حديث عبد الله بن عمر رضي الله عنهما, عن النبي صلى الله عليه و سلّم
قال: لا يزال هذَا الأمر في قريش ما بقي منهم اثنان. أخرجه البخري
في: 61-كتاب المناقب: 2- باب مناقب
قريش
Artinya : “Abdullah
bin Umar r.a. berkata: Nabi SAW bersabda: selalu urusan agama ini dipimpin oleh
Quraisy selama masih ada dari mereka walau dua orang.” (Bukhari, Muslim)
Salah satu dari kriteria-kriteria
khalifah (pemimpin negara) adalah bernasabkan Quraisy. Hal ini berdasarkan
kepada nash-nash dan ijma’ para ulama. Kita tidak perlu berkomentar atau
mengubris dirar yang berpendapat menyeleneh dan membolehkan jabatan khalifah
dipegang oleh orang-orang non Quraisy. Karena Abu Bakar ra meminta orang-orang
anshar yang telah membai’at Sa’ad bin Ubadah untuk mengundurkan diri dari
jabatan khalifah (imamah) pada peristiwa saqifah karena beliau beragumen dengan
sabda Nabi; ألأءمّة من قريش (“pemimpin-pemimpin itu berasal dari
quraisy”)
Kemudian orang Anshar meurungkan
keinginannya terhadap jabatan khalifah dan mundur dari jabatan tersebut. Mereka
berkata “para gubernur dari kami dan kalian! Mereka tunduk kepada riwayat Abu
Bakar dan membenarkan informasinya. Mereka menerima dengan lapang dada ucapan
Abu Bakar ra “pemimpin bersal dari kami, sedang mentri-mentri dari kalian.
Nabi besabda: قدّموا قريشا ولا تتقدّموها )“dahulukan orang quraisy dan jangan kalian
menddahuluinya”(. Terhadap nash yang kuat ini, tidak ditemuakan syubhat dan pendapat yang menentangnnya[1].
B.
Cara Penetapan
Kepala Negara
حديث عمر. عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما, قال: قيل لعمر: ألا
تستخلف؟ قال: إن أستخلف فقد استخلف من هو خير منّي, أبو بكر, و إ أترك فقد ترك من
هو خير منّي: رسول الله صلى الله عليه و سلّم. فأثنوا عليه. فقال: راغب راهب, وددت
أنّي نجوت منها كفافا, لا لي ولا عليّ, لا أتحمّلها حيّا وميّتا. أخرجه البخري
في: 93-كتاب الأحكام: 51- باب الإستخلاف
Artinya : “Abdullah
bin Umar r.a. berkata: Umar ditanya: apakah engkau tidak mengangkat
khalifah? Jawabnya: jika aku mengangkat meka telah berbuat begitu seseorang
yang lebih baik dari pada aku yaitu Abu Bakar. Dan jika aku tidak mengangkat
(membiarkan) maka telah juga membiarkan seseorang yag lebih baik dariku yaitu
Rasulullah SAW. Maka orang-orang memuji kepadanya, dan Umar berkata: megharap
dan takut aku ingin semoga selamat aku dari tuntutan khalifah seri, tidak
untung dan tidak rugi, aku tidak akan menanggungnya di waktu hidup hingga
mati.” (Bukhari, Muslim)
Jika
anggota ahlul qady wa al-hal (perlemen) mengadakan sidang untuk memilih imam,
mereka harus mempelajari data pribadi orang-orang yang memiliki kriteria
imamah, kemudian mereka memilih diantara orang-rang tersebut, siapa di antara
mereka yang banyak kelebihannya, paling lengkap kriterianya, paling segera
ditaati rakyat dan mereka tidak menolak membai’atnya[2].
Jika
di antara hadirin ada orang yang ahli berijtihad dan ia layak dipilih, ahlul
qady wa al-hal (perlemen) menawarkan jabatan ini kepaddanya. Jika ia bersedia,
mereka segera mengangkatnya. Dengan pembai’atam mereka, ia secara resmi menjadi
pemimpin yang sah, kemidian seluruh umat harus membai’atnya dan taat kepadanya.
Namun, jika ia menolak atau tidak adda jawaban darinya, maka ia tidak boleh
dipaksa untuk menerima jabatan imamah itu, karena imamah adalah akad dasar atas
kerelaan dan tidak boleh ada unsur paksaan di dalamnya.
Jika
yang memenuhi kriteria ada dua orang, maka yang dipilih adalah yang usianya
paling tua. Hal ini tidak mutlak. Jika calon yang pertama labih berani dan yang
kedua lebih pandai, maka dipilih berdasarkan keadaan zaman saat itu[3].
C. Ketaatan Kepada Kepala Negara Yang Dibai’at Pertama
حديث أبي هريرة, عن النبيّ صلى الله عليه و سلّم, قال: كانت بنو إسراءيل
تسوسهم الأنبياء, كلّما هلك نبيّ خلفه نبيّ, و إنه لا نبيّ بعدي, و سيكون خلفاء
فيكشرون. قالوا: فما تأمرون؟ قال: فوا ببيعة الأوّل فالأوّل, أعطوهم حقّهم, فإنّ
الله ساءلهم عمّا استرعاهم. أخرجه
البخري في: 60-كتاب الأنبياء: 50- باب ما
ذكر عن بني إسراءيل
Artinya : “Abu
Hurairah Berkata: Nabi SAW. bersabda: dahulu Bani Israil selalu dipimpin oleh
Nabi, tiap mati seorang Nabi diganti dengan Nabi yang lain dan sungguh tidak
ada Nabi sesudahku, dan akan terangkat khalifah-khalifah hingga banyak. Sahabat
bertanya: apakah perintahmu kepada kami? Nabi SAW menjawab: tepatilah bai’atmu
kepada yang pertama berikan hak mereka, maka Allah akan menanya tentang
pimpinan yang diserahkan Allah di tangan mereka.” (Bukhari, Muslim)
Imam
Ibnu Khaldun berkata: “Ketahuilah bahwasanya bai’at adalah berjanji
dalam ketaatan, seakan seorang yang berbai’at tidak akan menentang sedikitpun
serta akan selalu mentaatinya dalam semua perkara yang dibebankan baik dalam
keadaan giat maupun malas. Dan mereka ketika berbai’at kepada seorang pemimpin
serta mengokohkan ikatan janjinya meletakkan tangan mereka dalam tangannya
sebagai penguat atas janji mereka, yang demikian itu sama dengan perilaku
penjual dan pembeli, maka disebutkan bai’at yang merupakan bentuk masdar dari
baa’a, sehingga proses bai’at akhirnya selalu dilakukan dengan berjabat tangan.
Inilah
landasan bai’at dalam dalam konteks bahasa dan syari’at sebagaimana yang
dimaksudkan dalam hadits bai’at. Lafadz ini juga tampak dalam beberapa riwayat
di antaranya bai’atul Khulafa (pembaiatan para pengganti Rasulullah) dan
Aimaanul Bai’ah (sumpah setia bai’at) seakan-akan para pengganti Rasulullah
bersumpah setia dalam janji dan mereka memahami bahwasanya sumpah setia
seluruhnya hanyalah untuk baiat itu, pemahaman inilah yang akhirnya dikenal
dengan sebutan Aimaanul Bai’ah.” (Imam Ibnu Khaldun, Muqaddimah, Hal.
229)[4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar