Senin, 15 Februari 2016

PENCATATAN PERKAWINAN DAN AKTA NIKAH

A.    TUJUAN PENCATATAN DAN TEKNIS PENCATATAN PERKAWINAN

1.Tujuan Pencatatan Perkawinan
a.       Mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat, baik perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan hukum Islam maupun tidak secara hukum Islam.
b.      Upaya untuk menjaga kesucian (mitsaqan galidzan) aspek hukum yang timbul dari ikatan perkawinan.
c.       Apabila terjadi percecokkan diantara mereka atau salah satu tidak bertanggung jawab, maka yang lain dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh hak-hak masing-masing.
d.      Menjadikan peristiwa perkawinan menjadi jelas.
e.       Sebagai alat bukti bagi anak-anaknya di kelak kemudian.
f.       Sebagai dasar pembayaran tunjangan bagi istri atau suami, bagi pegawai negeri sipil.

Undang- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan nomor 2:
“hukum perkawinan yg berlaku bagi berbagai golongan warga negaranya dan berbagai daerah seperti berikut:
a.       Bagi orang-orang Indonesia Asli yang beragama Islam berlaku hukum agama yang telah diresepiir dalam Hukum Adat
b.      Bagi orang indonesia Asli lainnay berlaku hukum adat
c.       Bagi orang-orang Indonesia Asli yang beragama Kristen barlaku
d.      Bagi orang Timur Asing Cina dan warga negara Indonesia keturunan Cina berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan.
e.       Bagi orang Timur Asing lainnya dan warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya tersebut berlaku hukum Adat mereka.
f.       Bagi orang-orang Eropa dan warga negara Indonesia keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka berlaku Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
  1. Teknis Pencatatan Perkawinan
Teknis pelaksaannya dijelaskan dalam pasal 6 Kompilasi Hukum Islam:
a.       Untuk memenuhi dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.
b.      Perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.
Secara lebih rinci, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Bab II pasal 2 menjelaskan tentang pencatatn perkawinan:
a.       Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana diamaksudkan dalam UU No. 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.
b.      Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamnya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada kantor Catatan Sipil sebagaimana dimaksud dlam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
c.       Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus berlaku bagi tata cara pencatatan perkawinan berdasarkan berbagai peraturan yang berlaku, tata cara pencatatn perkawinan dilakukan sebagaimana ditentukan dalam pasal 9 PP ini.
Pencatatan memiliki dua manfaat, yaitu manfaat preventif dan manfaat represif.
Manfaat preventif
ð  Untuk menanggulangi agar tidak terjadi kekurangan atau penyimpangan rukun dan syarat-syarat perkawinan, baik menurut hukum agama maupun menurut perundang-undangan.
Dalam bentuk konkretnya, penyimpangan tadi dapat dideteksi melalui prosedur yang diatur dalam pasal 3 PP No. 9 Tahun 1975:
1)      Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat di tempat perkawinan akan dilangsungkan.
2)      Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan.
3)      Pengecualian terhadap waktun tersebut dalam ayat (2) disebabkan sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh Camat atas nama Bupati Kepala Daerah.
Ø  Hal yang diberitahukan: nama, umur, kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman, dan apabila salah sorang atau keduanya pernah kawin disebutkan pula nama istri atau suami terdahulu (pasal 5).
Tindakan yang harus diambil oleh PPN ssetelah menerima pemberitahuan, diatur dalam pasal 6:
1)      Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut undang-undang.
2)      Selain penelitian terhadap hal sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) Pegawai Pencatat meneliti pula:
a)      Kutipan akta kelahiran atu surat kenal lahir calon mempelai. Dalam hal ini tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir, dapat dipergunakan surat keterangan yang menyatakan umur dan asal-usul calon mempelai yang diberikan oleh Kepala Desa atu yang setingkat dengan itu.
b)      Keterangan mengenai nama, agama, pekerjaan dan tempat tinggal orang tua calon mempelai.
Penelitian Pegawai Pencatat bermaksud untuk meneliti status perkawinan seseorang baik calon suami atau isteri. Karena itu, jika diperlukan calon mempelai melampirkan surat-surat berikut:
c)      Izin pengadilan sebagaimana dimaksud pasal 4 Undang-undang dalam hal calon mempelai adalah seorang suami yang masih mempunyai isteri
d)     Dispensasi pengadilan/ pejabat sebagai dimaksud pasal 7 ayat (2) undang-undang
e)      Surat kematian isteri atau suami yang terdahulu atau dalam hal perceraian surat keterangan perceraian,  bagi perkawinan untuk keduakalinya atau lebih.
f)       Izin tertulis dari pejabat yang ditunjuk oleh menteri HANKAM/ Pangab, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya anggota Angkatan Bersenjata.
g)      Surat Kuasa otentik atau di bawah tanagn yang disahkan oleh Pegawai Pencatat, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya tidak

AKTA NIKAH: MUATAN DAN MANFAATNYA
1.      Muatan Akta Nikah
Setelah pengumuman kehendak melangsungkan perkawinan di tempel dan tidak ada keberatan dari pihak-pihak yang terkait dengan rencana dimaksud, perkawinan dapat dilangsungkan. Ketentuan dan tata caranya diatur dalam pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
Seperti diatur dalam pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Akta Nikah memuat sepuluh langkah yang harus terpenuhi, yaitu:Nama, tanggal, tempat lahir, kepercayaan, pekerjaan, dan tempat kediaman suami isteri. Apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama isteri atau suami terdahulu.
a.       Nama, kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman orang tua mereka.
b.      Izin kawin sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5) UU Perkawinan
c.       Dispensasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan
d.      Izin pengadilan sebagimana dimaksud dalam pasal 4 UU Perkawinan.
e.       Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) UU Perkawinan.
f.       Izin pejabat yang ditunjuk oleh Menhankan/ Pangab bagi Angkatan Bersenjata
g.      Perjanjian erkawinan bila ada
h.      Nama, umur, agama, pekerjaan, dan tempat kediaman para saksi, dan wali nikah bagi yang beragama Islam.





2.      Manfaat Akta Nikah yang bersifat represif:
1)      Bagi suami isteri yang karena suatu hal perkawinannya tidak dibuktikan dengan Akta Nikah, kompilasi membuka kesempatan kepada mereka untuk mengajukan permohonan isbat nikah (penetapan) kepada Pengadilan Agama
2)      Agar didalam melangsungkan pernikahan tidak mementingkan aspek fiqh saja, tetapi aspek keperdataan.
3.      Mewujudkan ketertiban dan keadilan. Pasal 7 ayat (2) dan (3) menyebutkan:
1)       Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, fdapat diajukan isbat nikahnya ke Pengadilan Agama
2)      Isba nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:
a)      Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian
b)      Hilangnya Akta Nikah
c)      Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan
d)     Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang nomor 1 Tahun 1974
Perkawinan yang dilakukan oelh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar