1.Tujuan Pencatatan Perkawinan
a.
Mewujudkan ketertiban
perkawinan dalam masyarakat, baik perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan
hukum Islam maupun tidak secara hukum Islam.
b.
Upaya untuk menjaga
kesucian (mitsaqan galidzan) aspek hukum yang timbul dari ikatan
perkawinan.
c.
Apabila terjadi
percecokkan diantara mereka atau salah satu tidak bertanggung jawab, maka yang
lain dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh hak-hak
masing-masing.
d.
Menjadikan peristiwa
perkawinan menjadi jelas.
e.
Sebagai alat bukti bagi
anak-anaknya di kelak kemudian.
f.
Sebagai dasar pembayaran
tunjangan bagi istri atau suami, bagi pegawai negeri sipil.
Undang- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan nomor 2:
“hukum
perkawinan yg berlaku bagi berbagai
golongan warga negaranya dan berbagai daerah seperti berikut:
a.
Bagi orang-orang
Indonesia Asli yang beragama Islam berlaku hukum agama yang telah diresepiir
dalam Hukum Adat
b.
Bagi orang indonesia
Asli lainnay berlaku hukum adat
c.
Bagi orang-orang
Indonesia Asli yang beragama Kristen barlaku
d.
Bagi orang Timur Asing
Cina dan warga negara Indonesia keturunan Cina berlaku ketentuan-ketentuan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan.
e.
Bagi orang Timur Asing
lainnya dan warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya tersebut
berlaku hukum Adat mereka.
f.
Bagi orang-orang Eropa
dan warga negara Indonesia keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka
berlaku Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
- Teknis Pencatatan Perkawinan
Teknis
pelaksaannya dijelaskan dalam pasal 6 Kompilasi Hukum Islam:
a.
Untuk memenuhi dalam
pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan
Pegawai Pencatat Nikah.
b.
Perkawinan yang
dilakukan diluar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan
hukum.
Secara lebih rinci, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Bab II pasal
2 menjelaskan tentang pencatatn perkawinan:
a.
Pencatatan perkawinan
dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan
oleh Pegawai Pencatat sebagaimana diamaksudkan dalam UU No. 32 Tahun 1954
tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.
b.
Pencatatan perkawinan
dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamnya dan kepercayaannya
itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada kantor
Catatan Sipil sebagaimana dimaksud dlam berbagai perundang-undangan mengenai
pencatatan perkawinan.
c.
Dengan tidak mengurangi
ketentuan-ketentuan yang khusus berlaku bagi tata cara pencatatan perkawinan
berdasarkan berbagai peraturan yang berlaku, tata cara pencatatn perkawinan
dilakukan sebagaimana ditentukan dalam pasal 9 PP ini.
Pencatatan
memiliki dua manfaat, yaitu manfaat preventif dan manfaat represif.
Manfaat
preventif
ð Untuk menanggulangi agar tidak terjadi kekurangan atau penyimpangan rukun
dan syarat-syarat perkawinan, baik menurut hukum agama maupun menurut
perundang-undangan.
Dalam bentuk konkretnya, penyimpangan tadi dapat dideteksi melalui
prosedur yang diatur dalam pasal 3 PP No. 9 Tahun 1975:
1)
Setiap orang yang akan
melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat
di tempat perkawinan akan dilangsungkan.
2)
Pemberitahuan tersebut
dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum
perkawinan dilangsungkan.
3)
Pengecualian terhadap
waktun tersebut dalam ayat (2) disebabkan sesuatu alasan yang penting,
diberikan oleh Camat atas nama Bupati Kepala Daerah.
Ø Hal yang diberitahukan: nama, umur, kepercayaan, pekerjaan, tempat
kediaman, dan apabila salah sorang atau keduanya pernah kawin disebutkan pula
nama istri atau suami terdahulu (pasal 5).
Tindakan yang harus diambil oleh PPN ssetelah menerima pemberitahuan,
diatur dalam pasal 6:
1)
Pegawai Pencatat yang
menerima pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan meneliti apakah
syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan
perkawinan menurut undang-undang.
2)
Selain penelitian
terhadap hal sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) Pegawai Pencatat meneliti pula:
a)
Kutipan akta kelahiran
atu surat kenal lahir calon mempelai. Dalam hal ini tidak ada akta kelahiran
atau surat kenal lahir, dapat dipergunakan surat keterangan yang menyatakan
umur dan asal-usul calon mempelai yang diberikan oleh Kepala Desa atu yang
setingkat dengan itu.
b)
Keterangan mengenai
nama, agama, pekerjaan dan tempat tinggal orang tua calon mempelai.
Penelitian Pegawai Pencatat bermaksud untuk meneliti status perkawinan
seseorang baik calon suami atau isteri. Karena itu, jika diperlukan calon
mempelai melampirkan surat-surat berikut:
c)
Izin pengadilan
sebagaimana dimaksud pasal 4 Undang-undang dalam hal calon mempelai adalah
seorang suami yang masih mempunyai isteri
d)
Dispensasi pengadilan/
pejabat sebagai dimaksud pasal 7 ayat (2) undang-undang
e)
Surat kematian isteri
atau suami yang terdahulu atau dalam hal perceraian surat keterangan
perceraian, bagi perkawinan untuk
keduakalinya atau lebih.
f)
Izin tertulis dari
pejabat yang ditunjuk oleh menteri HANKAM/ Pangab, apabila salah seorang calon
mempelai atau keduanya anggota Angkatan Bersenjata.
g) Surat Kuasa otentik atau di bawah tanagn yang disahkan oleh Pegawai
Pencatat, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya tidak
AKTA NIKAH: MUATAN DAN MANFAATNYA
1. Muatan Akta Nikah
Setelah pengumuman kehendak melangsungkan perkawinan di tempel dan tidak ada keberatan
dari pihak-pihak yang terkait dengan rencana dimaksud, perkawinan dapat
dilangsungkan. Ketentuan dan tata caranya diatur dalam pasal 10 Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
Seperti diatur dalam pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
Akta Nikah memuat sepuluh langkah yang harus terpenuhi, yaitu:Nama, tanggal,
tempat lahir, kepercayaan, pekerjaan, dan tempat kediaman suami isteri. Apabila
salah seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama isteri atau
suami terdahulu.
a.
Nama, kepercayaan,
pekerjaan dan tempat kediaman orang tua mereka.
b.
Izin kawin sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5) UU Perkawinan
c.
Dispensasi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan
d.
Izin pengadilan
sebagimana dimaksud dalam pasal 4 UU Perkawinan.
e.
Persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) UU Perkawinan.
f.
Izin pejabat yang
ditunjuk oleh Menhankan/ Pangab bagi Angkatan Bersenjata
g.
Perjanjian erkawinan bila
ada
h.
Nama, umur, agama,
pekerjaan, dan tempat kediaman para saksi, dan wali nikah bagi yang beragama
Islam.
2.
Manfaat Akta Nikah yang
bersifat represif:
1)
Bagi suami isteri yang
karena suatu hal perkawinannya tidak dibuktikan dengan Akta Nikah, kompilasi
membuka kesempatan kepada mereka untuk mengajukan permohonan isbat nikah
(penetapan) kepada Pengadilan Agama
2)
Agar didalam
melangsungkan pernikahan tidak mementingkan aspek fiqh saja, tetapi aspek
keperdataan.
3.
Mewujudkan ketertiban
dan keadilan. Pasal 7 ayat (2) dan (3) menyebutkan:
1)
Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan
dengan Akta Nikah, fdapat diajukan isbat nikahnya ke Pengadilan Agama
2)
Isba nikah yang dapat
diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:
a)
Adanya perkawinan dalam
rangka penyelesaian perceraian
b)
Hilangnya Akta Nikah
c)
Adanya keraguan tentang
sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan
d)
Adanya perkawinan yang
terjadi sebelum berlakunya Undang-undang nomor 1 Tahun 1974
Perkawinan yang
dilakukan oelh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar