1.
Defenisi Mantuq dan
Pengertian
Mantuq ialah apa yang ditunjukkan oleh lafaz pada ucapan. Artinya, yang
ditunjukan itu ialah dari huruf yang ditunjukan itu sendiri[1].
Atau, mantuq adalah sesuatu yang ditunjuki lafadz dan ucapan itu sendiri[2].
Jadi mantuq merupakan pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz di tempat
pembicaraan.
Pembahaagian mantuq ;
1
Nash
Nash adalah apa yang digunakan dengan sendirinya arti terang-terangan
tidak mengandung lainnya[3].
Artinya, suatu perkataan yang jelas dan tidak mungkin di takwilkan lagi.
Seperti firman Allah, S. Al Baqarah : 196
فَصِيَامُ
ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْك عَشَرَةٌ…
Artinya :“…maka wajib
berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah
pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna...”
2
Dzahir
Dzahir adalah Apa yang didahulukan kepada pemahaman ketika dikaitkan
kepada arti, disamping ihtimal jadinya. Artinya, suatu perkataan yang
menunjukkan suatu makna, bukan yang dimaksud dan menghendaki kepada
pentakwilan. Seperti firman Allah, surat
Arrahman : 27
وَيَبْقَى
وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإكْرَام
Artinya :“Dan tetap
kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”.
Wajah dalam ini ayat diartikan dengan dzat, karena mustahil bagi
Tuhan mempunyai wajah.
2.
Defenisi mafhum dan
pembagiannya
Mafhum adalah apa yang ditunjukan kepadanya oleh lafaz bukan pada tempat
ucapan. Atau, mafhum adalah sesuatu yang ditunjuk oleh lafadz, tetapi bukan
dari ucapan lafadz itu sendiri[4].
Jadi, mafhum merupakan pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz tidak ditempat
pembicaraan, tetapi dalam pemahaman terdapat ucapan tersebut.
Mafhum ini terbagi kepada dua bagian :
1
Mafhum muwafaqah, petunjuk lafal
yang bersamaan antara hukum yang tidak disebut dengan hukum yang disebut.
Maksudnya, mafhum muwafaqah adalah pengertian yang dipahami sesuatu menurut
lafal yang disebutkan. Ini juga terbagi dua :
1)
Fahwal khitab, yaitu apa yang
difahamkan itu dalam hal ini diutamakan dengan hukum mantuq[5]. Atau.
apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya dari pada yang diucapkan. Seperti
memahami haram mencaci maki dan memukul ibu bapak, dalam S. Bani Israil : 23
فَلا
تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ…
Artinya : “…maka janganlah kamu mengatakan ah kepada keduanya
(ibu bapak)”.
2)
Lahnal khitab, yaitu apabila yang
tidak diucapkan sama hukumnya dengan yang diucapkan[6].
Maksudnya, hukum yang telah ada dipahami sehingga hal yang sederajat dengan itu
sama hukum nya dengan ynag diucapkan oleh nash. Seperti firman Allah, surat Annisa : 10
إِنَّ
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي
بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
Artinya :”Sesungguhnya orang-orang
yang memakan harta anak yatim secara lalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan
masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”.
2
Mafhum mukhalafah, yaitu bebeda
hukumnya dengan yang diucapkan itu[7].
Yaitu pengertian yang dipahami berbeda dari ucapan, baik dalam istinbat
(menetapkan) maupun nafi (meniadakan). Oleh sebab itu hal yang dipahami selalu
kebalikannya dari bunyi lafal yang diucapkan[8].
Macam-macam mafhum mukhalafah :
1)
Mafhum shifat, yaitu menghubungkan
hukum sesuatu kepada salah satu sifatnya
2)
Mafhum ghayah, yaitu lafal yang
menunjukkan hukum sampai kepada ghayah (batasan, hinggaan), hingga lafal ghayah
ini ‘adad, diantara adat-adatnya.
3)
Mafhum syarat.
4)
Mafhum laqaab, yaitu
menggantungkan hukum kepada isim alam atau isim fi’il
3.
Kehujjahan
Adapun mafhum mukahalafah yang mereka sepakati untuk tidak mempergunakan
nash sebagai hujjah berdasarkan mafhum mukhalkafahnya ialah mafhum laqab.
Contohnya في البر صدقة “ pada gandum ada (kewajiban) zakat في
الغنم زكاة artinya : pada
kambing itu ada zakatnya.
Adapun bentuk mafhum mukhalafah yang mereka sepakati untuk mereka
pergunakan sebagai hujjah adalah : mafhum sifat / syarat, adad (hitungan) atau
mafhum ghayah (matasan maksimal)pada selain nash syar’iyyah, maksudnya ialah dalam
berbagai perjanjian antara mereka yang mengadakan perjanjian dan tasharruf
mereka, perkataan manusia, ungkapan para pengarang, dan peristilahan para ahli
fiqih. misalnya : perkataan orang yang berwaqaf : saya menetapkan seperempat
wakafku sepeninggalku untuk kerabatku yang fakir. Yang dikatakan adalah
ketetapan pemberian hak kepada kerabatnya yang tidak fakir. Nash tersebut
merupakan hujjah atas kedua hukum
Adapun bentuk mukahlafahnya yang masih di perselisihkan oleh para ahli
ilmu fiqih mengenai pemakaianya sebagai hujjah, maka ia adalah mafhum
mukhalafah pada sifat, atau syarat, atau batasan maksimal, ataupun hitungan,
pada nash syar’iyyah secara khusus.
B.
‘AMM DAN KHAS
1
Pengertian
‘Amm yaitu meliputi semua yang baik baginya tanpa batas[9]. yaitu suatu makna yang mencakup seluruh
satuan yang tidak terbatas dalam jumlah tertentu.
Khas yaitu tidak meliputi semua tanpa batas[10].
suatu lafazh yang dipasangkan pada suatu
arti yang sudah diketahui (ma’lum) dan manunggal.
2
Pembagian
‘Amm dibagi kepada tiga :
a.
Yang selamanya tetap ditujukan
kepada yang umum
Contoh : surat
Annisa : 176
ª!$#ur… Èe@ä3Î/ >äóÓx«
7OÎ=tæ ÇÊÐÏÈ
“…dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
Dalam hal ini tidak ada yang dikhususkan.
b.
Yang dimaksud dengan ‘amm disini
adalah khas
Contoh : surat
Ali Imran : 173
tûïÏ%©!$#
tA$s% ãNßgs9
â¨$¨Z9$#
¨bÎ)
}¨$¨Z9$#
ôs%
(#qãèuKy_ öNä3s9
…..öNèdöqt±÷z$$sù
ÇÊÐÌÈ
“orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka
ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia[250] telah
mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada
mereka"
Yang dimaksud orang
pertama adalah Na’in ibn Mas’ud, dan orang yang keda adalah Abu Sufyan. Bagi
kedua orang ini, tidak ada lafaz ‘amm.
c.
‘Am yang dikhususkan (tertentu)[11]
Contoh : Albaqarah 187
(#qè=ä.ur… (#qç/uõ°$#ur 4Ó®Lym
tû¨üt7oKt
ãNä3s9
äÝøsø:$#
âÙuö/F{$#
z`ÏB
ÅÝøsø:$#
ÏuqóF{$#
z`ÏB
Ìôfxÿø9$#
…
ÇÊÑÐÈ
“…dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam, Yaitu fajar…”
C.
MUJMAL DAN MUBAYYAN
1
Pengertian Mujmal
Secara bahasa
berarti samar-samar dan beragam/majemuk. Secara istilah berarti: lafadz yang
maknanya tergantung pada lainnya, baik dalam menentukan salah satu maknanya
atau menjelaskan tatacaranya, atau menjelaskan ukurannya.
Contoh:
lafadz yang masih memerlukan lainnya untuk menentukan maknanya: kata ”
rapat ” dalam bahasa Indonesia misalnya memiliki dua makna: perkumpulan dan
tidak ada celah. Sedangkan dalam al Qur’an misalnya surat al Baqarah: 228
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ
قُرُوءٍ …….﴿البقرة:
٢٢٨﴾
kata ” قروء
” dalam ayat ini bisa berarti : suci atau haidh. Sehingga untuk
menentukan maknanya membutuhkan dalill lain.
contoh:
lafadz yang membutuhkan lainnya dalam menjelaskan tatacaranya. Surat An Nur: 56
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴿النور:
٥٦﴾
Kata “
mendirikan shalat” dalam ayat di atas masih mujmal/belum jelas karena tidak
diketahui tatacaranya, maka butuh dalil lainnya untuk memahami tatacaranya.
contoh lafadz
yang membutuhkan lainnya dalam menjelaskan ukurannya. Surat an nur : 56 di atas
Kata ”
menunaikan zakat ” dalam ayat di atas masih mujmal karena belum diketahui ukurannya
sehingga untuk memahaminya masih diperlukan dalil lainnya[12].
2
Pengertian Mubayyan
Mubayyan artinya
yang dinampakkan dan yang dijelaskan, secara istilah berarti lafadz yang dapat
dipahami maknanya berdasar asal awalnya atau setelah dijelaskan oleh lainnya.
Contoh lafadz yang
dapat dipahami berdasar asal awalnya. Misal kata: langit, bumi, adil, dhalim
dan sejenisnya Kata-kata ini dapat dipahami berdasar asal awal terjadinya
seperti itu.
Contoh lafadz yang dapat dipahami setelah ada
penjelasan dari lainnya adalah
[1]
Mana’ul Quthan, Pembahasan Ilmu Alquran 2, Rineka Cipta, Jakarta , 1995, hal. 57
[2] blog.beswandjarum.com/soikhurojib/page/3/
[3]
Mana’ul Quthan, Log. cit.
[4] blog.beswandjarum.com/soikhurojib/page/3/
[5]
Mana’ul Quthan,,Op, cit, hl. 61
[6] blog.beswandjarum.com/soikhurojib/page/3/
[7]
Mana’ul Quthan,,Op, cit, hl. 62
[8] blog.beswandjarum.com/soikhurojib/page/3/
[9]
Mana’ul Quthan,,Op, cit, hl. 11
[10] Ibid
[11] Log.cit
[12] blog.beswandjarum.com/soikhurojib/page/3/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar