Senin, 15 Februari 2016

ISLAM DAN SAINS

Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu ( sains ), al-Qur’an dan Sunnah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu, kearifan serta menempatkan orang- orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi.
Dalam al-Qur’an kata al-‘ilmi dengan segala bentuknya disebutkan lebih dari 780 kali, ayat yang pertama turun yang diwahyukan kepada Rasulullah SAW juga mengindikasikan pentingnya membaca, pena dan ajaran untuk manusia, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5 yang berbunyi,
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ  
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,  Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,  Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Sejauh ini kita telah mencoba untuk membuktikan bahwa perintah al-Qur’an dan Sunnah yang terkait dengan menuntut ilmu tidak terbatas pada ajaran-ajaran syari’ah saja, akan tetapi mencakup setiap ilmu yang berguna bagi manusia.
Manusia diberkahi akal oleh Allah SWT untuk dapat menemukan rahasia-rahasia alam dengan menggunakan indra dan intelektualnya, jika al-Qur’an mencakup seluruh ilmu kealaman, maka akal manusia akan menjadi jumud dan kebebasan manusia menjadi tidak bermakna, sebagaimana yang dikatakan oleh Muhammad Abduh “ jika Rasul itu menerangkan ilmu-ilmu kealaman dan astronomi, maka itu berarti akhir dari aktifitas indra dan akal manusia”, Rasul secara ringkas menasehati umatnya untuk menggunakan indra dan akal terhadap apa saja yang menyejahterakan manusia dengan memperluas ilmu yang akhirnya meningkatkan jiwa-jiwa manusia, oleh karena itu pintu ilmu adalah akal dan eksperimentasi. Jadi antara sains dan Islam itu tidak bertentangan akan tetapi al-Qur’an disini membutuhkan sains untuk merinci dan mengetahui rahasia-rahasia yang terdapat dalam al-Qur’an.
Sains antara abad ke-9 dan abad ke-13, peradaban Islam telah memberikan kontribusi besar dan orisinal terhadap perkembangan sains pramodern dan pengetahuan yang diteruskan dari Yunani ke Eropa melalui upaya- upaya penerjemahan.
Salah satu sains yang terdapat dalam al-Qur’an yaitu dalam surat Yunus ayat 101 dan surat al-‘Ankabuut ayat 20, yang berbunyi
È@è% (#rãÝàR$# #sŒ$tB Îû ÅVºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 4 $tBur ÓÍ_øóè? àM»tƒFy$# âäY9$#ur `tã 7Qöqs% žw tbqãZÏB÷sムÇÊÉÊÈ
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman".

ö@è% (#r玍ŠÎû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#øŸ2 r&yt/ t,ù=yÜø9$# 4 ¢OèO ª!$# à×Å´Yムnor'ô±¨Y9$# notÅzFy$# 4 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇËÉÈ
Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, Kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa al-Qur’an menyuruh manusia memikirkan tanda-tanda langit, bintang-bintang serta aturan sistemik yang membangunnya, dengan demikian al-Qur’an memyuruh manusia untuk mempelajari ilmu-ilmu kealaman, matematika, astronomi dan ilmu-ilmu lainnya.
Menurut al-Qur’an, manusia dapat mengenali alam dengan menggunakan indra dan inteleknya, kenyataannya alas an ulama besar kita pada masa keemasan peradaban Islam menumpahkan perhatian kepada ilmu pengetahuan asing seperti Yunani adalah karena al-Qur’an menekankan studi tentang alam.
Kaum muslimin pada abad pertengahan memasukkan astronomi sebagai salah satu sains dari matematika, upaya-upaya yang mereka lakukan pada bagian ini sebagian besar terdiri dari penelitian gerakan nyata dari benda-benda langit, fenomena seperti cahaya bintang dan objek-objek seperti meteor dan komet diserahkan kepada bidang fisika dan metafisika.
Praktik agama Islam yang selalu membutuhkan penentuan waktu dan tempat yang tepat , yang berkaitan dengan sholat atau menentukan awal bulan serta hari libur dalam kalender hijrah muslim. Sholat harus terarah dan waktunya juga tertentu, seluruh kaum muslimin shalat menghadap ke Makkah, yang menjadi tempat suci umat Islam yaitu Ka’bah, diseluruh mesjid terdapat mihrab atau ruang sholat yang mebjadi penunjuk arah bagi setiap jama’ah dan itu terlihat dari pembangunan struktur mesjidnya, untuk menentukan semua ini diperlukan ilmu astronomi.
Satu cabang ilmu astronomi yang diistilahkan oleh kaum muslim pada abad pertengahan ‘ilm al-miqat , sains penentu waktu, diterapkan melalui pengamatan langsung dan menggunakan alat serta melalui ilmu matematis dalam rangka menentukan waktu shalat, matahari tenggelam, malam, fajar, lewat tengah hari, dan sore cara ini dilakukan dengan memandang langit.
Orang-orang arab telah mempelajari langit malam selama berabad-abad untuk menandai waktu yang berlalu selama perjalanan jauh di padang pasir, mereka dapat mengetahui lokasi kelompok binatang-binatang tertentu, tahap-tahap kedudukan relative bulan sebagai penunjuk cuaca yang disesuaikan dengan kepentingan praktik-praktik ibadah Islam.
Sains Islam yang umum dipakai adalah bahwa setiap kenyataan keilmuan dan fenomena yang kini diketahui sebenarnya telah diantisipasi 1.400 tahun yang lalu, seluruh prediksi keilmuan dapat dan harus didasarkan pada al-Qur’an. Inilah yang merupakan perhatian dari puluhan konfrensi di berbagai Negara muslim, termasuk Mesir, Pakistan, Malaysia dan Arab Saudi, karena al-Qur’an secara tepat mengantisipasi semua penemuan ilmu.
Karena silsilah sains ini merupakan suatu yang rumit, akan tetapi dalam al-Qur’an itu sudah ada tanda-tanda dan petunjuknya yang juga menekankan nilai-nilai pengetahuan dalam memahami sifat-sifat alam di sekitar kita, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, doktrin religious muslim menentukan alam semesta sebagai tanda-tanda aktivitas Tuhan, oleh sebab itu mempelajarinya dianggap memberikan pengetahuan yang menuju kepada kebenaran.
Klasifikasi definitive diupayakan oleh intelektual muslim seperti al-Farabi, Ibnu Sina dalam bidang kedokteran dan Ibnu Khaldum yang menunjukkan perbedaan dasar yang dianut secara luas yang mana bagian pertama dalam skemanya terdapat sains agama tradisional, yang berkaitan pemeriksaan dan pembacaan al-Qur’an, sains tentang adat, sains tentang hokum dan dialektika (argumen), teologi spekulatif, mistisme, tafsir mimpi dan ilmu tata bahasa.
Jadi antara sains dan Islam itu tidak bertentangan, karena al-Qur’an memandang bahwa seluruh sains adalah perwujudan yang berbeda dari satu dunia yang diciptakan dan dikelola oleh Allah yang maha Esa, karena kombinasi ilmu-ilmu tersebut menggiring kita kepada gambaran tunggal dunia.
Yang perlu diketahui dalam hubungan al-Qur’an dengan sains adalah keunikan pandangan dunia dan epistemologinya. Kebanyakan kesalahan yang terjadi pada perkembangan sains memiliki akarnya pada pandangan materialistik yang menyertai sains modern karena al-Qur’an memperingatkan kita pada perangkap ini dan memberitahukan rintangan-rintangan terhadap pengetahuan alam yang benar kepada kita serta al-Qur’an dapat memberikan pandangan dunia yang benar dengan menggunakan indra dan akal.

DAFTAR RUJUKAN
Ghulsyani, Mahdi, Filsafat –Sains menurut al-Qur’an, Mizan (Khazanah ilmu-ilmu Islam), 1986 Cet. 1
L. Esposito, John, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Bandung: Mizan, 2001
R. Turner, Howard, Sains Islam, Bandung: Yayasan Nuansa Cendikia, 2004 Cet. 1

Soetomo, Sains & Problematika Ketuhanan, Yogyakarta: Penerbit Kasinius, 1995

Tidak ada komentar:

Posting Komentar