Senin, 15 Februari 2016

Hukum Adat

Hukum Adat Pada Masa Jepang
  Pada tanggal 9 maret 1942 bangsa jepang masuk ke Indonesia, waktu pendudukan jepang selama tiga setengah tahun itu, mengandung arti yang penting bagi perubahan masyarakat yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan nilai budaya dan pergeseran-pergeseran perubahan dalam hukum adat.

   Selama pemerintahan jepang pada umumnya yang berlaku adalah hukum militer, hukum perdagangan apalagi hukum adat tidak mendapat perhatian sama sekali. Mendekati tahun 1945 orang-orang jepang mulai berbaik hati, terlihat bendera merah putih telah dapat berkibar disamping bendera hiromaru, pada tanggal 28 Mei 1945 Panitia Penyeliduk Usaha-usaha Persiapan kemerdekaan(PPPK) atau Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai terbentuk dan diketuai Dr.Radjiman Wedjodiningrat.

Hukum  Adat Pada Masa Kemerdekaan RI

  Masa perjuangan

  Proklamasi kemerdekaan Republik I ndonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, adalah berdasarkan hukum adat, sebagai kelanjutan dari keputusan Kongres Pemuda Indonesia tahun 1928 dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia sebelumnya.

  Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPPK mengadakan rapat dipimpin Soekarno dan Moh. Hatta dengan ke-16 anggotanya, ketika itu diumumkan berlakunya UUD 1945 dan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mengadakan rapatnya yang pertama. Walaupun didalam Undang-Undang Dasar tersebut tidak digunakan istlah hukum adat, namun dari pembukaan UUD 1945 itu dapat diketahui adanya unsur-unsur Pancasiala dan hukum adat.
   Pada tanggal 17 Maret 1947 di Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada Djokjakarta, Prof. Mr. Dr. R. Soepomo menyampaikan pidato Dies berjudul “Kedudukan  Hukum Adat di Kemudian Hari” yang isinya menguraikan tentang hukum adat yang tidak berbeda dengan pendapat Van Vollen Hoven.

SEJAK UUDS 1950

  Didalam konstitusi RIS  mengenai hukum adat antara lain, pasal 144(1) tentang hakim adat dan hakim agama, pasal(2) pengadilan adat, pasal 146(1) aturan-aturan hukum adat yang menjadi dasarhukuman.
  Didalam  UUDS 1950 hal-hal yang menyangkut hukum adat antara lain dinyatakan sebagai berikut:
·         Pasal 25 (2) UUDS,” Perbedaan dalam kebutuhan masyarakat dan kebutuhan hukum golongan rakyat akan diperhatikan”.
·         Pasal 102,” Kodifikasi didalam kitab-kitab hukum, dan membolehkan adanya peraturan tentang beberapa hal dalam Undang-Undang sendiri”,
·         Pasal 104, di mana istilah hukum adat  dapat digunakan dengan jelas untuk dapat dipergunakan sebagai dasar menjatuhkan hukuman oleh pengadilan dalam keputusannya.

  Menurut Moh. Koesnoe hukum adat di dalam UUDS 1950 mengandung dua pengertian, disatu pihak masih merupakan”hukum golongan” dan di pihak lain secara tidak jelas dapat berfungsi sebagai hukum yang tidak terbatas pada suatu golongan saja.
   Apabila didalam praktek peradilan dimasa berlakunya UUDS 1950 telah menunjukkan adanya pengertian hukum adat yang berkembang, diantaranya masih digunakan hukum adat lokal dan sudah diarahkannya pula pada hukum adat yang bersifat nasional, makabegitu pula yang nampak dikalangan para ilmuwan hukum(adat) terjadinya pergeseran dan mengembangkan pengertian hukum adat.

SEJAK DEKRIT 5 JULI 1959( ORDE LAMA)

  Dengan adanya Tap MPRS tersebut maka sebagaimana dikatakan Prof.Dr.Moh. Koesnoe, SH hukum adat itu berkembang sebagai berikut:
  1. Bahwa hukum adat tidak lagi dinyatakan sebagai hukum golongan, tetapi adalah hukum Nasional Indonesia.
  2. Bahwa pengertian hukum adat tidak akan lagi dapat mengikuti pengertian-pengertian yang diterima pada waktu sebelum perang dunia kedua dengan ciri-cirinya yang diketahui pada waktu itu.
  3. Hukum adat tidak lagi dapat dihubungkan dengan kebiasaan-kebiasaan daerah-daerah yang dapat dinamakan hukum, tetapi dihubungkan dengan suatu riveau yang lebih tinggi dan abstrak.

SEJAK ORDE BARU

   Pada tanggal 9 Juni 1966 DPR-GR membuat memorandum tentang Sumber Tertib Hukum( TAP MPRS no.XX/MPRS/1966), dikatakan bahwa “sumber dari segala sumber hukum adalah Pancasila”, sedangkan pancasila adalah pandangan hidup bangsa, maka berarti juga bersumber pada “jiwa hukum adat”.
   Pada tanggal 15-17 Januari 1975 Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) bekerja sama dengan fakultas hukum Universitas Gadjah Mada mengadakan seminar Hukum Adat dan pembinaan Huklum Nasional. Seminar ini antara lai menyimpulkan tentang hukum adat sebagai berikut:
  1. Bahwa pengertian hukum adat adalah “Hukum Indonesia asli” yang tidak tertulis dalam bentuk perundangan-perundangan Republik Indonesia.
  2. Bahwa hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan pembangunan Hukum Nasional.
  3. Bahwa kodifikasi dan unifikasi hukum dengan menggunakan bahan-bahan dari hukum adat, hendaknya dibatasi pada bidang-bidang dan hal-hal yang sudah mungkin dilaksanakan pada tingkat Nasional.
  4. Hendaklah hukum adat kekeluargaan dan kewarisan lebih di kembangkan ke arah hukum yang bersifat bilateral/parental yang memberikan kedudukan yang sederajat antara pria dan wanita.
  5. Bahwa penelitian-penelitian hukum adat sekiranya memprioritaskan identifikasi dan inventarisasi hukum adat masyarakat masyarakat setempat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar