Senin, 15 Februari 2016

PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN

1.    PENYELIDIKAN
      A.     Pengertian Penyelidikan
Penyelidikan berarti serangkaian tindakan mecari dan menemukan sesuatu keadaan atau peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dan pelanggaran tindak pidana atau yang diduga sebagai tindak pidana. Pencarian dan usaha menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, bermaksud untuk menentukan sikap pejabat penyelidik, apakah peristiwa yang ditemukan dapat dilakukan penyidikan atau tidak sesuai dengan cara yang diatur oleh KUHAP[1].
Di dalam pasal 1 butir 5 KUHP, yang dimaksud dengan penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini.[2]

B.     Pegawai Penyelidik
Polri sebagai penyelidik
Dalam pasal 1 butir 4 KUHAP disebutkan, bahwa penyelilidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. Kemudian dalam pasal 4 ditegaskan bahwa yang berwenang melaksanakan fungsi penyelidikan itu adalah setiap pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
Penyelidiakn adalah monopoli tunggal Polri. Kemanunggalan fungsi dan wewenang penyelidikan bertujuan :
a.       Menyederhanakan dan memberikan kepastian kepada masyarakat siapa yang berhak dan berwenang melakukan penyelidikan.
b.      Menghilangkan kesimpangsiuran penyelidikan oleh aparat penegak hukum, sehingga tidak ada lagi tumpang tindih seperti yang dialami pada masa HIR,
c.       Juga memberikan efisiensi tindakan penyelidikan ditinjau dari segi pemborosan jika ditangani oleh beberapa instansi, maupun terhadap orang yang diselidiki, tidak lagi berhadapan dengan berbagai macam tangan aparat penegak hukum dalam penyelidikan. Demikian juga dari segi waktu dan tenaga lebih jauh efektif dan efisien[3].

C.     Kepangkatan Penyelidik
Dalam KUHP tidak ditentukan pangkat dari polisi yang bertugas melakukan penyelidikan. Tetapi dari ketentuan di atas dan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 pasal 2, kita dapat mengambil patokan bahwa penyelidik adalah polisi yang berpangkat di bawah pembantu letnan dua,[4] atau jika di suatu tempat tidak ada pejabat penyidk berpangkat bintara, maka penyelidik adalah berpangkat di bawah bintara.[5]

D.     Tugas dan wewenang penyelidik
a.      Fungsi dan wewenang berdasarkan hukum
1)      Menerima laporan atau pengaduan
Apabila penyelidik menerima suatu pemberitahuan atau laporan yang disampaikan oleh seseroang, penyelidik mempunyai hak dan kewajiban untuk menindaklanjuti. Hal tersebut bisa tentang telah atau sedang ataupun diduga akan terjadi suatu peristiwa pidana, penyelidik wajib dan berwenang menerima pemberitahuan laporan (pasal 1 butir 24). Atau apabila penyelidik menerima pemberitahuan yang disertai dengan permintaan oleh pihak yang berkepentingan untuk menindak pelaku tindak pidana aduan yang telah merugikannya.
Ketentuan mengenai laporan atau pengaduan yang dapat diterima. Pertama, jika pengaduan laporan diterima secara tertulis, harus ditanda tangani oleh pelapor atau pengadu. Kedua, jika laporan atau pengaduan diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyelidik dan ditanda tangani oleh pelapor/pengadu dan penyidik. Ketiga, jika pelapor/pengadu tidak dapat menulis, hal itu harus dicatat dalam laporan pengaduan (pasal 103)
Prinsip setiap laporan/pengaduan yang disampaikan kepada penyelidik wajib diterima dan berwenang untuk menanganinya baik hal itu yang bersifat pemberitahuan biasa atau laporan, maupun yang bersifat delik aduan (klack delik) seperti yang dijelaskan pasal 367 ayat (2) KUHP[6].



2)      Mencari keterangan dan barang bukti
Seperti yang telah dijelaskan, tujuan pelembagaan fungsi penyelidikan dimaksudkan sebagai langkah pertama atau sebagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan, guna menyiapkan semaksimal mungkin fakta, keterangan dan bahan bukti sebagai landasan hukum untuk memulai penyidikan.
Agar dapat berhasil mengumpulkan fakta, keterangan dan bukti serta sekaligus tidak terjerumus ke muka Praperadilan, sudah waktunya penyelidikan dilakukan dengan jalan menggunakan metode scientific criminal detection,yakni metode teknik dan taktik penyelidikan secara ilmiah.

3)      Menyuruh berhenti orang yang dicurigai
Untuk melakukan tindakan menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan sekalian menanyakan identitas seseorang yang ditanyai, tidak perlu surat perintah khusus atau dengan surat apapun, berdasarkan alasan :
a)      Ketentuan pasal 4; menegaskan setiap pejabat polisi Negara RI adalah penyelidik
b)      Kemudian makna bunyi pasal 4 semakin jelasa dapat dipahami jika dihubungkan dengan penjelasan butir 4 pasal 1.
Apabila seseorang yang ditanyai tidak mau patuh atau menjawab pertanyaan penyelidik, maka hal ini tidak dapat dipaksakan oleh penyelidik. Oleh karena itu pejabat penyelidik harus meminta surat perintah penangkapan atau surat untuk membawa dan menghadapkan orang yang dicurigai ke muka penyidik[7].
Bisa juga si pejabat penyelidik mempersiapkan surat perintah tersebut yang bertujuan untuk mengatasi kemungkinan terjadinya keingkaran seseorang yang dicurigai. Namun hal ini bisa dilakukan apabila telah ada perencanaan penyelidik untuk mengincar seseorang.

4)      Tindakan lain menurut hukum
Yang dimaksud tindakan lain adalah tindakan dari penyidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat :
a)      Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum
b)      Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan
c)      Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya
d)      Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa
e)      Menghormati hak asasi manusia[8]

b.      Kewenangan berdasar perintah penyidik
Kewajiban dan wewenang adalah bersumber dari perintah penyidik yang dilimpahkan kepada penyelidik. Tindakan dan kewenangan undang-undang melalui penyelidik dalam hal ini, lebih tepat merupakan tindakan melaksanakan perintah penyidik berupa :
1)      Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, pengeledahan dan penyitaan
2)      Pemeriksaan dan penyitaan surat
3)      Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
4)      Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik
Sesuai dengan pasal 102 ayat (2), dalam hal tertangkap tangan, penyelidik dapat bertindak melakukan segera apa yang disebut dalam pasal 5 ayat (1) huruf b tanpa mendapat perintah dari pejabatpenyidik

c.       Kewajiban penyelidik membuat dan menyampaikan laporan
Penyelidik wajib menyampaikan hasil pelaksanaan tindakan sepanjanng yang menyangkut tindakan yang disebut pada pasal 5 ayat (1) huruf a dan b. pengertian laporan hasil pelaksanaan tindakan penyelidikan, harus merupakan laporan tertulis. Jadi disamping adanya laporan lisan, harus diikuti oileh laporan tertulis demi untuk adanya pertanggung jawaban dan pembinaan pengawasan terhadap penyelidik, sehingga apapun yang dilakukan penyelidik tertera dalam laporan tersebut.


2.    Penyidikan
A.     Pengertian penyidikan
Penyidikan berarti serangkai tindakan yang dilakukan pejabat penyidik sesuai dengan cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu membuat atau menjadi terang tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau pelaku tindak pidananya[9].
Pasal 1 butir 2 KUHP penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal  dan menurut cara yan diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana ysng terjadi guna menemukan tersangkanya.[10]
Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan, dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis. Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.[11]

B.     Pejabat Penyidik dan Kepangkatan Penyidik
a.      Pejabat penyidik polri
Menurut ketentuan pasal 6 ayat 1 huruf a, salah satu instansi yang diberi kewenangan melakukan penyidikan ialah pejabat Polisi Negara. Memang dari segi diferensiasi fungsional, KUHAP telah meletakkan tanggung jawab fungsi penyidikan kepada instansi kepolisian. Cuma agar seorang pejabat kepolisian dapat diberi jabatan sebagai penyidik, harus memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana hal itu ditegaskan dalam pasal 6 ayat 2.
Syarat kepangkatan pejabat diatur dalam bab II dalam PP No. 27 Tahun 1983. Syarat kepangkatan dan pengangkatan pejabat penyidik kepolisian, dapat dilihat pada uraian berikut :
1)      Pejabat penyidik penuh
Pejabat polisi yang dapat diangkat menjadi pejabat penyidik harus memenuhi syarat sebagai berikut :
·      Sekurang-kurangnya berpangkat sebagai Pembantu Letnan Dua Polisi,
·      Atau yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua apabila dalam suatu sector kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat Pembantu Letnan Dua,
·      Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian RI
2)      Penyidik pembantu
Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai penyidik pembantu diatur dalam pasal 3 PP No. 27 Tahun 1983. Menurut ketentuan ini, syarat kepangkatan untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik pembantu :
·      Sekurang-kurangnya berpangkat sebagai Sersan Dua Polisi,
·      Atau pegawai negri sipil di dalam lingkungan Kepolisian Negara dengan syarat Sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (gol II/a)
·      Diangkat oleh Kepala Kepolisian RI atas usul komandan atau pimpina kesatuan masing-masing
Khusus untuk pengangkatan pegawai negri sipil di lingkungan kepolisian menjadi pejabat pnyidik pembantu, yang bersangkutan harus mempunyai keahlian atau kekhususan dalam bidang tertentu.
Urgensi dari pengangkatan penyidik pembantu adalah :
·      Disebabkan terbatasnmya tenaga Polri yang berpangkat tertentu sebagai pejabat penyidik. Terutama di daerah-daerah sektor kepolisian di daerah terpencil, masih banyak yang dipangku pejabat kepolisian yang berpangkat bintara,
·      Oleh karena itu, seandainya kepangkatan pejabat penyidik sekurang-kurangnya Pembantu Letnan Dua Polri, sedangkan yang berpangkat demikian belum mencukupi kebutuhan yang diperlukan sesuai dengan banyaknya jumlah Sektor Kepolisian, hal ini akan menimbulakan hambatan bagi9 pelaksanaan fungsi penyidikan di daerah-daerah, sehingga besar kemungkinan, pelaksanaan fungsi penyidik tidak berjalan di daerah-daerah[12].

b.      Penyidik pegawai negri sipil
Penyidik pegawai negri diatur dalam pasal 6 ayat 1 huruf b, yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Kedudukan dan wewenang penyidik pegawai negri sipil dalam melaksanakan tugas penyidikan :
1)   Penyidik pegawai negeri sipil berada di bawah :
·      Koordinasi penyidik polri
·      Dibawah pengawasan penyidik polri
2)   Untuk kepentingan penyidikan, penyidik polri memberi petunjuk kepada penyidik pegawai negeri sipil tertentu, dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan (pasal 107 ayat 1)
3)   Penyidik pegawai negri sipil tertentu, harus melapor kepada penyidik polri tentang adanya suatu tindakan pidana yang sedang disidik, jika dari penyidikan itu oleh penyidik pegawai negeri sipil ada ditemukan bukti yang kuat untuk mengajukan tindak pidananya kepada penuntut umum (pasal 107 ayat 2)
4)   Apabila penyidik pegawai negri sipil telah selesai melakukan penyidikan, hasil penyidikan tersebut harus diserahkan kepada penuntut umum. Cara penyerahannya kepada penuntut dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil malalui penyidik polri (pasal 107 ayat 3)
5)   Apabila penyidik pegawai negeri sipil menghentikan penyidikan yang telah dilaporkan pada penyidik polri, penghentian penyidikan itu harus diberitahukan kepada penyidik polri dan penuntut umum (Pasal 109 ayat 3)

C.     Tugas dan wewenang penyidik
Untuk mengetahui secara umum wewenang pejabat penyidik dan penyidik pembantu, dapat dilihat ketentuan Pasal 7 ayat (1). Apa yang menjadi wewenang penyidik pembantu meliputi seluruh wewenang yang dimiliki pejabat penyidik, kecuali mengenai penahanan. Penyidik pembantu dalam hal melakukan tindakan penahanan harus lebih dulu mendapat pelimpahan wewenang dari penyidik sebagaiman yang ditegaskan dalam pasal 11 ayat (1) yang berbunyi: “Peyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam pasal 7 ayat (1), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik.” Berarti pada penyidik pembantu tidak dengan sendirinya menurut hukum  mempunyai wewenang melakukan tindakan penahanan.
Adapun rincian wewenang yang dimiliki penyidik  adalah sebagai berikut:
a.       Menerima laporan atau pegaduan dari seorang tentang adanya pidana;
b.      Melakukan tinadakan pertama pada saat ditempat kejadian;
c.       Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.      Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
e.       Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f.       Mengambil sidik jari san memotret seseorang;
g.       Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h.      Mendatangkan orang ahli yang diperlukan hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i.        Mengadakan penghentian penyidikan;
j.        Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.[13]

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yan g diatur dalam Undang-undang
Yang menjai peyelidik adalah polisi. Dalam KUHP tidak ditentukan pangkat dari polisi yang bertugas melakukan penyelidikan. PP menyatakan polisi yang berpangkat di bawah pembantu letnan dua, atau jika di suatu tempat tidak ada pejabat penyidk berpangkat bintara, maka penyelidik adalah berpangkat di bawah bintara.
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal  dan menurut cara yan diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana ysng terjadi guna menemukan tersangkanya.
Penyidik tidak hanya polri secara pebuh tetapi juga bisa ada penyidik pembantu. Wewenang yang dimiliki penyidik  adalah sebagai berikut:
a.       Menerima laporan atau pegaduan dari seorang tentang adanya pidana;
b.      Melakukan tinadakan pertama pada saat ditempat kejadian;
c.       Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.      Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
e.       Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f.       Mengambil sidik jari san memotret seseorang;
g.       Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h.      Mendatangkan orang ahli yang diperlukan hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i.        Mengadakan penghentian penyidikan;
j.        Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.[14]

DAFTAR PUSTAKA

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Penyidikan Dan Penuntutan (Jakarta : Sinar Grafika, 2007)
Meoljatno, KUHP, Kitab UNdang-undang Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1985)
Taufik Makarao, Mohammad, Hukum Acara Pidana,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004)
Hamzah, Adi, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985)




[1] M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Penyidikan Dan Penuntutan (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), hal.101
[2]  Meoljatno, KUHP, Kitab UNdang-undang Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1985)
[3] M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 103
[4] Pembantu Letnan Dua sekarang Ajun Inspektur Polisi Dua (AIPDA)
[5] Mohammad Taufik Makarao, Hukum Acara Pidana,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 25
[6] M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 104
[7] Ibid, hal. 106
[8] Adi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hal. 106
[9]  Ibid, hal. 109
[10] Moeljatno , Op.cit,
[11] Mohammad Taufik Makarao, Hukum Acara Pidana,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 26
[12] M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 112
[13] Ibid, hal. 124
[14] Ibid, hal. 124

Tidak ada komentar:

Posting Komentar