Saham ini berarti
bagian atau andil (surat sero). Pemegang saham merupakan pemegang surat sero (tanda ikut serta dalam perseroan dagang)[1]. Pada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 859/KMK.01/1987, saham merupakan sebuah catatan yang berisikan tentang pernyataan kepemilikan
sejumlah modal pada per
usahaan yang menerbitkan saham tersebut[2]. Memiliki saham di sebuah perusahaan, maka pasti memiliki modal di perusahaan itu. Perusahaan yang telah go public dimiliki oleh banyak pihak (orang / badan hukum) yang memegang sahamnya. Pihak pemegang saham mempunyai hak atas sebagian keuntungan perusahaan jika perusahaan itu mendapat laba. Pihak pemegang saham juga akan mengalami kerugian jika perusahaan itu mengalami kerugian. Dapat dimengerti secara sederhana, saham adalah modal yang ditanamkan di sebuah perusahaan.
usahaan yang menerbitkan saham tersebut[2]. Memiliki saham di sebuah perusahaan, maka pasti memiliki modal di perusahaan itu. Perusahaan yang telah go public dimiliki oleh banyak pihak (orang / badan hukum) yang memegang sahamnya. Pihak pemegang saham mempunyai hak atas sebagian keuntungan perusahaan jika perusahaan itu mendapat laba. Pihak pemegang saham juga akan mengalami kerugian jika perusahaan itu mengalami kerugian. Dapat dimengerti secara sederhana, saham adalah modal yang ditanamkan di sebuah perusahaan.
Ditinjau berdasarkan hukum
Islam, saham mempunyai status yang sama dengan syirkah yang ada pada fiqh
muamalah. Pada fiqh klasik pembahasan mengenai syirkah ini masih
sederhana, tapi hal itu bisa
diperluas kepada kepemilikan saham di perusahaan. Berdasarkan berbagai bentuk syirkah
yang dikemukakan oleh ulama fiqh, syirkah ‘inan adalah bentuk yang
paling dekat dengan pemilikan saham (penyertaan modal) pada perusahaan. Syirkah
‘inan tidak disyaratkan sama jumlah modal dari beberapa pihak yang berakad syirkah dan tidak disyaratkan bersama-sama dalam melakukan bisnis[3].
Syirkah ‘inan berdasarkan prinsip perwakilan (wakalah) serta kepercayaan (amanah)[4]. Tiap
pemegang saham mempercayakan modal mereka dalam bentuk saham kepada
perusahaan dan telah mewakilkan kepada perusahaan untuk mengelola dan
mengembangkan modal mereka tersebut. Saat perusahaan itu mendapat laba, maka laba tersebut dibagi kepada semua pemegang saham sesuai
dengan perjanjian. Jika perusahaan rugi, maka kerugian ditanggung bersama oleh para pemegang saham. Dalam hal ini
berlaku kaedah الربح على ما شرطا والوضيعة
على قدر المالين[5]
Beda antara saham
dengan syirkah adalah terletak pada cara penyertaan (penggabungan) modal. Saham, cara penyertaan modalnya dilakukan sesudah perusahaan berdiri yaitu dengan membeli saham perusahaan itu. Sementara syirkah, cara
penyertaan modal dilakukan secara langsung, bahkan sebelum perusahaan memulai
aktivitas bisnis.
Memiliki saham di sebuah
perusahaan tidaklah bertentangan dengan kaidah umum untuk bermu’amalah dalam ketentuan Islam.
Kaidah umum itu adalah الاصل في الأشياء الاباحة حتى يدل الدليل على التحريم[6]
Kepemilikan saham di sebuah
perusahaan mengandung prinsip umum bermu'amalah yang Islami yaitu ta’awun (saling tolong-menolong) antara sesama pihak pemegang saham dan antara pemegang saham dengan pihak pengelola
perusahaan. Kegiatan pengembangan perusahaan bukan hanya berorientasikan kepada
finansial saja, tetapi juga kepada saling tolong menolong untuk meningkatkan
perekonomian. Saling tolong-menolong sangat dianjurkan oleh
Allah SWT, sebagaimana firmanNya yang berbunyi :
وتعاونوا على البر والتقوى............
...........
II.
PERDAGANGAN SAHAM DI BURSA EFEK
Bursa efek, secara
bahasa bursa berarti tempat memperjualbelikan
saham, obligasi dan sebagainya. Pemilihan (pencalonan dan sebagainya) pembicaraan dan desas desus[7]. Sedangkan
efek berarti: akibat, pengaruh, kesan yang timbul dalam pikiran penonton,
pendengar, pembaca dan sebagainya. Surat berharga yang diperdagangkan (seperti saham dan
obligasi). Pada UU. No. 8 tahun 1995 yang dimaksud dengan efek
adalah surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham obligasi, tanda
bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atau
efek dan derivatif efek[8].
Berdasarkan istilah, bursa
efek merupakan pihak yang mengadakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk
mempertemukan penawaran jual beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan
memperdagangkan efek di antara mereka[9]. Secara
sederhana, bursa efek berarti pasar, yaitu tempat
bertemunya pihak pembeli dan pihak penjual untuk memperjualbelikan barang dagangan. Bursa efek yang menjadi objek perdagangan ialah efek. Termasuk ke
dalam efek adalah surat-surat berharga seperti surat pengakuan hutang, surat
berharga komersil, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak
investasi, kontrak berjangka dan sebagainya.
Prof. Dr Nasrun Haroen[10]
mengutip pendapat Munir Fuady[11]
menyatakan bahwa dari keseluruhan jenis efek, dapat dikategorikan kepada efek penyertaan, efek utang, efek konversi yang disebut dengan obligasi konversi dan efek derivatif. Ada dua bentuk perdagangan yang
dilakukan di bursa efek yaitu transaksi di pasar perdana (primary market)
dan transaksi di pasar sekunder (secondary market).
A. Pasar Perdana (Primary Market)
Pasar perdana merupakan penawaran umum saham pertama kalinya dari emiten[13] kepada
investor sebelum saham tersebut diperdagangkan di pasar sekunder dalam jangka
waktu yang ditentukan oleh [14] Badan
Pelaksana Pasar Modal. Investor yang akan membeli saham tidak dapat melakukan
penawaran terhadap harga saham, karena harga saham pada pasar perdana sudah
pasti. Harga saham yang sudah pasti itu berdasarkan dari kesepakatan antara
perusahaan penjamin emisi[15] dengan
emiten. Penetapan harga ini bergantung pada hukum penawaran dan permintaan. apabila permintaan bertambah tinggi di pasar yang menyebabkan semakin
tinggi harga saham, maka tinggi atau rendahnya harga saham di pasar perdana tergantung
kepada banyak atau sedikitnya permintaan terhadap saham tersebut di pasaran.
Pihak Emiten akan menawarkan harga saham kepada investor lebih tinggi dari harga
nominal yang tertera di lembaran saham. Selisih harga yang terdapat pada
penawaran dengan harga yang tertulis pada lembaran saham disebut dengan agio
saham. Saham dapat dibeli oleh investor dengan rela berdasarkan dengan harga yang telah
ditawarkan oleh emiten.
Berdasarkan hukum Islam, perdagangan saham pada pasar perdana (primary
market) merupakan hal yang wajar, sesuai dengan hukum Islam yaitu penetapan
harga sesuai dengan hukum supplay and demand. Dalam Islam, penetapan harga juga berdasarkan supplay and demand. Tinggi rendahnya
harga suatu komoditi tergantung kepada kuatnya permintaan terhadap komoditi itu
di pasaran. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah
حدثنا محمد بن بشار حدثنا الحجاج بن منهال حدثنا حمدبن سلمة عن قتادة وثابت
وحميد عن أنس قال غلا السعر على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالوا يا رسول
الله سعر لنا فقال ان الله هو المعسر القابض الباسط الرازق واني لأرجو ان القى ربي
وليس احد منكم يظلمني بمظلمة في دم ولا مال
قال ابو عيسى هذا حديث حسن صحيح[16]
Artinya : Telah bercerita kepada Kami Muhammad bin
Basyar, menceritakan kepada Kami al-Hajaj bin Manhal, menceritakan kepada Kami
Hamad in Salamah, dari Qatadah, Tsabit dan Humaid dari Anas, ia berkata, “telah
melonjak harga di zaman Rasulullah, lalu mereka (masyarakat) berkata kepada
Rasulullah, “Ya Rasulallah, tetapkanlah harga. Rasulullah menjawab,
“sesungguhnya Allah SWT yang Maha menetapkan harga, Mengambil, menghamparkan
dan memberi rezki, sesungguhnya aku sangat ingin bertemu dengan Tuhanku (pada hari
kiamat) dengan tidak membawa dosa menzalimi darah dan harta orang lain. Menurut
Abu Isa hadits ini hasan shahih.
Hadis di atas keluar ketika para sahabat meminta Rasul untuk menetapkan
harga (tas’ir) terhadap komoditas
yang diperjualbelikan di pasar. Hal itu disebabkan harga barang melonjak
karena permintaan banyak sementara persediaan barang sedikit. Berdasarkan
hadis tersebut pemerintah dilarang menetapkan harga terhadap suatu barang. Penetapan harga oleh
pemerintah dalam keadaan demikian itu adalah tindakan aniaya, karena naik
turunnya suatu harga komoditi tersebut berdasarkan atas hukum penawaran dan permintaan merupakan
hal pasti di pasar.
Kalau naiknya harga komoditi di pasaran disebabkan oleh tindakan
seseorang untuk mempermainkan harga, maka tindakan tersebut dilarang.
Misalnya seseorang memborong
sejenis komoditi atau bisa disebut dengan menimbun barang, kemudian disimpan dengan tujuan akan dijual di pasaran
ketika harga komodisti tersebut membumbung tinggi, maka tindakan seperti ini merupakan
kezhaliman. Pada hal ini pemerintah berkewajiban bertindak untuk mengontrol harga serta mengadili pelaku penumpukan/ penimbunan komoditi
itu[17].
Kelebihan harga penjualan saham dari pada nominal yang tertera pada
lembaran saham tidak bertentangan dengan hukum Islam. Kelebihan harga
itu adalah keuntungan yang diperoleh oleh pihak penjual berdasarkan
hukum penawaran dan permintaan, bukan berdasarkan
permainan harga yang dilakukan oleh spekulan tertentu untuk mengacaukan harga di pasar. Kelebihan harga tersebut juga bukan karena adanya pihak yang sengaja
memborong semua saham dengan maksud agar langka di pasaran, sehingga menyebabkan
harga saham tersebut melonjak tinggi dan pada saat harga saham itu tinggi
kemudian dilepasnya saham tersebut kebursa efek sehingga ia memperoleh
keuntungan yang berlipat ganda. Hal ini dalam hukum Islam termasuk kedalam ihtikar.
Harga saham sebuah perusahaan tergantung kepada
prospektus (prospek perusahaan) itu
kedepan. Seseorang yang akan membeli saham sebuah perusahaan pasti akan
memperhatikan prospek perusahaan tersebut. Semakin baik dan
cerah eksisitensi perusahaan tersebut di masa akan datang maka akan semakin
tinggi juga harga saham perusahaan tersebut. Semakin rendah dan
buruk prospek perusahaan tersebut maka harga sahamnya akan menurun jauh. Perusahaan yang memiliki prospek cerah akan memberikan kesejahteraan bagi
perusahaan itu sendiri, investor, karyawan dan perekonomian sebuah negara. Hal
ini sesuai dengan tujuan umum hukum Islam yaitu untuk mencapai kemashlahatan
bersama.
Selain prospek perusahaan, investor juga harus memperhatikan
perusahaan itu bergerak dibidang apa. Apakah beroperasinya sesuai dengan syari’at
Islam atau tidak. Kalau perusahaan itu bergerak dibidang yang tidak sesuai dengan syari’at maka perdagangan sahamnya menjadi
haram, seperti membeli saham perusahaan yang bergerak dibidang perjudian, minuman keras dan lain-lain. Salah satu syarat komoditi
yang boleh diperdagangkan dalam Islam adalah ainnya harus suci[18].
Menurut Marzuki Usman dkk sebagaimana yang dikutip oleh Prof.Dr.H Nasrun
Haroen, ada beberapa tahap proses penawaran saham di pasar perdana[19],
yaitu :
1. Pengumuman dan pendistribusaian Prospektus
Emiten wajib mengumumkan prospektus melalui penjamin
emisi kepada masyarakat setelah BAPEPAM
menyatakan bahwa pendaftaran pemilik saham sah dan efektif. Prospektus tersebut
memuat secara ringkas informasi yang konferhensif tentang perusahaan tersebut.
2. Masa penawaran
Pada masa penawaran ini investor dapat memesan saham
dengan cara mengisi formulir pesanan yang disediakan oleh penjamin emisi atau
selling agent. Setelah mengisi formulir investor membyar harga saham sesuai
dengan dengan jumlah pesanan kepada penjamin emisi atau selling agent.
3. Masa penjatahan
Masa penjatahan adalah masa di saat saham yang diminta
investor jauh melebihi jumlah saham yang ditawarkan emiten sehingga diperlukan
penjatahan saham kepada para investor.
4. Masa pengembalian dana
Pihak penjamin emisi harus mengembalikan dana yang tidak terpakai
kepada investor maksimum 4 hari setelah berakhir masa penjathan karena tidak
terpenuhinya semua permintaan.
5. Penyerahan efek
Maksimum 12 hari kerja setelah berakhir masa penjatahan
efek berupa saham harus diserahkan kepada investor oleh penjamin emisi melalai
agen penjual.
6. Pencatatan efek
Proses terakhir yang harus dilalui dalam rangka pasar
perdana adalah pencatatn efek di bursa. BAPEPAM yang bertindak sebagai
pengelola bursa akan memperhitungkan biaya pencatatan (listing fee).
Setelah selesai semua tahap penawaran tersebut berakhir juga proses saham
tersebut pada pasar perdana. Dengan
telah tercatatnya efek di bursa maka resmi efek tersebut sudah dapat
diperdagangkan di pasar sekunder secara kontiniu.
Dilihat dari hukum Islam, proses penawaran yang terjadi di pasar perdana
tidak bertentangan dengan hukum Islam. Seluruh persyaratan yang terkandung di
dalamnya adalah berdasarkan undang-undang dan peraturan tentang pasar modal
yang berlaku di Indonesia. Hal ini sejalan dengan hadits nabi yng diriwayatkan
oleh imam Daruquthni, yaitu :
Artinya :
menceritakan kepada Kami Abu Hamid Muhammad bin Harun al-Hadhrimi, menceritakan
kepada Kami Abu ‘Amar al-Husen bin Huraits, menceritakan kepada Kami Abdul
‘Aziz bin Abi Hazim, menceritakan kepada Kami abu Bakar al-Naisaburi,
menceritakan kepada Kami Yunus bin Abdi al-A’la, menceritakan kepada Kami
Abdullah bin Wahab, mengkhabrkan kepadaku Sulaiman bin Bilal, Jemaah dari
Katsir bin Zaid dari Walid bin Rabah, dari Abi Hurairah, sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda, “ orang-orang Muslim berbuat berdasarkan syarat yang
mereka buat, dan perdamaian harus ditegakkan diantara mereka.
Proses penawaran memberikan informasi yang
sangat jelas dan komprehensif kepada para investor tentang prospektus dan
eksistensi sebuah perusahaan. Dengan demikian, kemungkinan terjadinya unsur
penipuan (gharar) pada pasar perdana sangat kecil.
B. Pasar Sekunder (Secondary Market)
Pasar sekunder merupakan pasar saham setelah
melewati pasar perdana dan seteleh saham tercatat di bursa efek. Penentuan
harga saham terjadi bukan didasarkan kesepakatan antara emiten dengan penjamin
emisi, tetapi berdasarkan teori supplay and demand (penawaran dan
permintaan saham) dan ditentukan juga oleh kondisi perusahaan. Transaksi yang
terjadi tidak dibawah kontrol emiten, sehingga perputaran uang tidak mengalir
kepada kepada perusahaan yang menerbitkan saham melainkan berpindah dari
pemegang ke pemegang saham lainnya. Namun demikian, hal ini bukan berarti
perusahaan tidak berkepentingan dengan harga sahamnya di pasar sekunder karena
ketika itu ia bertindak sebagai entity dan manajemen. Secara formal,
dalam teori keuangan modern, dijelaskan bahwa tujuan perusahan adalah
memaksimumkan kesejahteraan (ekonomi) para pemegang saham. Tolok ukur
kesejahteraan tersebut terletak pada harga saham yang bersangkutan[21].
Transaksi saham di pasar sekunder terjadi
setiap hari bahkan setiap waktu. Harga saham yang berlaku di pasar sekunder
adalah dari satu investor kepada investor lainnya. Harga saham di pasar
sekunder sangat fluktuatif, misalnya harga saham sebuah perusahaan bisa
membumbung tinggi dalam waktu beberapa menit dan bisa juga jatuh drastis dalam
waktu beberapa menit juga. Pelaku pasar sering kebingugan memilih antara
membeli dan menjual saham. Naik turunnya harga disebabkan adanya unsur
permainan yang dilakukan oleh ulah para spekulator untuk mendapatkan keuntungan (capital gain)
dalam waktu yang singkat[22].
Naik turunnya harga lebih banyak disebabkan oleh spekulan dan oleh orang dalam
yang merekayasa sebuah kondisi dimana seolah-olah banyak investor yang menawar
dan meminta saham sebuah perusahaan sehingga harga sahamnya melonjak tinggi.
Pada pembukaan perdagangan saham seorang
spekulan sering kali memborong saham sebuah perusahaan secara fiktif sehingga
saham perusahan tersebut langka dipasaran dan menyebabkan harganya melonjak
tinggi. Pada saat harga saham melonjak tinggi, spekulator tersebut melepas semua
saham perusahaan tersebut kepasaran sehingga ia meraup keuntungan yang sangat
banyak.
Unsur permainan harga saham dapat dilakukan
dengan cara sebagai beriku :
a. Netting yaitu membeli saham pada awal perdagangan dimulai dan langsung dijual pada
hari itu juga dalam posisi harga lebih rendah dari pada harga jual sehingga
didapat keuntungn tanpa mengeluarkan modal.
b. Short selling, yaitu menjual saham pada posisi harga tertentu, kemudian membeli pada
hari yang sama, yauti pada saat harga turun.
c. Faktor insider selling (informasi orang dalam), seperti yang terjadi
pada harga saham PT. Semen Gresik yang anjlok disebabkan oleh informasi orang
dalam.
d. Corner, yaitu sejenis manipulasi pasar dalam bentuk menguasai pasokan saham.
Dengan cara corner ini harga saham bisa direkayasa, caranya engan melakukan
transaksi fiktif. Kasus ini pernah terjadi pada Bank Pikko[23].
Dalam kaitannya dengan transaksi saham di
lantai bursa teerlihat bahwa lantai bursa itu ibarat kuali tempat menggulai
atau menggoreng “ikan”, dimana setiap orang di pasar sekunder bisa menggulai
atau menggoreng “ikan” tersebut sesuka hatinya. Semakin panas wadah
penggorengan, semakin asyik aksi memasak “ikan” tersebut, sehingga para “koki”
(sebutan untuk para spekulan) selalu berusaha agar api penggorengan itu panas.
Inilah ibarat yang dijadikan gambaran bagaimana aksi-aksi transaksi saham di
pasar sekunder di lantai bursa, dimana suasana selalu panas[24].
Ramainya aksi dan ulah spekulan di lantai
bursa menyebabkan perkembangan harga saham tidak dapat dipastiakan, selalu
berubah sesuai dengan panasnya aksi penggulaian atau penggorengan yang
dilakukan oleh spekulan.Walaupun keadaan
harga pada pasar sekunder selalu tidak menentu, namun pasar sekunder tidak sama
dengan judi. Perbedaan pasr sekunder dengan judi adalah :
a. Unsur spekulatif pada judi tidak berdasarkan kepada data dan fakta.
Sedangkan unsur spekulatif pada bursa berdasarkan kepada data dan fakta tentang
informasi dan perkembangan saham sebuah perusahaan yang menjualnya.
b. Pada pasar sekunder investor dapat menjual saham pada posisi yang ia
inginkan. Sedangkan pada judi tidak ada informasi yang jelas tentang posisi
yang diinginkan.
c. Pada transaksi saham, sebuah perusahaan yang mengalami kebangkrutan tidak
akan rugi sampai habis-habisan karena ia masih memperoleh hasil dari penjualan
aktiva. Sedangkan pada judi, apabila bangkrut seseorang akan mengalami kerugian
sampai habi-habisan.
Dilihat dari hukum Islam, perdagangan saham di pasar sekunder ternyata
tidak sesuai dengan hukum Islam bahkan bertentangan dengan sistem muamalah
yaitu prinsip tolong menolong dalam kebaikan dan mewujudkan kemashlahatan
bersama. Sementara, dalam perdagangan saham di pasar perdana yang diutamakan
spekulator adalah keuntungan pribadi dengan tidak memperhatikan rugi atau
tidaknya orang lain.
Pada unsur netting dan short selling,
terkandung unsur unsur ihktikar yang dilarang dalam syari’at Islam. Membeli
saham pada pembukaan perdagangan saham agar saham tersebut langka dipasaran,
sehingga harganya membumbung tinggi dan dilepas kepasaran pada saat harga
tinggi tersebut, hal ini termasuk kedalam praktek ihtikar. Nabi Muhammad SAW
melarang praktek perdagangan yang mengandung unsur ihtikar, sebagaimana sabda
beliau,
Artinya : mencerikan kepada Kami Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab, menceritakan
kepada Kami Sulaiman (yaitu anak Bilal) dari Yahya (anak Ibnu Said), ia
berkata, “Said bin Musayyab menceritakan bahwa sesungguhnya Ma’mar berkata,
“bersabda Rasulullah SAW barang siapa yang melakukan ihtikar maka dia
bersalah”. Maka Said ditanya orang, “apakah Engkau melakukan ihtikar?. Said
menjawab, “Sesungguhnya yang diceritakan hadits ini adalah Ma’mar yang
melakukan ihtikar”
Permainan harga melalui netting dan short
selling temasuk kedalam ihtikar. Permainan harga tersebut akan
menyebabkan terjadinya ketidakstabilan pasar dan dapat menghancurkan pengusaha
dan investor lainnya. Oleh karena itu, sangat rasional sekali hukum Islam
melarang terjadinya praktek ihtikar.
Akibat permainan harga yang dilakukan oleh
spekulan, harga saham susah ditebak dan sulit untuk stabil di pasar sekunder.
Fluktuasi harga selalu terjadi dalam interval waktu yang singkat di lantai
bursa. Hal ini akan membawa kerugian terhadap pengusaha dan investor seniri,
sehingga untuk melakukan transaksi para investor melakukan spekulatif yang
sangat beresiko tinggi. Hal ini
bertentangan dengan kaidah لاضرولاضرار. Praktek spekulatif sangat dikecam dalam prinsip
muamalah yang Islami.
Dalam kajian hukum Islam unsur spekulatif ini
disebut juga dengan jahalah (ketidakpastian). Secara definitif Jahalah
diartikan sebagai unsur yang tidak jelas pada kualitas, kuantitas atau harga
suatu komuditas[26].
Pada perdagangan saham di pasar sekunder unsur yang tidak pasti adalah harga
saham yang selalu labil. Jahalah dilarang dalam hukum Islam, karena akan
menimbulkan kerugian terhadap satu pihak dan akan menimbulkan pertengkaran
diantara para pihak yang bertransaksi.
Perdagangan saham di pasar sekunder mengandung
unsur spekulasi, prediksi dan untung-untungan. Transaksi yang dilakukan
berdasarkan spekulasi, prediksi dan untung-untungan ini sama dengan jual beli habal
al-hablah yang dilarang oleh Rasulullah. Jual beli habal al-hablah adalah
jual beli unta betina yang belum lahir dan diprediksikan akan lahir sesuai
dengan jenis kelamin yang diharapkan. Rasulullah SAW bersabda,
Artinya : menceritakan kepada Kami Yahya bin Yahya dan Muhammad Ibn Rumhi,
mereka berkata, “ al-Laits mengkhabarkan Kepada Kami dan menceritakan kepada Kami qutaybah ibn
Sa’id, menceritakan Laits dari Nafi’ dari Abdillah dari Rasulullah SAW,
sesungguhnya beliau melarang jual beli habal al-hablah.
Praktek perdagangan pada pasar sekunder juga
mengandung unsur gharar. Para spekulan seringkali melakukan transaksi fiktif
untuk memperkeruh harga saham di bursa efek. Tujuan transaksi fiktif tersebut
adalah untuk memanipulasi pasar dalam
bentuk penguasaan terhadap saham sebuah perusahaan atau yang disebut dengn
corner. Tujuan akhirnya juga agar harga saham perusahaan tersebut melambung
tinggi. Pada saat harga saham melambung tinggi, dilepas semua saham perusahaan
tersebut kepasaran, sehingga spekulan tersebut meraup untuk yang berlipat ganda
tanpa mengeluarkan modal sedikitpun. Praktek seperti ini mengandung unsur
penipuan (gharar) yang dilarang oleh Rasulullah dalam sabdanya:
Artinya : menceritakan kepada Kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, menceritakan
kepada Kami Abdullah bin Idris dan Yahya bin Sa’id dan Abu Usamah dari
Ubaidillah, menceritakan kepada ku zuhair bin Harb (lafazd hadits darinya), menceritakan
kepad Kami Yahya bin Sa’id dari Ubaidillah, menceritakan kepadaku Abu al-Zanad
dari al-A’raj dari Abi Hurairah, ia berkata, “Rasulullah SAW melarang jual beli
hashah (dugaan) dan jual beli gharar (tipuan).
Fluktuasi harga saham di pasar sekunder juga
dipengaruhi oleh unsur orang dalam yang disebut dengan insider trading dengan
cara turut campur tangan orang dalam untuk menentukan harga saham, sehingga
menimbulkan persaingan yang tidak sehat diantara para investor. Praktek
perdagangan ini sama dengan praktek jual beli pedagang kota yang menyongsong
dagangan orang dusun sampai kekampung-kampung ( بيع الحاضرلباد ). Praktek perdagangan ini dilarang karena
pedagang dari kota melakukan penipuan terhadap orang dusun. Bentuk penipuannya
adalah pedagang kota seenaknya saja mematok harga komuditas sementara orang
dusun tidak tahu harga sebenarnya ari komuditas tersebut. Rasulullah SAW
bersabda,
Artinya : menceritakan kepada Kami Abu Bakar bin Abi
Syaibah dan Amar al-Naqid dan Zuhair bin Harb, mereka berkata, “menceritakan
kepada Kami Sufyan dai al-Zahri dari Sa’id bin Musayyab dari Abi Hurairah, Nabi SAW menyampaikan, “ Janganlah pedagang
dari kota membeli dagangan sampai kekampung”.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa perdagangan saham saham dipasar sekunder bertentangan dengan hukum Islam.
Penipuan, ihtikar, spekulatif dan lain yang terdapat pada praktek perdagangan
saham di pasar sekunder bertentangan dengan ajaran Islam yang melarang memakan
harta orang dengan cara yang batil.
IV.
PENUTUP
Ditinjau dari hukum Islam, memiliki saham
sebuah perusahaan di bursa efek hukumnya boleh (mubah) karena sesuai dengan
prinsip syirkah ‘inan. Sedangkan perdagangan saham di bursa efek dapat dilihat
dalam dua bentuk penawaran saham yang terjadi di bursa efek yaitu:
1.
Pasar Perdana (Primary Market). Perdagangan
saham pada pasar perdana tidak bertentangan dengan hukum Islam
2.
Pasar Sekunder (Secondary Market). Perdagangan
saham pada pasar sekunder bertentangan dengan hukum Islam.
Dengan semakin komplek permasalahan yang
timbul di era kontemporer ini, masyarakat muslim diharapkan semakin pintar
memilih hal-hal yang sesuai dengan syari’at. Apalagi kalangan mahasiswa dan
akademisi diharapkan mempunyai ilmu yang mumpuni sehingga dapat menerapkan
hukum Islam dalam segala kondisi dan dapat menjawab segala permaslahan yang
terjadi dimasyarakat.
DAFTAR BACAAN
al-Daruquthni, al-Hafizh al-Kabir Ali bin Umar. Sunan Daruquthni.juz.III,(Beirut:
Muassasah al-Risalah. 2004)
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ke-3. 2002)
Haroen, Nasrun. Perdagangan Saham di Bursa Efek Menurut
Hukum Islam. (Padang: IAIN Press. 1999)
Hasan, M. Ali. Masail Fiqhiyah. (Jakarta : PT Raja
Persindo Persada. Cet.3. 2003)
Najim, Ibnu. Al-Asybah wa al-Nazhair. (Beirut: Dar
al-Fikr. Cet-4. 2005) Maktabah Syamilah
al-Naisaburi, Al-Imam al-Hafizd Abi al Husain Muslim bin
al-Hajaj al-Qasyairi. Shahih Muslim. Jil.II. (Riyadh : Dar al-Thayyibah. 2006)
Sabiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah Juz.3.(Kairo: al-Fath li
al-I’lam al-‘Arabi. T.t)
Sawrah, Abu Isa Muhammad bin Isa bin, Sunan al-Turmizdi,
juz.III. Tahqiq: Ahmad Syakir.(tp.cet ke-8.1968)
Undang-undang Nomor; 8 Tahun 1995
Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqh al-Islami wa adillatuh.Jil.IV. (Beirut:
Dar al-Fikr. 1984)
[1]
M. Ali Hasan. Masail Fiqhiyah.
(Jakarta : PT Raja Persindo Persada. Cet.3. 2003)h.156
[2] Nasrun Haroen. Perdagangan Saham di
Bursa Efek Menurut Hukum Islam. (Padang: IAIN Press. 1999) h.63
[3] Wahbah Zuhaili. Al-Fiqh al-Islami
wa adillatuh.Jil.IV. (Beirut: Dar al-Fikr. 1984) h.797
[4] Nasrun, op.cit h.68
[5] Wahbah Zuhaili, loc.cit,
[6]
Ibnu Najim. Al-Asybah wa al-Nazhair.
(Beirut: Dar al-Fikr. Cet-4. 2005) Maktabah Syamilah, h.107
[7]
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ke-3. 2002) h.180
[8]
Pasal 1 ayat (5) Undang-undang
Nomor; 8 Tahun 1995
[9]
Pasal 1 ayat (4) Undang-undang
Nomor; 8 tahun 1995
[10]
Prof.Dr.H Nasrun Haroen, MA
merupakan salah seorang akademisi hukum Islam yang bertugas di fakultas
Syari’ah IAIN Imam Bonjol Padang, lahir di Tapanuli Selatan pada tanggal 2
September 1952
[11]
Munir Fuady adalah pengarang buku
Pasar Modal Modern (Tinjuan Hukum) yang diterbitkan di Bandung oleh PT Aditia
Citra Bakti, tahun 1996
[12]
Nasrun, op.cit, h.40-41
[13]
Emiten adalah pihak yang melakukan
penawaran umum. Pasal 1 ayat (6) Undang-undang nomor: 8 Tahun 1995
[14] Nasrun, op.cit, h.46
[15] Perusahaan penjamin emisi adalah
pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi
kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang
tidak terjual. (Pasal 1 ayat (17) Undang-undang nomor; 8 Tahun 1995
[16] Abu Isa Muhammad bin Isa bin
Sawrah, Sunan al-Turmizdi, juz.III. Tahqiq: Ahmad Syakir.(tp.cet ke-8.1968)
h.597
[17]
Nasrun, op.cit, h.72
[18]
Lihat. Sayyid Sabiq. Fiqh al-Sunnah
Juz.3.(Kairo: al-Fath li al-I’lam al-‘Arabi. T.t) h.90
[19]
Nasrun, op.cit, h.46
[20]
Al-Hafizh
al-Kabir Ali bin Umar al-Daruquthni. Sunan daruquthni.juz.III,(Beirut:
Muassasah al-Risalah. 2004) h.426
[21]
Nasrun, op.cit, h.51
[22]
Ibid, h.73
[23]
Ibid, h.73-75
[24]
Ibid, h.74
[25]
Al-Imam al-Hafizd Abi al Husain
Muslim bin al-Hajaj al-Qasyairi al-Naisaburi. Shahih Muslim. Jil.II. (Riyadh :
Dar al-Thayyibah. 2006), h.754
[26] Nasrun, op.cit, h.76
[27] Al-Imam al-Hafizd Abi al Husain
Muslim, op.cit, h.707
[28]
Ibid, h.707
[29] Ibid, h.709
Tidak ada komentar:
Posting Komentar