin oleh Ustman yang bergelar Padisyah Alu Usman atau Raja dari keluarga Usman. Semangat pasukan Usmani didorong oleh jiwa agama Islam yang berbasis pada ajaran tarekat Bektasiyyah yang dipelopori oleh Hajji Bektasy (W.1297). Bahkan Usman diijadikan sebagai menantu oleh Syekh Udabali, salah satu guru tarekat itu dan memberinya gelar Al-Ghazi yang diharapkan dapat berjuang terus di jalan yang lurus, jalan Allah melawan bangsa Rum. Bermodalkan wilayah di Anatolia Tengah itulah Usmaniyyah dapat mengembangkan sayapnya ke tiga benua, yakni Asia kecil, Eropa Timur dan Selatan, dan Afrika Utara.
C.    Kemajuan Peradaban Islam Periode Awal
Periode ini dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran kerajaan oleh serangan Timur, Sultan-sultannya adalah sebagai berikut:
1.      Usman I Pada tahun 1299 – 1326
2.      Orkhan (Putra Usmani I tahun 1326 – 1359
3.      Murad I (Putra Orkhan) tahun 1359-1389
4.      Bayazid I Yildirim (Putrera Murad I) tahun 1389-1402.[3]
a.      Politik dan Pemerintahan
Bentuk kerajaan Turki Usmani didasarkan kepada sistem feodal yang ditiru langsung dari kerajaan Bizantium. Tentara yang berjasa diberi hadiah sebidang tanah dan tanah-tanah tersebut dikendalikan oleh para petani. Bagi tentara yang berbakti secara pribadi kepada sultan mendapatkan hadiah yang lebih luas, demikian juga para gubernur.[4]
Dalam sistem pemerintahan, sultan adalah penguasa tertinggi. Pelantikan sultan mengikuti sistem faodal. Pada mulanya sultan-sultan ini terdiri dari amir-amir yang menjadi tuan tanah pada masa kerajaan saljuk  yang berpusat di Konya. Orkhan adalah salah seorang dari amir-amir itu yang kemudian memproklamasikan dirinya sebagai seorang sultan.
Sultan merupakan penguasaan tertinggi selama pemerintahan Turki Usmani, baik dalam bidang agama, politik, pemerintahan bahkan masalah-masalah perekonomian. Orang kedua yang berkuasa adalah wazir besar. Ia adalah ketua badan penasihat kesultanan yang membawahi semua wazir dan Amir  sebagai simbol kekuasaannya, ia diangkat sebagai wakil sultan.
b.      Ekonomi  dan perdagang
Pada saat yang sama, kerajaan menghadapi problem internal sebagai dampak pertumbuhan perdagangan dan ekonomi internasional. Sistem perekonomian kerajaan Turki Usmani saat itu berbasiskan pada prinsip pemenuhan dalam negeri kerajaan, sel-sufficiency system. Struktur tersentralisasi yang telah dikembangkan sejak abad kelima belas telah memungkinkan para sultan untuk mengembangkan berbagai sumber daya wilayah kerajaan dan saling melengkapi kebutuhan bersama dengan wilayah, lain dengan menerapkan kebijakan yang mengutungkan bagi kesejahteraan bagi seluruh wilayah kerajaan.
Akan tetapi kemampuan kerajaan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mulai melemah pada abad keenam belas, dan pada saat yang sama bangsa eropa telah mengembangkan struktur kekuatan ekonomi dan keuangan bagi kepentingan mereka sendiri.[5]
Pada abad keenam belas, Turki Usmani bersaing dengan Portugis untuk menguasai jalur perdagangan di perairan India. Dua abad kemudian, muncullah dua kekuatan baru, yaitu inggris dan belanda yang kemudian mendominasi jalur perdagangan di perairan India dan menguasai perdangangan Asia. Akibat lain dari munculnya kapitalisme bangsa eropa dan dominasi mereka di bidang perdagangan adalah terus menurunya produksi masyarakat Turki.
c.       Sosial Kemasyarakatan
Islam datang ke tengah-tengah masyarakat yang sistem sosialnya sangat tidak menguntungkan bagi sebagian masyarakatnya. Kemudian, ia datang kepada mereka dengan ajaran yang dapat merangkul semua lapisan masyarakat dengan mempertalikan antara suatu keluarga dengan masyarakatnya, antara si kaya dengan si miskin, antara raja dan rakyat. Ikatan tersebut dipatri dalam pranata-pranata sosialnya seperti masjid dengan multifungsinya, lembaga-lembaga peradilan, pendidikan dan segala peraturan yang mengikat kehidupan bermasyarakat sehingga Islam benar-benar mampu mewujudkan suatu peradaban dengan karakteristiknya tersediri. Sehingga kehidupan berjamaah terus diwujudkan oleh khalifah yang empat ini baik dalam kegiatan ibadah mahdhoh maupun mua’malah seperti halnya kerja sama sosial dalam berbagai hal, perdagangan, politik, peperangan dan sebagainya.
d.      Pendidikan dan Iptek
Kebudayaan di Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan, diantaranya adalah kebudayaan Persia, Bizantium, dan Arab. Dari kebudayaan Persia, mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemeliteran banyak mereka serap di Bizantium. Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemeliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, mereka kelihatan tidak begitu menonjol. Karena itulah, di dalam khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuwan terkemuka dari Turki Usmani. Namun demikian, mereka banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan masjid yang indah seperti Masjid Al-Muhammahi atau Masjid Jami’Sultan Muhammad Al-fatih, Masjid Agung Sulaiman, dan Masjid Abi Ayyub Al-Anshari, masjid-masjid tersebut dihiasi pula dengan keindahan kaligrafinya yang indah.
Pada masa sulaiman, di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, dan lain-lainnya.[6]


e.       Kesenian
Muncul pada masa ini sastrawan-satrawan dengan hasil karya-karyanya setelah menamatkan studi di luar negeri. Di antaranya Ibrahim Shinasi pendiri surat kabar Tasviri Efkyar. Di antara karya yang dihasilkannya adalah The Poets Wedding (Komedi). Salah seorang pengikutnya adalah Namik Kemal dengan karyanya Fatherland atau Silistria. Di samping itu, terdapat Ahmad Midhat dengan Entertaining Tales dan Mehmed Taufif dengan Year in Istambul.
f.       Pemahaman Agama
Kehidupan keagamaan merupakan bagian dari sistem sosial dan politik Turki Usmani. Ulama mempunyai kedudukan tinggi dalam kehidupan negara dan masyarakat. Mufti sebagai pejabat tinggi agama, tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan tidak dapat berjalan. Pada masa ini kehidupan tarekat berkembang pesat. Al-Bektasi merupakan tarekat yang sangat berpengaruh terhadap tentara Yenisari, sedangkan Al-Maulawi berpengaruh besar di kalangan penguasa sebagai imbangan dari kelompok Yenisarii Bektasi.[7]
D.    Faktor –faktor Kemunduran
Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M)[8], kerajaan Turki Usmani mulai memasuki fase kemudurannya diakibatkan beberapa faktor :
1.      Wilayah kekuasaan yang sangat luas
Administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang sangat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara administrasi pemerintahan kerajaan Usmani tidak beres. Di pihak lain, para penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga mereka terlibat perang terus menerus dengan berbagai bangsa. Hal ini tentu menyedot banyak potensi yang seharusnya dapat digunakan untuk membangun negara.


2.      Heterogenitas Penduduk
Sebagai kerajaan besar, Turki Usmani menguasai wilayah yang amat luas. Wilayah yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragam, baik dari segi agama, ras, etnis, maupun adat istiadat[9]. Untuk mengatur penduduk yang beragama dan tersebar di wilayah yang luas itu diperlukan suatu organisasi pemerintah yang teratur. Tanpa didukung oleh administrasi yang baik, kerajaan Usmani hanya akan menanggung beban yang berat akibat heterogenitas tersebut. Perbedaan bangsa dan agama acap kali melatar belakangi terjadinya pemberontakan dan peperangan.
3.      Kelemahan para penguasa
Sepeninggalan Sulaiman Al-Qanuni, kerajaan Usmani diperintahkan oleh sultan-sultan yang lemah, baik dalam kepribadian terutama dalam kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu tidak pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin lama semakin parah.
4.      Pemberontakan tentara Jenissari
Kemajuan ekspansi Usmani banyak ditentukan oleh kuatnya tentara Jenissari. Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana kalau tentara ini memberontak. Pemberontakan tentara Jenissari terjadi sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1525 M. 1632 M, 1727 M, dan 1826 M.
5.      Merosotnya ekonomi
Akibatnya perang yang tidak pernah berhenti, perekonomian negara merosot. Pendapatan berkurang, sementara belanja negara sangat besar termasuk untuk biaya perang.
6.      Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi
Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam pengembangan ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakan pengembangan kekuatan militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh eropa yang lebih maju.[10]
Demikianlah proses kemunduran kerajaan besar Usmani pada masa selanjutnya, di periode modern, kelemahan kerajaan ini menyebabkan kekuatan-kekuatan eropa tanpa segan-segan menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada di bawah kekuasaan kerajaan Usmani, terutama di timur tengah dan afrika utara.
E.     Pembaharuan di Turki (Turki Muda, Usmani Muda)
1.      Masa Tanzimat
Pada permulaan abad ketujuh belas, Turki Usmani mulai memperdebatkan cara terbaik bagi program restorasi integritas politik dan efektivitas kekuatan militer yang dimiliki kerajaan. Para pembaharu pada awalnya berlandaskan pada aturan yang digariskan Sultan Sulaiman yang menentang kemungkinan pengaruh kekuatan Kristen Eropa atas akum Muslim. Para moderns menganggap perlunya kerajaan Turki untuk mengadopsi metode yang dimiliki bangsa Eropa dalam pendidikan kemiliteran, organisasi dan administrasi untuk menciptakan suatu perubahan dibidang pendidikan, ekonomi dan sosial yang mendukung terbentuknya negara modern. Pada abad kedelapan belas dan terutama abad kesembilan belas, kelompok modernis muncul dengan terang-terangan, dan akhirnya menjadi pemenang.
Gerakan pembaharuan sesungguhnya telah lama dilakukan oleh generasi turki jauh sebelum pembeharuan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Attaturk. Gerakan pembaharuan yang dilakukan dari berbagai aspek yakni militer dan administrasi hingga kepada pembaharuan di bidang ekonomi, sosial dan keagamaan. Gerakan ini berawal dengan pada tahun 1839 sampai dengan 1876 yang lebih dikenal dengan gerakan tanzimat.
Gerakan tanzimat atau dalam bahasa turki dikenal dengan tanzimat-i-khairiye adalah gerakan pembaharuan di turki yang diperkenalkan ke dalam sistem birokrasi dan pemerintah Turki Usmani semenjak pemerintah sultan Abdul Majid dan sultan Abdul Aziz. Tanzimat sendiri berarti mengatur, menyusun dan memperbaiki, pembaharuan. Gerakan ini dimulai dengan diumumkannya deklarasi Gulkhane, khatt-I-syerif Gulkhane pada tanggal 3 Nopember 1839 dan ditindaklanjuti oleh Khatt-I Humayun yang diumumkan pada 18 Februari 1856. Kata tanzimat sendiri secara resmi telah tercantum dalam dokumen kerajaan pada pemerintahan sultan Mahmud II[11]. Tokoh yang utama pada periode tanzimat  adalah Mustafa Pasya, yang dikenal dengan gelar Bayrakdar, selain itu tokoh yang juga masyuhur pada zaman ini adalah Mustafa Rasyid Pasya yang dikenal dengan arsitek pembaharuan abad kesembilan belas di Turki.
Tanzimat yang ditindaklanjuti dengan Khatt-I Humayun telah membawa perubahan di bidang hukum, pendidikan dan pemerintahan, salah satu perubahan yang itu adalah perubahan sistem pendidikan yang dimulai tahun 1846, dengan sistem pendidikan menyeluruh sejak pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, yang mana dahulu ini hanya bisa dinikmati oleh kalangan bangsawan.  Pembaharuan tanzimat di bidang hukum memiliki dua tujuan utama yaitu menjadikan hukum usmani diterima oleh masyarakat eropa dan modernisasi sistem hukum islam yang tradisional.
Dengan ini bisa dikatakan bahwasannya periode tanzimat ini bermaksud sentralisasi kekuasaan dibawah sultan dan pengenalan norma-norma barat.
2.      Usmani Muda
Efek dari sentralisasi kekuasaan di tangan sultan mengakibatkan kekuasaan yang otoriter di tangan sultan yang berujung pada krisis berkepanjangan selama empat tahun di Turki Usmani pada tahun 1875-1878. Memandang gerakan tanzimat melahirkan tiga corak kelompok masyarakat yang memandang gerakan ini dengan krisis. Pertama adalah golongan oposisi dari kalangan tradisional, kedua adalah dari kelompok intelektual yang memberikan kritik secara lebih baik dari kelompok pertama. Kelompok kedua inilah yang nantinya lebih dikenal dengan Young Ottomans. Sedangkan kelompok ketiga adalah kelompok yang berkeinginan untuk menghapuskan sultan sebagai sebuah kekuatan politik[12].
Kelompok ini banyak dipengaruhi oleh paham sekuler dan revolusioner terhadap ajaran agama Islam tradisional. Tokoh yang berpengaruh dalam periode Usmani Muda ini adalah Namik Kemal dan Midhat Pasya. Namik adalah seorang sastrawan yang terkenal di Turki, yang kemudian menjadi editor di sebuah surat kabar berbahasa Turki, Taswir Efkar. Yang mana dikemudian harinya surat kabar ini menjadi tempat penyaluran aspirasi bagi para Usmani Muda. Namik juga merupakan tokoh yang mengajak kembali kepada ajaran Islam Salaf dan menolak ajaran Islam yang tidak benar. Ia juga yang mengenalkan konsep wathan kepada bangsa Turki, konsep negara, dan konsep kebebasan. Namik juga mengkritik periode tanzimat yang mengadopsi secara besar-besaran terhadap pembaharuan yang ada di dunia barat, dan ia juga berpendapat berpendapat bahwasannya ajaran Islam bisa diejajarkan dengan peradaban modern.
Tokoh lainnya yang tak kalah terkenal pada masa ini adalah Midhat Pasya. Ia menjadi perdana menteri pada tahun 1872 atas pilihan sultan Abd al-Aziz. Dan kemudian ditunjuk menjadi perdana menteri untuk kedua kalinya pada zaman sultan Abd al-Hamid II. Perubahan yang dilakukannya adalah dengan mendirikan lembaga yang permanen guna mengkontrol kekuasaan sultan. Konstitusi baru itu akan memberikan hak yang luas kepada para menteri terlepas dari kekuasaan sultan. Dan kemudian Midhat pun memaksa sultan Abd al-Hamid meyetujui konstitusi tersebut.
Akan tetapi gerakan pembaharuan yang di usung oleh para Usmani Muda ini terbentur oleh sistem pemerintahan semi-otokrasi bahkan cenderung lebih otokrasi yang dijalankan oleh sultan Abd al-Hamid II, bahkan sultan pun memejarakan Midhat beserta para pengikutnya karena dianggap membahayakan stabilitas kerajaan.
3.      Turki Muda
Bermula dari sikap otoriternya sultan Abd al-Hamid II menyebabkan banyak pihak yang tidak senang dan akhirnya timbul beberapa pemberontakan. Kelompok penentang absolutisme sultan dikenal dengan sebutan committee on union and Progress atau yang lebih dikenal dengan CUP, saat gerakan ini mulai tampak oleh para penguasa mereka mulai menggalang pendukung dari para buangan kerajaan Turki Usmani yang berada di Paris, Jenewa dan Cairo, dimana mereka pada akhirnya membantu gerakan tersebut dengan melancarkan kritik menyeluruh dari sistem monarki Abd al-Hamid II.
Tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Murad Bey, Ahmad Reza dan Pangeran Sabahud din. Murad Bey dalam pandangannya, sebab kemunduran kerajaan Turki bukan disebabkan oleh ajaran Islam yang diadopsinya, akan tetapi penyebab kemundurannya adalah absolutisme kekuasaan sultan. Dan ia pun memberikan pandangan terkait baiknya digunakan sistem pemerintahan barat yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sedangkan Ahmad Reza  dan Pangeran Sabahuddin berpendapat bahwasannya reformasi yang diperlukan oleh masyarakat Turki bukanlah reformasi politik akan tetapi revolusi dalam bidang pendidikan[13]. Pada masa ini kaum wanita terbuka untuk merasakan pendidikan yang mana pada masa tanzimat wanita hanya mendapatkan kesempatan belajar di tingkat dasar saja.
F.     Pembentukan Republik Turki dan Penghapusan Khalifah
Berdirinya republik Turki tidak lepas dari salah seorang tokoh besar mereka, Mustafa Kemal Ataturk. Tetapi, ia bukan satu-satunya pemikir yang melahirkan ideologi nasionalisme Turki. Mustafa Kemal sendiri mendapatkan dari kebijakan reorganisasi yang dicanangkan oleh sultan Mahmud II. Zia Gokalp pun menjadi tokoh yang menginspirasi Mustafa Kemal akan paham nasionalis, dalam idieloginya yang dikenal dengan kemalisme yang terdiri atas republikanisme, nasionalisme, kerakyatan, sekularisme, etatisme dan revolusionisme, idieologi ini kemudian di kembangkan oleh pengikutnya.
Bukan hanya sebagai inspirator akan tetapi Mustafa Kemal merupakan penggerak berdirinya Republik Sekuler Turki. Berawal setelah ia keluar dari kemiliteran dan menjadi rakyat sipil yang kemudian melanjutkan kegiatan politiknya di anatolia. Pada tahun 1920 ia mendirikan National Assembly, Dewan Nasional di Ankara. Dan pada pendirian dewan Nasional Mustafa mengenalkan istilah populisme yang berarti kekuasaan di tangan rakyat. Dengan cepat kemudian pada tanggal 6 desember 1922 ia mendirikan Partai Rakyat. Dan pada 16 April 1923 dewan nasional pun dibuburkan dan rakyat Turki bersiap menuju pemilu, yang mana pada tanggal 11 Agustus 1923 anggota dewan baru yang terpilih sebanyak 286 melalui pemilu memilih Mustafa Kemal sebagai presiden dan Fethi sebagai perdana menteri, yang kemudian pada tanggal 29 Oktober 1923 resmilah Turki menjadi sebuah negara republik. Pada tahun ini juga kesultan Usmani dihapuskan. Pada tahun 1924 sistem kekhalifahan juga dihapuskan oleh Mustafa Kemal. Dengan prinsip sekulerismenya yang ketara Mustafa Kemal mengeluarkan beberapa keputusan yang membuat beberapa kalangan mengecamnya. Di antaranya keputusan Mustafa Kemal, pelarangan menggunakan torbus dan keputusan pelarangan menggunakan pakaian asli Turki pada tahun 1934
G.    Penutup
Demikianlah makalah ini saya buat, dengan segala keterbatasan saya dalam menyusun makalah ini, saya mohon maaf, wassalam.


DAFTAR PUSTAKA

M. Lapidus, Ira. Sejarah Sosial Umat Islam Bagian ke III, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada), 1999
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam: Dirasat Islamiyah II, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada);
Ibrahim Hassan, Hassan. Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang), 1989
K. Hitti, Philip. History of the Arabs. (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta), 2005
Mughni, Syafiq A. Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, (Jakarta: Logos), 1997



[1] Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, (Surabaya: Logos: 2997:51)
[2]Ibid,  Hlm. 53
[3]Ibid, 54
[4] Ajid, Tohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Grafindo Persada: 2004: 186
[5]Ibid,  Hlm. 186
[6] Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Hlm 187
[7] Ibid, Hlm. 186
[8] Ibid, Hlm. 190
[9] Ibid. Hlm.190
[10] Ibid, Hlm. 192
[11] Ibid, hal. 125-126
[12] Ibid, hal. 132
[13] Ibid, hal. 139-140

Tidak ada komentar:

Posting Komentar