Agama adalah sumber dari segala
sumber nilai dan norma yang memberi petunjuk, mengilhami dan mengikat
masyarakat yang bermoral. Ikatan moral akan berakar kuat bila bersumber dan
sesuai dengan ajaran agama, karena itulah agama satu-satunya yang memiliki
dimensi kedalaman kehidupan manusia.
Tasawuf sebagai salah satu aspek
ajaran Islam memberikan sumbangan yang penting untuk membina manusia yang
mempunyai mental yang utuh dan tangguh. Sebab sasaran utama tasawuf adalah
manusia dengan segala tingkah lakunya.[1]
Dalam Islam, yang paling awal dibina
adalah sikap mental dan kehidupan rohani, sebab kedua masalah itu yang
membentuk lahiriyah. Untuk itu, di dalam makalah ini pemakalah akan menjabarkan
tentang defenisi tasawuf, asal usul tasawuf dan maqamat dan hal.
B.
Pengertian Tasawuf
1.
Asal Usul Kata Tasawuf
Secara etimologis arti tasawuf sendiri masih
diperselisihkan oleh banyak ahli baik dari kalangan ulama sufi, ulama salaf,
ataupun kalangan ahli bahasa. Secara garis besar pendapat tersebut sebagai
berikut.
a.
Berasal dari kata shaff artinya barisan dalam shalat berjamaah.
Alasannya seorang sufi mempunyai iman yang kuat, jiwa yang bersih dan selalu
memilih yang terdepan dalam shalat berjamaah.[2]
b.
Shaufanah sejenis
buah-buahan kecil berbulu yang banyak tumbuh digurun pasir Arab Saudi. Kata ini
di ambil karena orang sufi banyak memakai pakaian berbulu dan hidup dalam
kegersangan fisik tapi dalam kesuburan batin.[3]
c.
Shuffah
artinya pelana yang dipergunakan oleh sahabat nabi yang miskin untuk bantal tidur
di samping Masjid Nabawi di Madinah. Mereka mempunyai sifat yang teguh dalam
pendirian, takwa, wara’, zuhud dan tekun beribadah.[4]
d.
Shafwah
yang berarti sesuatu yang terpilih atau yang terbaik. Dikatakan demikian,
karena seorang sufi biasa memandang diri mereka sebagai seorang pilihan atau
orang yang terbaik.[5]
e.
Shafa
yang berati bersih atau suci. Maksudnya kehidupan seorang sufi lebih banyak
diarahkan pada penyucian batin untuk mendekatkan diri kepada Allah sebab Allah
tidak bisa didekati kecuali oleh orang yang suci.[6]
f.
Berasal dari bahasa Yunani, theo artinya Tuhan dan sophos
artinya hikmat yang berarti hikmat ketuhanan.[7]
g.
Shuff
yang artinya wol, karena orang sufi suka memakai pakaian yang terbuat dari bulu
binatang sebagai lambang kemiskinan dan kesederhanaan. Abu Nasr As-Sarraj
Ath-Thusiy, tokoh fundamentalis tasawuf mengatakan kebiasaan memaakai kain wol
kasar adalah kebiasaan para nabi dan orang-orang saleh sekaligus sebagai lambang
kesederhanaan.[8]
2.
Defenisi Tasawuf
Pendefenisian
tasawuf ternyata sulit untuk menarik satu kesimpulan yang tepat, kesulitan tersebut berpangkal
pada esensi tasawuf sebagai pengalaman rohaniah yang hampir tidak mungkin
dijelaskan melalui bahasa lisan. Masing-masing orang yang mengalaminya
mempunyai penghayatan yang berbeda dari orang lain sehingga pengungkapannya
melalui cara yang berbeda pula. Maka muncullah defenisi tasawuf sebanyak orang
yang mencoba menginformasikan pengalaman rohaniahnya.
Dari serangkaian
defenisi yang ditawarkan para ahli ada satu azas yang disepakati tasawuf adalah
moralitas-moralitas yang berasaskan Islam. Maksudnya bahwa prinsip tasawuf
bermakna moral dan semangat islam, karena seluruh ajaran Islam dari berbagai
aspeknya adalah prinsip moral.[9]
Ada juga yang
berpendapat tasawuf secara umum adalah falsafah hidup dan cara tertentu dalam
tingkah laku manusia dalam upayanya mereleasisasikan kesempurnaan moral,
pemahaman tentang hakikat realitas dan kebahagiaan rohaniah.[10]
Berhubung sulitnya
memberikan defenisi yang lengkap tentang tasawuf, seorang peneliti tasawuf
bernama Abu al-Wafa’ al-Ganimi at-Taftazani tidak merumuskan satu defenisi tentang
tasawuf dalam bukunya Madkhal ila at-tasawuf at-islami ( Pengantar ke tasawuf
Islami). Menurutnya tasawuf mempunyai lima ciri umum, yaitu:memiliki nilai
moral, pemenuhan fana (sirna) dalam realitas mutlak, pengetahuan intuitif
langsung, timbulnya rasa kebahagiaan
sebagai karunia Allah dalam diri sufi karena tercapainya maqam atau tingkatan dan
penggunaan simbol–simbol yang biasanya mengandung pengertian harfiah dan
tersirat.[11]
Berdasarkan kajian
terhadap tasawuf dari berbagai alirannya, tasawuf mempunyai lima ciri khas atau
karakteristik,
a)
Tasawuf dari semua alirannya memiliki obsesi
kedamaian dan kebahagiaan spiritual yang
abadi. Tasawuf digunakan sebagai pengendali berbagai kekuatan yang merusak
keseimbangan daya dan getaran jiwa sehingga bebas dari pengaruh yang datang
dari luar hakikat dirinya.[12]
b)
Tasawuf semacam pengetahuan langsung yang diperoleh dari
tanggapan intuisi. Seorang sufi mencari hakikat kebenaran atau realitas melalui
penyingkapan tabir penghalang dan dengan terbukanya tirai penghalang itu maka
sufi dapat secara langsung melihat dan merasakan realitas tersebut.[13]
c)
Setiap perjalanan sufi berangkat dari dan untuk
peningkatan kualitas moral yakni pemurnian jiwa melalui latihan yang keras dan
berkelanjutan. [14]
d)
Peleburan diri pada kehendak Tuhan melalui fana, baik
dalam pengertian simbolis atau pengertian substansial. Maksudnya peleburan diri
dengan sifat-sifat Tuhan atau penyatuan diri dengan Tuhan dalam realitas yang
tunggal.[15]
e)
Penggunaan kata simbolis dalam pengungkapan pengalaman.
Setiap ucapan atau kata yang dipergunakan selalu mengandung makna ganda, tetapi
yang ia maksudkan biasanya makna apa yang ia rasa dan alami bukan arti
harfiahnya yang disebut sathahat. [16]
C.
Asal Usul Tasawuf
Timbulnya tasawuf
dalam Islam bersamaan dengan kelahiran agama Islam itu sendiri, yaitu semenjak
nabi Muhammad SAW diutus menjadi rasul untuk umat. Pribadi Muhammad sebelum
diangkat menjadi rasul telah berulang kali melakukan tahannuts di gua
hira untuk mengasingkan diri dari masyarakat kota Mekkah yang sedang sibuk
mempeturutkan keduniaan.
Kata tasawuf
merupakan istilah bahasa arab lama dan jauh dari pengaruh Yunani, baik dari
segi makna teks maupun konteks. Kata tasawuf sudah digunakan sebelum akhir abad
II hijriah untuk sebutan Abu hasyim Al-Kufi (w.150 H). Sesungguhnya tasawuf
adalah manifestasi dari gerakan Islam itu sendiri.[17]
Tasawuf dikenal
secara luas di kawasan Islam penghujung abad II hijriah. Sebagai perkembangan
lanjut dari kesalehan para zahid yang mengelompok diserambi Masjid Madinah yang
lebih mengkhususkan diri untuk beribadah dan pengembangan kehidupan rohaniah
dengan mengabaikan kenikmatan duniawi.[18]
Semenjak munculnya
tasawuf falsafati serta kritikan terhadap tasawuf. Apakah memang murni dari
Islam atau tidak? Di tambah lagi pendapat dari kalangan orientalis barat
mengatakan bahwa sumber yang membentuk tasawuf ada dua unsur yaitu unsur Islam
dan unsur di luar islam yaitu unsur masehi (agama Nasrani), Yunani, Hindu/Budha
dan unsur Persia.[19]
Unsur Islam,
secara umum ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan
batiniyah. Pada unsur kehidupan natiniyah itulah kemudian lahir tasawuf.
Tasawuf mendapatkan perhatian yang cukup besar dari al-Quran dan sunnah serta
praktek kehidupan nabi dan para sahabatnya.
Al-Quran antara lain berbicara tentang kemungkinan
manusia dengan Tuhan dapat saling mencintai
(mahabbah) pada surat al-maidah ayat 54, petunjuk bahwa manusia
senantiasa bertemu dengan Tuhan dimanapun mereka berada didalam surat
al-baqarah ayat 110,senantiasa bersikap sabar dalam menjalani pendekatan diri
kepada Allah SWT lihat surat Ali Imran ayat 3 dan ayat-ayat lainnya.
Unsur luar
Islam, mereka yang mengatakan tasawuf sama dengan unsur Masehi (agama Nasrani),
unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan Unsur Persia mendasarkan pendapatnya karena
adanya kesamaan tipologi. Alasan lain yang dikemukakan adalah tokoh-tokoh sufi
kebanyakan dari Persiayang asalnya beragama Majusia tau bangsa lain yang
tadinya beragama Kristen. Pendapat ini juga lemah karena cikal bakal tasawuf
lahir di jazirah Arab dan dari bangsa arab itu sendiri.[20]
Dasar-dasar
tasawuf sudah ada sejak datangnya agama Islam, hal ini dapat diketahui dari
kehidupan Nabi Muhammad yang kemudian diteladani oleh para sahabat. Seperti
konsep al-hubb dan ma’rifat ajaran pokok tasawuf, mereka dasarkan pada Alquran
surat al-Maidah ayat 54 (... maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum
yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Ku...) dan konsep
ma’rifat yang dicapai melalui taqwa, akhlakul karimah dan melalui ilham mereka
dasarkan kepada firman allah dalam surat al-Kahfi ayat 65 ( lalu mereka bertemu dengan seorang hamba
di antara hamba-hamba Kami, yang kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami
dan yang kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi kami ) dan lainnya.
D.
Maqamat dan Hal
Orang-orang sufi
mempunyai jalan rohani yang menjadi tempat mereka berjalan. Thariqah (jalan)
ini berdasarkan pada asas dan petunjuk serta berpatokan pada Alquran dan sunnah
nabi. Para sufi menjelaskan dalam menempuh jalan menuju Allah SWT mereka
mengandalkan Alquran. Jalan ini telah dilakukan oleh orang-orang sufi, prinsip
jalan sufi ini dinamakan al-maqamat wal ahwal (kedudukan dan keadaan).
1.
Maqamat
Maqamat berasal dari bahasa arab yang berarti tempat
orang berdiri atau pangkal mulia.[21]Istilah
ini digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang harus ditempuh seorang sufi
untuk berada dekat dengan Allah.[22]Maqamat
juga berarti tahapan atau tingkatan
(jalan) yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi yaitu terdiri dari
zuhud, taubat, wara’, faqr, sabar, tawakal dan ridha.
Tentang berapa jumlah maqamat yang harus ditempuh oleh
seorang sufi untuk sampai menuju Allah, dikalangan para sufi tidak sama
pendapatnya. Namun ada maqamat yang disepakati oleh para sufi yaitu al-taubat, al-zuhud,
al-wara’, al-faqr, al-sabr, al-tawakal dan al-ridha.[23]
a.
Zuhud
Secara harfiah zuhud berarti tidak ingin kepada
sesuatu yang bersifat keduniaan.[24]Sedangkan
menurut Harun Nasution, keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian.[25]
Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat
penting dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Orang
zuhud lebih mengutamakan kebahagiaan hidup diakhirat yang kekal dan abadi dari
pada mengejar kehidupan dumia yang fana. Hal ini dapat dipahami dari ayat
berikut: Surat al-An’am ayat 32
$tBur äo4quysø9$# !$u÷R$!$# wÎ) Ò=Ïès9 ×qôgs9ur ( â#¤$#s9ur äotÅzFy$# ×öyz tûïÏ%©#Ïj9 tbqà)Gt 3 xsùr& tbqè=É)÷ès? ÇÌËÈ
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari
main-main dan senda gurau belaka. dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik
bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka Tidakkah kamu memahaminya?
Ayat diatas memberi petunjuk bahwa kehidupan
didunia tidak sebanding dengan kehidupan akhirat yang kekal abadi sungguh tidak
sebanding. Orang yang memiliki pandangan demikian tidak akan mau mengorbankan
kebahagiaan hidup diakhirat hanya untuk mengejar kehidupan duniawi.
Sikap ini pertama kali muncul ketika terjadi
kesenjangan antara kaum yang hidup sederhana dengan para raja yang hidup mewah.
Muawiyah misalnya terkenal dengan kehidupan yang mewah, anaknya yang bernama Yazid dikenal sebagai
pemabuk begitu juga dengan khalifah-khalifah bani Abbas. Al-Amin anak Harun
al-Rasyid juga dikenal sebagai orang yang kepribadiannya jauh dari kesuciaan.
Sementara itu, sumber lain menyebutkan bahwa sebelum timbulnya hidup mewah
dizaman Muawiyah dan Abbasiyah, telah
terjadi sikap perlombaan dan persaingan yang tidak sehat di zaman Usman dan
Ali. Dalam keadaan ini ada sahabat yang tidak mau melibatkan diri lalu mereka
mengasingkan diri dari persaingan tersebut.[26]
Berkenaan hal yang demikian muncullah para
zahid Kuffah yang pertama kali memakai pakaian kasar sebagai reaksi kepada
golongan Muawiyah yang memakai sutera. Mereka seperti Sufyan al-Tsauri (w.135
H), Abu Hasyin (w.150 H), Hasan Basri (w. 110H) dan Rabia’ah al-Adawiyah.
b.
Taubat
Taubat berasal dari bahasa arab taba, yatubu, taubatan artinya kembali.
Sedangkan taubat yang dimaksud kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala
dosa dan kesalahan disertai janji tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi dan
juga disertai dengan melakukan amal kebaikan. Untuk mencapai taubat yang
sesungguhnya tidak dapat dicapai dalam satu kali saja. Ada kisah yang
mengatakan bahwa seorang sufi sampai tujuh puluh kali taubat, baru ia mencapai
taubat yang sesungguhnya.[27]
Dalam buku Kunci Memahami Ilmu Tasawuf oleh
Mustafa Zahri menyebutkan taubat berbarengan dengan istighfar (memohon ampun)
bagi orang awam cukup membacanya 70 kali sehari semalam. Sedangkan orang khawas bertaubat dengan mengadakan
riyadah (latihan) dan mujahadah (perjuangan) dalam usaha membuka hijab yang
membatasi diri dengan Tuhan.[28]
Didalam al-Quran juga terdapat ayat yang menganjurkan
bertaubat , salah satunya surat Ali Imran ayat 135
úïÏ%©!$#ur
#sÎ)
(#qè=yèsù
ºpt±Ås»sù
÷rr& (#þqßJn=sß öNæh|¡àÿRr&
(#rãx.s
©!$# (#rãxÿøótGó$$sù
öNÎgÎ/qçRäÏ9
`tBur
ãÏÿøót UqçR%!$# wÎ) ª!$# öNs9ur (#rÅÇã
4n?tã $tB
(#qè=yèsù
öNèdur cqßJn=ôèt
ÇÊÌÎÈ
Dan (juga)
orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri[229], mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa
mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan
mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui.
c.
Wara’
Secara harfiah wara’ berarti saleh, menjauhkan diri dari
perbuatan dosa.[29]Dalam
pengertian sufi, wara’ adalah meninggalkan segala yang ada didalamnya terdapat
keraguan antara halal dan haram (syubhat). Firman Allah surat Al-Mu’minun 51,
$pkr'¯»t
ã@ß9$#
(#qè=ä.
z`ÏB
ÏM»t6Íh©Ü9$#
(#qè=uHùå$#ur
$·sÎ=»|¹
( ÎoTÎ)
$yJÎ/
tbqè=yJ÷ès?
×LìÎ=tæ
ÇÎÊÈ
Hai
rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang
saleh. Sesungguhnya Aku Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Kaum sufi menyadari
bahwa setiap makanan, minuman, pakaian dan sebagainya yang haram dapat memberi
pengaruh bagi orang yang memakan, meminum makanan tersebut. Orang yang demikian
akan keras hatinya, sulit mendapatkan hidayah dan ilham dari tuhan.
d.
Kefakiran
Secara harfiah fakir biasanya diartikan sebagai orang
yang membutuhkan atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi fakir adalah
tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada diri kita.tidak meminta rezeki
kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban.
e.
Sabar
Secara harfiah sabar berarti tabah hati. Di kalangan para
sufi sabar diartikan sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah, dalam
menjauhi segala larangan dan dalam menerima segala cobaan yang ditimpakan
kepadanya dan juga sabar menunggu datangnya pertolongan Tuhan.[30]Sikap
sabar sangat dianjurkan dalam al-Quran. Allah berfirman, dalam surat al-Ahqaf
ayat 35
÷É9ô¹$$sù $yJx.
uy9|¹ (#qä9'ré&
ÏQ÷yèø9$# z`ÏB È@ß9$#
wur @Éf÷ètGó¡n@
öNçl°; 4
öNåk¨Xr(x. tPöqt tb÷rtt $tB
crßtãqã óOs9 (#þqèVt7ù=t wÎ) Zptã$y
`ÏiB ¤$pk¨X
4
Ô÷»n=t/
4
ö@ygsù à7n=ôgã wÎ) ãPöqs)ø9$# tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÌÎÈ
Maka
Bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari
rasul-rasul Telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi
mereka. pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa)
seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah)
suatu pelajaran yang cukup, Maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.
Menurut Ali bin Abi Thalib bahwa sabar itu adalah bagian
dari iman sebagaiman kepala yang kedudukannya lebih tinggi dari jasad.[31]hal
ini menunjukkan bahwa sabar sangat memegang peranan penting dalam kehidupan
manusia.
Seseorang yang sabar adalah orang yang dapat menahan
kemarahannya dengan kesadarannya, sebab disaat itu dia bisa marah akan tetapi
ia lebih memilih sabar, lebih memilih mempergunakan akal sehinnga dapat menahan
kemarahan. Sabar merupakan media dalam mengobati penyakit kejiwaan. Sabar
merupakan proses pengosongan jiwa dari sifat permusuhan dan orang yang sabar
akan memperoleh ketenangan jiwa. Adapun puncak dari kesabaran adalah sifat
tawakal.[32]
f.
Tawakal
Tawakal berarti menyerahkan diri. Menurut Harun Nasution
tawakal adalah menyerahkan diri kepada qada dan keputusan Allah.
Bertawakal termasuk perbuatan yang diperintahkan oleh
Allah.dalam firmanNya surat al-Maidah ayat 11
$pkr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#qãYtB#uä (#rãä.ø$#
|MyJ÷èÏR «!$# öNà6øn=tæ øÎ) §Nyd îPöqs% br&
(#þqäÜÝ¡ö6t öNä3øs9Î) óOßgtÏ÷r& £#s3sù óOßgtÏ÷r& öNà6Ztã
(
(#qà)¨?$#ur
©!$# 4
n?tãur
«!$# È@©.uqtGuù=sù cqãYÏB÷sßJø9$#
ÇÊÊÈ
Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang
diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan
tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), Maka Allah menahan tangan mereka dari
kamu. dan bertakwalah kepada Allah, dan Hanya kepada Allah sajalah orang-orang
mukmin itu harus bertawakkal.
g.
Kerelaan
Rela artinya redha, suka dan senang. Manusia bisanya
merasa sukar menerima keadaan yang biasa menimpa dirinya seperti kemiskinan,
kerugian, kehilangan barang, pangkat, kedudukan dan kematian dan kekurangan
yang lainnya. Orang yang dapat bertahan dari berbagai cobaan itu hanyakah
orang-orang yang memiliki sifat ridha. Selain itu juga rela berjuang dijlan
Allah, rela menghadapi segala kesukaran, membela kebenaran dan lainnya.
2.
Hal
Menurut Harun nasution, hal merupakan keadaan mental
seperti perasaan senang, sedih, takut dan lainnya. Yang biasa disebut hal
adalah takut (al-Khauf), rendah hati (al-Tawadhu’), patuh (al-Taqwa), ikhlas
(al-Ikhlas), rasa berteman (al-Uns), gembira hati (al-Wajd) dan berterima kasih
(al-Syukur).
Hal berlainan dengan maqam, bukan diperoleh atas usaha
manusia, tapi didapatkan sebagai anugrah dan rahmat dari Tuhan serta hal
bersifat sementara datang dan pergi, datang dan pergi bagi seorang sufi dalam
perjalanannya mendekati Tuhan.[33]
Selain melaksanakan usaha diatas seorang sufi juga harus
melakukan kegiatan mental yang berat. Kegiatan mental tersebut seperti riyadah,
mujahadah, khalwat, uzlah, muqarabah dan suluk. Riyadah berarti latihan mental dengan
melaksanakan zikir dan tafakkur sebanyaknya dan melatih diri dengan berbagai
sifat yang terdapat dalam maqam.
Mujahadah berarti berusaha sungguh-sungguh dalam
melaksanakan perintah Allah, Khalwat berarti menyepi atau bersemedi dan uzlah
bereti mengasingkan diri dari pengaruh keduniaan. Dan Muqarabah berarti
mendekatkan diri kepada Allah dan suluk berarti menjalankan cara hidup sebagai
sufi dengan zikir.[34]
DAFTAR PUSTAKA
Abduk ,Abdurrahman
Khaliq dan Ihsan Illahi Zhahir, Pemikiran Sufisme Di bawah Bayang-Bayang Fatamorgana, Jakarta: Amzah, 2001
an- Najar , Amir ,
Ilmu Jiwa dalam Tasawuf, Jakarta: pustaka Azzam,2001
Nasution ,Harun , Falsfah dan Mistisisme dalam Islam,
Jakarta: Bulan Bintang, 1983
Nata , Abuddin , Akhlak
Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006
Siregar ,Rivay , Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo
Sufisme, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002
Su’ud , Abu , Islamologi
Sejarah, Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat manusia, Jakarta: PT.
Asdi mahayatsa, 2003
Wafa’ , Abul al-Taftazani, Madkhal Ila tasawuf al-Islami, Kairo:Dar al-Saqafah li al-Tiba’ahwa
al-Nasyr, 1979
Yunus , Mahmud , Kamus Arab Indonesia, Jakarta:
Hidakarya Agung, 1990
Zaki , M Ibrahim, Tasawuf
Hitam Putih, Solo: Tiga Serangkai, 2006
Zuhri , Mustafa , Kunci Memahami Ilmu Tasawuf,
Surabaya: Bina Ilmu,1995
[1]Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2002), Ed.2, Cet. 2, hlm. xi
[2] Abdurrahman Abduk Khaliq dan Ihsan Illahi Zhahir, Pemikiran Sufisme Di
bawah Bayang-Bayang Fatamorgana,
(Jakarta: Amzah, 2001), Cet. II, hlmn.
11
[3] Ibid, hlm. 12
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Ibid, hlm. 13
[10] Abul Wafa’ al-Taftazani, Madkhal Ila
tasawuf al-Islami, (Kairo:Dar al-Saqafah li al-Tiba’ahwa al-Nasyr, 1979),
h.3
[11] Abu Su’ud, Islamologi Sejarah, Ajaran
dan Peranannya dalam Peradaban Umat manusia, (Jakarta: PT. Asdi mahayatsa,
2003), Cet. I, h.184
[22] Harun Nasution, Falsfah dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1983), cet. III, hlm. 62
[33] Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta:Bulan
bintang, 1983), cet.III, h.63
Tidak ada komentar:
Posting Komentar