Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah
penekanannya terhadap masalah ilmu ( sains ), al-Qur’an dan Sunnah mengajak
kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu, kearifan serta menempatkan
orang- orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi.
Dalam al-Qur’an kata al-‘ilmi dengan segala bentuknya
disebutkan lebih dari 780 kali, ayat yang pertama turun yang diwahyukan kepada
Rasulullah SAW juga mengindikasikan pentingnya membaca, pena dan ajaran untuk
manusia, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5 yang
berbunyi,
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
“ Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran
kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Sejauh ini kita telah mencoba untuk membuktikan bahwa perintah
al-Qur’an dan Sunnah yang terkait dengan menuntut ilmu tidak terbatas pada
ajaran-ajaran syari’ah saja, akan tetapi mencakup setiap ilmu yang berguna bagi
manusia.
Manusia diberkahi akal oleh Allah SWT untuk dapat menemukan
rahasia-rahasia alam dengan menggunakan indra dan intelektualnya, jika
al-Qur’an mencakup seluruh ilmu kealaman, maka akal manusia akan menjadi jumud
dan kebebasan manusia menjadi tidak bermakna, sebagaimana yang dikatakan oleh
Muhammad Abduh “ jika Rasul itu menerangkan ilmu-ilmu kealaman dan astronomi,
maka itu berarti akhir dari aktifitas indra dan akal manusia”, Rasul secara
ringkas menasehati umatnya untuk menggunakan indra dan akal terhadap apa saja
yang menyejahterakan manusia dengan memperluas ilmu yang akhirnya meningkatkan
jiwa-jiwa manusia, oleh karena itu pintu ilmu adalah akal dan eksperimentasi.
Jadi antara sains dan Islam itu tidak bertentangan akan tetapi al-Qur’an disini
membutuhkan sains untuk merinci dan mengetahui rahasia-rahasia yang terdapat
dalam al-Qur’an.
Sains antara abad ke-9 dan abad ke-13, peradaban Islam telah
memberikan kontribusi besar dan orisinal terhadap perkembangan sains pramodern
dan pengetahuan yang diteruskan dari Yunani ke Eropa melalui upaya- upaya
penerjemahan.
Salah satu sains yang terdapat dalam al-Qur’an yaitu dalam surat
Yunus ayat 101 dan surat al-‘Ankabuut ayat 20, yang berbunyi
È@è% (#rãÝàR$# #s$tB Îû ÅVºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 4 $tBur ÓÍ_øóè? àM»tFy$# âäY9$#ur `tã 7Qöqs% w tbqãZÏB÷sã ÇÊÉÊÈ
“Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag
ada di langit dan di bumi. tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan
rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman".
ö@è% (#rçÅ Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#ø2 r&yt/ t,ù=yÜø9$# 4 ¢OèO ª!$# à×Å´Yã nor'ô±¨Y9$# notÅzFy$# 4 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« ÖÏs% ÇËÉÈ
“Katakanlah: "Berjalanlah di (muka)
bumi, Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari
permulaannya, Kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu.”
Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa al-Qur’an menyuruh manusia
memikirkan tanda-tanda langit, bintang-bintang serta aturan sistemik yang
membangunnya, dengan demikian al-Qur’an memyuruh manusia untuk mempelajari
ilmu-ilmu kealaman, matematika, astronomi dan ilmu-ilmu lainnya.
Menurut al-Qur’an, manusia dapat mengenali alam dengan menggunakan
indra dan inteleknya, kenyataannya alas an ulama besar kita pada masa keemasan
peradaban Islam menumpahkan perhatian kepada ilmu pengetahuan asing seperti
Yunani adalah karena al-Qur’an menekankan studi tentang alam.
Kaum muslimin pada abad pertengahan memasukkan astronomi sebagai
salah satu sains dari matematika, upaya-upaya yang mereka lakukan pada bagian
ini sebagian besar terdiri dari penelitian gerakan nyata dari benda-benda
langit, fenomena seperti cahaya bintang dan objek-objek seperti meteor dan
komet diserahkan kepada bidang fisika dan metafisika.
Praktik agama Islam yang selalu membutuhkan penentuan waktu dan
tempat yang tepat , yang berkaitan dengan sholat atau menentukan awal bulan
serta hari libur dalam kalender hijrah muslim. Sholat harus terarah dan
waktunya juga tertentu, seluruh kaum muslimin shalat menghadap ke Makkah, yang
menjadi tempat suci umat Islam yaitu Ka’bah, diseluruh mesjid terdapat mihrab
atau ruang sholat yang mebjadi penunjuk arah bagi setiap jama’ah dan itu
terlihat dari pembangunan struktur mesjidnya, untuk menentukan semua ini
diperlukan ilmu astronomi.
Satu cabang ilmu astronomi yang diistilahkan oleh kaum muslim pada
abad pertengahan ‘ilm al-miqat , sains penentu waktu, diterapkan melalui
pengamatan langsung dan menggunakan alat serta melalui ilmu matematis dalam
rangka menentukan waktu shalat, matahari tenggelam, malam, fajar, lewat tengah
hari, dan sore cara ini dilakukan dengan memandang langit.
Orang-orang arab telah mempelajari langit malam selama berabad-abad
untuk menandai waktu yang berlalu selama perjalanan jauh di padang pasir,
mereka dapat mengetahui lokasi kelompok binatang-binatang tertentu, tahap-tahap
kedudukan relative bulan sebagai penunjuk cuaca yang disesuaikan dengan
kepentingan praktik-praktik ibadah Islam.
Sains Islam yang umum dipakai adalah bahwa setiap kenyataan
keilmuan dan fenomena yang kini diketahui sebenarnya telah diantisipasi 1.400
tahun yang lalu, seluruh prediksi keilmuan dapat dan harus didasarkan pada
al-Qur’an. Inilah yang merupakan perhatian dari puluhan konfrensi di berbagai
Negara muslim, termasuk Mesir, Pakistan, Malaysia dan Arab Saudi, karena
al-Qur’an secara tepat mengantisipasi semua penemuan ilmu.
Karena silsilah sains ini merupakan suatu yang rumit, akan tetapi
dalam al-Qur’an itu sudah ada tanda-tanda dan petunjuknya yang juga menekankan
nilai-nilai pengetahuan dalam memahami sifat-sifat alam di sekitar kita,
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, doktrin religious muslim menentukan
alam semesta sebagai tanda-tanda aktivitas Tuhan, oleh sebab itu mempelajarinya
dianggap memberikan pengetahuan yang menuju kepada kebenaran.
Klasifikasi definitive diupayakan oleh intelektual muslim seperti
al-Farabi, Ibnu Sina dalam bidang kedokteran dan Ibnu Khaldum yang menunjukkan
perbedaan dasar yang dianut secara luas yang mana bagian pertama dalam skemanya
terdapat sains agama tradisional, yang berkaitan pemeriksaan dan pembacaan
al-Qur’an, sains tentang adat, sains tentang hokum dan dialektika (argumen),
teologi spekulatif, mistisme, tafsir mimpi dan ilmu tata bahasa.
Jadi antara
sains dan Islam itu tidak bertentangan, karena al-Qur’an memandang bahwa
seluruh sains adalah perwujudan yang berbeda dari satu dunia yang diciptakan
dan dikelola oleh Allah yang maha Esa, karena kombinasi ilmu-ilmu tersebut
menggiring kita kepada gambaran tunggal dunia.
Yang perlu
diketahui dalam hubungan al-Qur’an dengan sains adalah keunikan pandangan dunia
dan epistemologinya. Kebanyakan kesalahan yang terjadi pada perkembangan sains
memiliki akarnya pada pandangan materialistik yang menyertai sains modern
karena al-Qur’an memperingatkan kita pada perangkap ini dan memberitahukan rintangan-rintangan
terhadap pengetahuan alam yang benar kepada kita serta al-Qur’an dapat
memberikan pandangan dunia yang benar dengan menggunakan indra dan akal.
DAFTAR
RUJUKAN
Ghulsyani,
Mahdi, Filsafat –Sains menurut al-Qur’an, Mizan (Khazanah ilmu-ilmu
Islam), 1986 Cet. 1
L. Esposito, John, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern,
Bandung: Mizan, 2001
R. Turner, Howard, Sains Islam, Bandung: Yayasan Nuansa
Cendikia, 2004 Cet. 1
Soetomo, Sains & Problematika Ketuhanan, Yogyakarta:
Penerbit Kasinius, 1995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar