“Segala sesuatu itu tergantung pada niat”
Niat yang
terkandung dalam hati sanubari seseorang sewaktu melakauan perbuatan menjadi
kriteria yang menentukan nilai dan status hukum yang dilakukannya. Apakah nilai
dari perbuatan itu amal syari’at, atau perbuatan kebiasaan dan apakah status
hukumnya? Jika sebagai amal syari’at, maka wajib atau sunnah atau lain sebagainya
ditentukan oleh niat pelakunya. Itulah sebab kaidah ini diterapkan hampir
diseluruh masalah fiqhiyah.
Pada hal ini,
ualama berbeda pendapat tentang niat ini apakah termasuk rukun atau syarat ;
a)
Segolongan ulama berpendapat,
bahwa niat itu termasuk rukun, sebab niat shalat misalnya, adalah termasuk
dalam dzat shalat,
b)
Segololongan lain mengatakan,
bahwa niat termasuk syarat, sebab kalau niat termasuk rukun, maka harus pula
diniati. Jadinya niat diniati,
c)
Menurut Imam al-Ghazali, “diperinci”.
Apabila puasa, niat termasuk rukun, sedangkan apabila shalat niat termasuk
syarat,
d)
Menurut Imam Nawawiy daan
Rafi’iy berpendapat sebaliknya, bahwa
bagi shalat niat termasuk rukun, sedangkan puasa, termasuk syarat[1].
Contoh kasus ;
misalnya menyemblih binatang untuk dimakan, halal. Tetapi menyemblihnya untuk
pemujaan bagi selain Allah , maka haram hukumnya. Menjual senjata kepada orang
yang kita ketahui benar akan mempergunakannya untuk membunuh orang, maka haram
hukumnya. Tetapi apabila dijual kepada bukan pembunuh, misalnya kepada orang
mujahidin untuk bertempur dalam perperangan maka itu ibadah.
Apabila
mengingat kaedah ini maka apabila berlawanan ucapan dengan niat, wajiblah
dihargai niat, jika mungkin diketahui niat itu. Apabila berlawanan antara makna
lafaz dengan lafaz, maka dipeganglah makna lafaz. Hal ini dilakukan apabila
tidak berkaitan dengan hak orang lain. Apabila berkaitan dengan hak orang lain
maka yang dipandang adalah lafaznya.
قاعدة العبرة في
العقود بالمقاصد و المعاني لا بالالفاظ و المباني
“Yang dianggap
dalam aqad adalah maksud-maksud bukan lafaz-lafaz dan betuk-bentuk perkataan”
Apabila dalam
suatu aqad terjadi suatu perbedaan antara niat atau maksud si pembuat dengan
lafaz yang diucapkannya maka yang harus dianggap sebagai suatu aqad adalah
maksudnya selama masih dapat diketahui. Selain itu dalam membatasi makna baik dalam menentukan halal atau haramnya,
sah batalnya suatu aqad, dipautkan kepada maksud aqad dan niat bukan kepada
ucapan, oleh karenanya kita tidak sah berpegang kepada harfiyah lafaz apabila
terbukti maksud dan niat bukan sebagai yang dilafazkan.
قاعدة النية تعمم
الخاص و تخصص العام
“Niat mengumumkan
yang khusus dan yang mengkhususkan yang umum”
Ini disepkati
oleh ulama Malikiyah dan Hambali dalam kandungan kaedah tersebut[2].
Menurut imam Syafi’i berpendapat انية تخصص اللفظ
العام ولا تعمم
“niat dalam sumpah mengkhususkan lafaz yang umum, dan tidak
menjadikan umumnya pada khususnya”. Contoh, apabila seseorang bersumpah, bahwa
ia tidak akan berbicara dengan seseorang, yang dimaksud dengan seseoraang itu
adalah Budi, maka sumpah itu hanya berlaku pada Budi saja.
قاعدة تخصص العام
بالنية مقبول ديانة لا قضاء
“Mengkhususkan yang
umum dengan niat diterima dalam hukum agama tidak dalam hukum dunia”.
Pendapat ini
dipegang oleh imam Hanafiyah
الايمان مبنية على
الاغراض
“Sumpah berdasarkan
maksud(niat)”
a)
Imam Maliki dan Hambali
berpendapat ; “bahwa sumpah berdasarkan atas niat”, yaitu orang itu itu tidak
dikatakan zalim kalau berniat demikian, baik sesuai dengan makna lahir lafaz
atau tidak sesuai.
b)
Menurut Hanafi dan Syafi’I, sumpah
menggunakan lafa jika mungkin menggunakan lafaz, kalau tidak maka berdasarkan
niat[3].
الايمان متنية على
العرف
“Sumpah berdasarkan
‘urf”
هل اليمين على نية
الحالف او على نية المستحلف
“Apakah sumpah
berdasarkan niat orang yang bersumpah atau orang yang menyuruhnya bersumpah”
Dalam hal ini
juga ada perbedaan pendapat, Hanafi berpendapat bahwa sumpah dihapan qadhi
berdasarkan niat yang bersumpah jika dia dizalimi, dan bardasaarkan niat yang
menyuruh bersumpah jika bersumpah yang menzalimi[5].
من استعجل ما اخره
الشرع يجازي برده
“siapa yang mempercepat
apa yang dilambatkan syara’ dibalasi dengan menolaknya”
اليثار في القرب
مكروه و في عيرها محبوب
من سعى في نقض ما
تم من جهته فسعيه مردود عليه
DAFTAR
PUSTAKA
Imam Musbikin, Qawaa’id
Alfiqhiyah, Rajawali Press, Jalarta, 2001
Dr. Muhammad Shidqy al-Borno, الوجيز في
اضاح قواعد الفقه الكلية,
Beirut, 1996
Safrudin Halimy Kamaludin, MA. Qawa’id
Fiqhiyah, 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar