Kamis, 18 Februari 2016

PERDAGANGAN SAHAM DI BURSA EFEK MENURUT HUKUM ISLAM

I.             HUKUM MEMILIKI SAHAM
Saham ini berarti  bagian atau andil (surat sero). Pemegang saham merupakan pemegang surat sero (tanda ikut serta dalam perseroan dagang)[1].  Pada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 859/KMK.01/1987, saham merupakan sebuah catatan yang berisikan tentang pernyataan kepemilikan sejumlah modal pada per
usahaan yang menerbitkan saham tersebut[2]. Memiliki saham di sebuah perusahaan, maka pasti memiliki modal di perusahaan itu. Perusahaan yang telah go public dimiliki oleh banyak pihak (orang / badan hukum) yang memegang sahamnya. Pihak pemegang saham mempunyai hak atas sebagian keuntungan perusahaan jika perusahaan itu mendapat laba. Pihak pemegang saham juga akan mengalami kerugian jika perusahaan itu mengalami kerugian. Dapat dimengerti secara sederhana, saham adalah modal yang ditanamkan di sebuah perusahaan.
Ditinjau berdasarkan hukum Islam, saham mempunyai status yang sama dengan syirkah yang ada pada fiqh muamalah. Pada fiqh klasik pembahasan mengenai syirkah ini masih sederhana, tapi hal itu bisa diperluas kepada kepemilikan saham di perusahaan. Berdasarkan berbagai bentuk syirkah yang dikemukakan oleh ulama fiqh, syirkah ‘inan adalah bentuk yang paling dekat dengan pemilikan saham (penyertaan modal) pada perusahaan. Syirkah ‘inan tidak disyaratkan sama jumlah modal dari beberapa pihak yang berakad syirkah dan tidak disyaratkan bersama-sama dalam melakukan bisnis[3].
Syirkah ‘inan berdasarkan prinsip perwakilan (wakalah) serta kepercayaan (amanah)[4]. Tiap pemegang saham mempercayakan modal mereka dalam bentuk saham kepada perusahaan dan telah mewakilkan kepada perusahaan untuk mengelola dan mengembangkan modal mereka tersebut. Saat perusahaan itu mendapat laba, maka laba tersebut dibagi kepada semua pemegang saham sesuai dengan perjanjian. Jika perusahaan rugi, maka kerugian ditanggung bersama oleh para pemegang saham. Dalam hal ini berlaku kaedah الربح على ما شرطا والوضيعة على قدر المالين[5]
Beda antara saham dengan syirkah adalah terletak pada cara penyertaan (penggabungan) modal. Saham, cara penyertaan modalnya dilakukan sesudah perusahaan berdiri yaitu dengan membeli saham perusahaan itu. Sementara syirkah, cara penyertaan modal dilakukan secara langsung, bahkan sebelum perusahaan memulai aktivitas bisnis.
Memiliki saham di sebuah perusahaan tidaklah bertentangan dengan kaidah umum untuk bermu’amalah dalam ketentuan Islam. Kaidah umum itu adalah الاصل في الأشياء الاباحة حتى يدل الدليل على التحريم[6]  
Kepemilikan saham di sebuah perusahaan mengandung prinsip umum bermu'amalah yang Islami yaitu ta’awun (saling tolong-menolong) antara sesama pihak pemegang saham dan antara pemegang saham dengan pihak pengelola perusahaan. Kegiatan pengembangan perusahaan bukan hanya berorientasikan kepada finansial saja, tetapi juga kepada saling tolong menolong untuk meningkatkan perekonomian. Saling tolong-menolong sangat dianjurkan oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya yang berbunyi :
وتعاونوا على البر والتقوى............ ...........

II.             PERDAGANGAN SAHAM DI BURSA EFEK

Bursa efek, secara bahasa bursa berarti tempat memperjualbelikan saham, obligasi dan sebagainya. Pemilihan (pencalonan dan sebagainya) pembicaraan dan desas desus[7]. Sedangkan efek berarti: akibat, pengaruh, kesan yang timbul dalam pikiran penonton, pendengar, pembaca dan sebagainya. Surat berharga yang diperdagangkan (seperti saham dan obligasi). Pada UU. No. 8 tahun 1995 yang dimaksud dengan efek adalah surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atau efek dan derivatif efek[8].
Berdasarkan istilah, bursa efek merupakan pihak yang mengadakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka[9]. Secara sederhana, bursa efek berarti pasar, yaitu tempat bertemunya pihak pembeli dan pihak penjual untuk memperjualbelikan barang dagangan. Bursa efek yang menjadi objek perdagangan ialah efek. Termasuk ke dalam efek adalah surat-surat berharga seperti surat pengakuan hutang, surat berharga komersil, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi, kontrak berjangka dan sebagainya.
Prof. Dr Nasrun Haroen[10] mengutip pendapat Munir Fuady[11] menyatakan bahwa dari keseluruhan jenis efek, dapat dikategorikan kepada  efek penyertaan, efek utang, efek konversi yang disebut dengan obligasi konversi dan efek derivatif. Ada dua bentuk perdagangan yang dilakukan di bursa efek yaitu transaksi di pasar perdana (primary market) dan transaksi di pasar sekunder (secondary market).
A.    Pasar Perdana (Primary Market)
Pasar perdana merupakan penawaran umum saham pertama kalinya dari emiten[13] kepada investor sebelum saham tersebut diperdagangkan di pasar sekunder dalam jangka waktu yang ditentukan oleh [14] Badan Pelaksana Pasar Modal. Investor yang akan membeli saham tidak dapat melakukan penawaran terhadap harga saham, karena harga saham pada pasar perdana sudah pasti. Harga saham yang sudah pasti itu berdasarkan dari kesepakatan antara perusahaan penjamin emisi[15] dengan emiten. Penetapan harga ini bergantung pada hukum penawaran dan permintaan. apabila permintaan bertambah tinggi di pasar yang menyebabkan semakin tinggi harga saham, maka tinggi atau rendahnya harga saham di pasar perdana tergantung kepada banyak atau sedikitnya permintaan terhadap saham tersebut di pasaran.
Pihak Emiten akan menawarkan harga saham kepada investor lebih tinggi dari harga nominal yang tertera di lembaran saham. Selisih harga yang terdapat pada penawaran dengan harga yang tertulis pada lembaran saham disebut dengan agio saham. Saham dapat dibeli oleh investor dengan rela berdasarkan dengan harga yang telah ditawarkan oleh emiten.
Berdasarkan hukum Islam, perdagangan saham pada pasar perdana (primary market) merupakan hal yang wajar, sesuai dengan hukum Islam yaitu penetapan harga sesuai dengan hukum supplay and demand. Dalam Islam, penetapan harga juga berdasarkan supplay and demand. Tinggi rendahnya harga suatu komoditi tergantung kepada kuatnya permintaan terhadap komoditi itu di pasaran. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah
حدثنا محمد بن بشار حدثنا الحجاج بن منهال حدثنا حمدبن سلمة عن قتادة وثابت وحميد عن أنس قال غلا السعر على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالوا يا رسول الله سعر لنا فقال ان الله هو المعسر القابض الباسط الرازق واني لأرجو ان القى ربي وليس احد منكم يظلمني بمظلمة في دم ولا مال  قال ابو عيسى هذا حديث حسن صحيح[16]
Artinya : Telah bercerita kepada Kami Muhammad bin Basyar, menceritakan kepada Kami al-Hajaj bin Manhal, menceritakan kepada Kami Hamad in Salamah, dari Qatadah, Tsabit dan Humaid dari Anas, ia berkata, “telah melonjak harga di zaman Rasulullah, lalu mereka (masyarakat) berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulallah, tetapkanlah harga. Rasulullah menjawab, “sesungguhnya Allah SWT yang Maha menetapkan harga, Mengambil, menghamparkan dan memberi rezki, sesungguhnya aku sangat  ingin bertemu dengan Tuhanku (pada hari kiamat) dengan tidak membawa dosa menzalimi darah dan harta orang lain. Menurut Abu Isa hadits ini hasan shahih.
Hadis di atas keluar ketika para sahabat meminta Rasul untuk menetapkan harga  (tas’ir) terhadap komoditas yang diperjualbelikan di pasar. Hal itu disebabkan harga barang melonjak karena permintaan banyak sementara persediaan barang sedikit. Berdasarkan hadis tersebut pemerintah dilarang menetapkan harga terhadap suatu barang. Penetapan harga oleh pemerintah dalam keadaan demikian itu adalah tindakan aniaya, karena naik turunnya suatu harga komoditi tersebut berdasarkan atas hukum penawaran dan permintaan merupakan hal pasti di pasar.
Kalau naiknya harga komoditi di pasaran disebabkan oleh tindakan seseorang untuk mempermainkan harga, maka tindakan tersebut dilarang. Misalnya seseorang  memborong sejenis komoditi atau bisa disebut dengan menimbun barang, kemudian disimpan dengan tujuan akan dijual di pasaran ketika harga komodisti tersebut membumbung tinggi, maka tindakan seperti ini merupakan kezhaliman. Pada hal ini pemerintah berkewajiban bertindak untuk mengontrol harga serta mengadili pelaku penumpukan/ penimbunan komoditi itu[17].
Kelebihan harga penjualan saham dari pada nominal yang tertera pada lembaran saham tidak bertentangan dengan hukum Islam. Kelebihan harga itu adalah keuntungan yang diperoleh oleh pihak penjual berdasarkan hukum penawaran dan permintaan, bukan berdasarkan permainan harga yang dilakukan oleh spekulan tertentu untuk mengacaukan harga di pasar. Kelebihan harga tersebut juga bukan karena adanya pihak yang sengaja memborong semua saham dengan maksud agar langka di pasaran, sehingga menyebabkan harga saham tersebut melonjak tinggi dan pada saat harga saham itu tinggi kemudian dilepasnya saham tersebut kebursa efek sehingga ia memperoleh keuntungan yang berlipat ganda. Hal ini dalam hukum Islam termasuk kedalam ihtikar.
Harga saham sebuah perusahaan tergantung kepada prospektus (prospek  perusahaan) itu kedepan. Seseorang yang akan membeli saham sebuah perusahaan pasti akan memperhatikan prospek perusahaan tersebut. Semakin baik dan cerah eksisitensi perusahaan tersebut di masa akan datang maka akan semakin tinggi juga harga saham perusahaan tersebut. Semakin rendah dan buruk prospek perusahaan tersebut maka harga sahamnya akan menurun jauh. Perusahaan yang memiliki prospek cerah akan memberikan kesejahteraan bagi perusahaan itu sendiri, investor, karyawan dan perekonomian sebuah negara. Hal ini sesuai dengan tujuan umum hukum Islam yaitu untuk mencapai kemashlahatan bersama.
Selain prospek perusahaan, investor juga harus memperhatikan perusahaan itu bergerak dibidang apa. Apakah beroperasinya sesuai dengan syari’at Islam atau tidak. Kalau perusahaan itu bergerak dibidang yang tidak sesuai dengan syari’at maka perdagangan sahamnya menjadi haram, seperti membeli saham perusahaan yang bergerak dibidang perjudian, minuman keras dan lain-lain. Salah satu syarat komoditi yang boleh diperdagangkan dalam Islam adalah ainnya harus suci[18].
Menurut Marzuki Usman dkk sebagaimana yang dikutip oleh Prof.Dr.H Nasrun Haroen, ada beberapa tahap proses penawaran saham di pasar perdana[19], yaitu :
1.      Pengumuman dan pendistribusaian Prospektus
Emiten wajib mengumumkan prospektus melalui penjamin emisi  kepada masyarakat setelah BAPEPAM menyatakan bahwa pendaftaran pemilik saham sah dan efektif. Prospektus tersebut memuat secara ringkas informasi yang konferhensif tentang perusahaan tersebut.
2.      Masa penawaran
Pada masa penawaran ini investor dapat memesan saham dengan cara mengisi formulir pesanan yang disediakan oleh penjamin emisi atau selling agent. Setelah mengisi formulir investor membyar harga saham sesuai dengan dengan jumlah pesanan kepada penjamin emisi atau selling agent.
3.      Masa penjatahan
Masa penjatahan adalah masa di saat saham yang diminta investor jauh melebihi jumlah saham yang ditawarkan emiten sehingga diperlukan penjatahan saham kepada para investor.
4.      Masa pengembalian dana
Pihak penjamin emisi harus mengembalikan dana yang tidak terpakai kepada investor maksimum 4 hari setelah berakhir masa penjathan karena tidak terpenuhinya semua permintaan.
5.      Penyerahan efek
Maksimum 12 hari kerja setelah berakhir masa penjatahan efek berupa saham harus diserahkan kepada investor oleh penjamin emisi melalai agen penjual.
6.      Pencatatan efek
Proses terakhir yang harus dilalui dalam rangka pasar perdana adalah pencatatn efek di bursa. BAPEPAM yang bertindak sebagai pengelola bursa akan memperhitungkan biaya pencatatan (listing fee).
Setelah selesai semua tahap penawaran tersebut berakhir juga proses saham tersebut pada pasar perdana.  Dengan telah tercatatnya efek di bursa maka resmi efek tersebut sudah dapat diperdagangkan di pasar sekunder secara kontiniu.
Dilihat dari hukum Islam, proses penawaran yang terjadi di pasar perdana tidak bertentangan dengan hukum Islam. Seluruh persyaratan yang terkandung di dalamnya adalah berdasarkan undang-undang dan peraturan tentang pasar modal yang berlaku di Indonesia. Hal ini sejalan dengan hadits nabi yng diriwayatkan oleh imam Daruquthni, yaitu :
               [20]    
Artinya : menceritakan kepada Kami Abu Hamid Muhammad bin Harun al-Hadhrimi, menceritakan kepada Kami Abu ‘Amar al-Husen bin Huraits, menceritakan kepada Kami Abdul ‘Aziz bin Abi Hazim, menceritakan kepada Kami abu Bakar al-Naisaburi, menceritakan kepada Kami Yunus bin Abdi al-A’la, menceritakan kepada Kami Abdullah bin Wahab, mengkhabrkan kepadaku Sulaiman bin Bilal, Jemaah dari Katsir bin Zaid dari Walid bin Rabah, dari Abi Hurairah, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “ orang-orang Muslim berbuat berdasarkan syarat yang mereka buat, dan perdamaian harus ditegakkan diantara mereka.   
                Proses penawaran memberikan informasi yang sangat jelas dan komprehensif kepada para investor tentang prospektus dan eksistensi sebuah perusahaan. Dengan demikian, kemungkinan terjadinya unsur penipuan (gharar) pada pasar perdana sangat kecil.
B.     Pasar Sekunder (Secondary Market)
Pasar sekunder merupakan pasar saham setelah melewati pasar perdana dan seteleh saham tercatat di bursa efek. Penentuan harga saham terjadi bukan didasarkan kesepakatan antara emiten dengan penjamin emisi, tetapi berdasarkan teori supplay and demand (penawaran dan permintaan saham) dan ditentukan juga oleh kondisi perusahaan. Transaksi yang terjadi tidak dibawah kontrol emiten, sehingga perputaran uang tidak mengalir kepada kepada perusahaan yang menerbitkan saham melainkan berpindah dari pemegang ke pemegang saham lainnya. Namun demikian, hal ini bukan berarti perusahaan tidak berkepentingan dengan harga sahamnya di pasar sekunder karena ketika itu ia bertindak sebagai entity dan manajemen. Secara formal, dalam teori keuangan modern, dijelaskan bahwa tujuan perusahan adalah memaksimumkan kesejahteraan (ekonomi) para pemegang saham. Tolok ukur kesejahteraan tersebut terletak pada harga saham yang bersangkutan[21].
Transaksi saham di pasar sekunder terjadi setiap hari bahkan setiap waktu. Harga saham yang berlaku di pasar sekunder adalah dari satu investor kepada investor lainnya. Harga saham di pasar sekunder sangat fluktuatif, misalnya harga saham sebuah perusahaan bisa membumbung tinggi dalam waktu beberapa menit dan bisa juga jatuh drastis dalam waktu beberapa menit juga. Pelaku pasar sering kebingugan memilih antara membeli dan menjual saham. Naik turunnya harga disebabkan adanya unsur permainan yang dilakukan oleh ulah para spekulator  untuk mendapatkan keuntungan (capital gain) dalam waktu yang singkat[22]. Naik turunnya harga lebih banyak disebabkan oleh spekulan dan oleh orang dalam yang merekayasa sebuah kondisi dimana seolah-olah banyak investor yang menawar dan meminta saham sebuah perusahaan sehingga harga sahamnya melonjak tinggi.
Pada pembukaan perdagangan saham seorang spekulan sering kali memborong saham sebuah perusahaan secara fiktif sehingga saham perusahan tersebut langka dipasaran dan menyebabkan harganya melonjak tinggi. Pada saat harga saham melonjak tinggi, spekulator tersebut melepas semua saham perusahaan tersebut kepasaran sehingga ia meraup keuntungan yang sangat banyak.
Unsur permainan harga saham dapat dilakukan dengan cara sebagai beriku :
a.       Netting yaitu membeli saham pada awal perdagangan dimulai dan langsung dijual pada hari itu juga dalam posisi harga lebih rendah dari pada harga jual sehingga didapat keuntungn tanpa mengeluarkan modal.
b.      Short selling, yaitu menjual saham pada posisi harga tertentu, kemudian membeli pada hari yang sama, yauti pada saat harga turun.
c.       Faktor insider selling (informasi orang dalam), seperti yang terjadi pada harga saham PT. Semen Gresik yang anjlok disebabkan oleh informasi orang dalam.
d.      Corner, yaitu sejenis manipulasi pasar dalam bentuk menguasai pasokan saham. Dengan cara corner ini harga saham bisa direkayasa, caranya engan melakukan transaksi fiktif. Kasus ini pernah terjadi pada Bank Pikko[23].

Dalam kaitannya dengan transaksi saham di lantai bursa teerlihat bahwa lantai bursa itu ibarat kuali tempat menggulai atau menggoreng “ikan”, dimana setiap orang di pasar sekunder bisa menggulai atau menggoreng “ikan” tersebut sesuka hatinya. Semakin panas wadah penggorengan, semakin asyik aksi memasak “ikan” tersebut, sehingga para “koki” (sebutan untuk para spekulan) selalu berusaha agar api penggorengan itu panas. Inilah ibarat yang dijadikan gambaran bagaimana aksi-aksi transaksi saham di pasar sekunder di lantai bursa, dimana suasana selalu panas[24].
Ramainya aksi dan ulah spekulan di lantai bursa menyebabkan perkembangan harga saham tidak dapat dipastiakan, selalu berubah sesuai dengan panasnya aksi penggulaian atau penggorengan yang dilakukan oleh spekulan.Walaupun  keadaan harga pada pasar sekunder selalu tidak menentu, namun pasar sekunder tidak sama dengan judi. Perbedaan pasr sekunder dengan judi adalah :
a.       Unsur spekulatif pada judi tidak berdasarkan kepada data dan fakta. Sedangkan unsur spekulatif pada bursa berdasarkan kepada data dan fakta tentang informasi dan perkembangan saham sebuah perusahaan yang menjualnya.
b.      Pada pasar sekunder investor dapat menjual saham pada posisi yang ia inginkan. Sedangkan pada judi tidak ada informasi yang jelas tentang posisi yang diinginkan.
c.       Pada transaksi saham, sebuah perusahaan yang mengalami kebangkrutan tidak akan rugi sampai habis-habisan karena ia masih memperoleh hasil dari penjualan aktiva. Sedangkan pada judi, apabila bangkrut seseorang akan mengalami kerugian sampai habi-habisan.
Dilihat dari hukum Islam, perdagangan saham di pasar sekunder ternyata tidak sesuai dengan hukum Islam bahkan bertentangan dengan sistem muamalah yaitu prinsip tolong menolong dalam kebaikan dan mewujudkan kemashlahatan bersama. Sementara, dalam perdagangan saham di pasar perdana yang diutamakan spekulator adalah keuntungan pribadi dengan tidak memperhatikan rugi atau tidaknya orang lain.
Pada unsur netting dan short selling, terkandung unsur unsur ihktikar yang dilarang dalam syari’at Islam. Membeli saham pada pembukaan perdagangan saham agar saham tersebut langka dipasaran, sehingga harganya membumbung tinggi dan dilepas kepasaran pada saat harga tinggi tersebut, hal ini termasuk kedalam praktek ihtikar. Nabi Muhammad SAW melarang praktek perdagangan yang mengandung unsur ihtikar, sebagaimana sabda beliau,
Artinya : mencerikan kepada Kami Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab, menceritakan kepada Kami Sulaiman (yaitu anak Bilal) dari Yahya (anak Ibnu Said), ia berkata, “Said bin Musayyab menceritakan bahwa sesungguhnya Ma’mar berkata, “bersabda Rasulullah SAW barang siapa yang melakukan ihtikar maka dia bersalah”. Maka Said ditanya orang, “apakah Engkau melakukan ihtikar?. Said menjawab, “Sesungguhnya yang diceritakan hadits ini adalah Ma’mar yang melakukan ihtikar”
Permainan harga melalui netting dan short selling temasuk kedalam ihtikar. Permainan harga tersebut akan menyebabkan terjadinya ketidakstabilan pasar dan dapat menghancurkan pengusaha dan investor lainnya. Oleh karena itu, sangat rasional sekali hukum Islam melarang terjadinya praktek ihtikar.
Akibat permainan harga yang dilakukan oleh spekulan, harga saham susah ditebak dan sulit untuk stabil di pasar sekunder. Fluktuasi harga selalu terjadi dalam interval waktu yang singkat di lantai bursa. Hal ini akan membawa kerugian terhadap pengusaha dan investor seniri, sehingga untuk melakukan transaksi para investor melakukan spekulatif yang sangat beresiko tinggi.  Hal ini bertentangan dengan kaidah لاضرولاضرار. Praktek spekulatif sangat dikecam dalam prinsip muamalah yang Islami.
Dalam kajian hukum Islam unsur spekulatif ini disebut juga dengan jahalah (ketidakpastian). Secara definitif Jahalah diartikan sebagai unsur yang tidak jelas pada kualitas, kuantitas atau harga suatu komuditas[26]. Pada perdagangan saham di pasar sekunder unsur yang tidak pasti adalah harga saham yang selalu labil. Jahalah dilarang dalam hukum Islam, karena akan menimbulkan kerugian terhadap satu pihak dan akan menimbulkan pertengkaran diantara para pihak yang bertransaksi.
Perdagangan saham di pasar sekunder mengandung unsur spekulasi, prediksi dan untung-untungan. Transaksi yang dilakukan berdasarkan spekulasi, prediksi dan untung-untungan ini sama dengan jual beli habal al-hablah yang dilarang oleh Rasulullah. Jual beli habal al-hablah adalah jual beli unta betina yang belum lahir dan diprediksikan akan lahir sesuai dengan jenis kelamin yang diharapkan. Rasulullah SAW bersabda,
Artinya : menceritakan kepada Kami Yahya bin Yahya dan Muhammad Ibn Rumhi, mereka berkata, “ al-Laits mengkhabarkan Kepada Kami  dan menceritakan kepada Kami qutaybah ibn Sa’id, menceritakan Laits dari Nafi’ dari Abdillah dari Rasulullah SAW, sesungguhnya beliau melarang jual beli habal al-hablah.
Praktek perdagangan pada pasar sekunder juga mengandung unsur gharar. Para spekulan seringkali melakukan transaksi fiktif untuk memperkeruh harga saham di bursa efek. Tujuan transaksi fiktif tersebut adalah untuk memanipulasi  pasar dalam bentuk penguasaan terhadap saham sebuah perusahaan atau yang disebut dengn corner. Tujuan akhirnya juga agar harga saham perusahaan tersebut melambung tinggi. Pada saat harga saham melambung tinggi, dilepas semua saham perusahaan tersebut kepasaran, sehingga spekulan tersebut meraup untuk yang berlipat ganda tanpa mengeluarkan modal sedikitpun. Praktek seperti ini mengandung unsur penipuan (gharar) yang dilarang oleh Rasulullah dalam sabdanya:
Artinya : menceritakan kepada Kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, menceritakan kepada Kami Abdullah bin Idris dan Yahya bin Sa’id dan Abu Usamah dari Ubaidillah, menceritakan kepada ku zuhair bin Harb (lafazd hadits darinya), menceritakan kepad Kami Yahya bin Sa’id dari Ubaidillah, menceritakan kepadaku Abu al-Zanad dari al-A’raj dari Abi Hurairah, ia berkata, “Rasulullah SAW melarang jual beli hashah (dugaan) dan jual beli gharar (tipuan).
Fluktuasi harga saham di pasar sekunder juga dipengaruhi oleh unsur orang dalam yang disebut dengan insider trading dengan cara turut campur tangan orang dalam untuk menentukan harga saham, sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat diantara para investor. Praktek perdagangan ini sama dengan praktek jual beli pedagang kota yang menyongsong dagangan orang dusun sampai kekampung-kampung (  بيع الحاضرلباد ). Praktek perdagangan ini dilarang karena pedagang dari kota melakukan penipuan terhadap orang dusun. Bentuk penipuannya adalah pedagang kota seenaknya saja mematok harga komuditas sementara orang dusun tidak tahu harga sebenarnya ari komuditas tersebut. Rasulullah SAW bersabda,
Artinya : menceritakan kepada Kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Amar al-Naqid dan Zuhair bin Harb, mereka berkata, “menceritakan kepada Kami Sufyan dai al-Zahri dari Sa’id bin Musayyab dari Abi Hurairah,  Nabi SAW menyampaikan, “ Janganlah pedagang dari kota membeli dagangan sampai kekampung”.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perdagangan saham saham dipasar sekunder bertentangan dengan hukum Islam. Penipuan, ihtikar, spekulatif dan lain yang terdapat pada praktek perdagangan saham di pasar sekunder bertentangan dengan ajaran Islam yang melarang memakan harta orang dengan cara yang batil.
IV.             PENUTUP
Ditinjau dari hukum Islam, memiliki saham sebuah perusahaan di bursa efek hukumnya boleh (mubah) karena sesuai dengan prinsip syirkah ‘inan. Sedangkan perdagangan saham di bursa efek dapat dilihat dalam dua bentuk penawaran saham yang terjadi di bursa efek yaitu:
1.         Pasar Perdana (Primary Market). Perdagangan saham pada pasar perdana tidak bertentangan dengan hukum Islam
2.         Pasar Sekunder (Secondary Market). Perdagangan saham pada pasar sekunder bertentangan dengan hukum Islam.
Dengan semakin komplek permasalahan yang timbul di era kontemporer ini, masyarakat muslim diharapkan semakin pintar memilih hal-hal yang sesuai dengan syari’at. Apalagi kalangan mahasiswa dan akademisi diharapkan mempunyai ilmu yang mumpuni sehingga dapat menerapkan hukum Islam dalam segala kondisi dan dapat menjawab segala permaslahan yang terjadi dimasyarakat.


DAFTAR BACAAN

al-Daruquthni, al-Hafizh al-Kabir Ali bin Umar. Sunan Daruquthni.juz.III,(Beirut: Muassasah al-Risalah. 2004)
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ke-3. 2002)
Haroen, Nasrun. Perdagangan Saham di Bursa Efek Menurut Hukum Islam. (Padang: IAIN Press. 1999)
Hasan, M. Ali. Masail Fiqhiyah. (Jakarta : PT Raja Persindo Persada. Cet.3. 2003)
Najim, Ibnu. Al-Asybah wa al-Nazhair. (Beirut: Dar al-Fikr. Cet-4. 2005) Maktabah Syamilah
al-Naisaburi, Al-Imam al-Hafizd Abi al Husain Muslim bin al-Hajaj al-Qasyairi. Shahih Muslim. Jil.II. (Riyadh : Dar al-Thayyibah. 2006)
Sabiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah Juz.3.(Kairo: al-Fath li al-I’lam al-‘Arabi. T.t)
Sawrah, Abu Isa Muhammad bin Isa bin, Sunan al-Turmizdi, juz.III. Tahqiq: Ahmad Syakir.(tp.cet ke-8.1968)
Undang-undang Nomor; 8 Tahun 1995
Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqh al-Islami wa adillatuh.Jil.IV. (Beirut: Dar al-Fikr. 1984)







[1] M. Ali Hasan. Masail Fiqhiyah. (Jakarta : PT Raja Persindo Persada. Cet.3. 2003)h.156
[2] Nasrun Haroen. Perdagangan Saham di Bursa Efek Menurut Hukum Islam. (Padang: IAIN Press. 1999) h.63
[3] Wahbah Zuhaili. Al-Fiqh al-Islami wa adillatuh.Jil.IV. (Beirut: Dar al-Fikr. 1984) h.797
[4] Nasrun, op.cit h.68
[5] Wahbah Zuhaili, loc.cit,
[6] Ibnu Najim. Al-Asybah wa al-Nazhair. (Beirut: Dar al-Fikr. Cet-4. 2005) Maktabah Syamilah, h.107
[7] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ke-3. 2002) h.180
[8] Pasal 1 ayat (5) Undang-undang Nomor; 8 Tahun 1995
[9] Pasal 1 ayat (4) Undang-undang Nomor; 8 tahun 1995
[10] Prof.Dr.H Nasrun Haroen, MA merupakan salah seorang akademisi hukum Islam yang bertugas di fakultas Syari’ah IAIN Imam Bonjol Padang, lahir di Tapanuli Selatan pada tanggal 2 September 1952
[11] Munir Fuady adalah pengarang buku Pasar Modal Modern (Tinjuan Hukum) yang diterbitkan di Bandung oleh PT Aditia Citra Bakti, tahun 1996
[12] Nasrun, op.cit, h.40-41
[13] Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum. Pasal 1 ayat (6) Undang-undang nomor: 8 Tahun 1995
[14] Nasrun, op.cit, h.46
[15] Perusahaan penjamin emisi adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual. (Pasal 1 ayat (17) Undang-undang nomor; 8 Tahun 1995
[16] Abu Isa Muhammad bin Isa bin Sawrah, Sunan al-Turmizdi, juz.III. Tahqiq: Ahmad Syakir.(tp.cet ke-8.1968) h.597
[17] Nasrun, op.cit, h.72
[18] Lihat. Sayyid Sabiq. Fiqh al-Sunnah Juz.3.(Kairo: al-Fath li al-I’lam al-‘Arabi. T.t) h.90
[19] Nasrun, op.cit, h.46
[20] Al-Hafizh al-Kabir Ali bin Umar al-Daruquthni. Sunan daruquthni.juz.III,(Beirut: Muassasah al-Risalah. 2004) h.426
[21] Nasrun, op.cit, h.51
[22] Ibid, h.73
[23] Ibid, h.73-75
[24] Ibid, h.74
[25] Al-Imam al-Hafizd Abi al Husain Muslim bin al-Hajaj al-Qasyairi al-Naisaburi. Shahih Muslim. Jil.II. (Riyadh : Dar al-Thayyibah. 2006), h.754
[26] Nasrun, op.cit, h.76
[27] Al-Imam al-Hafizd Abi al Husain Muslim, op.cit, h.707
[28] Ibid, h.707
[29] Ibid, h.709

Tidak ada komentar:

Posting Komentar