Abdul wahab khalaf merinci
sebagai berikut[1] :
1. Hukum
kekeluargaan (ahwal al-syakhsiyah) yaitu hukum yang berkaitan dengan urusan
keluarga dan pembentukannya yang bertujuan mengatur hubungan suami isteri dan
keluarga satu dengan lainnya. Ayat al-qur’an yang membicarakan masalah ini
sekitar 70 ayat.
2. Hukum
Sipil (civics/al-ahkam al-madaniyah) yang mengatur hubungan individu-individu
serta bentuk-bentuk hubungannya seperti : jual beli,sewa menyewa,utang
piutang,dan lain-lain,agar tercipta hubungan yang harmonis di dalam masyarakat.
Ayat al-qur’an mengaturnya dalam 70 ayat.
3. Hukum
Pidana (al-ahkam al-jinaiyah) yaitu hukum yang mengatur tentang bentuk
kejahatan atau pelanggaran dan ketentuan sanksi hukumannya. Tujuannya untuk
memelihara kehidupan manusia ,harta,kehormatan,hak serta membatasi hubungan
perbuatan pidana dan masyarakat. Ketentuan ini diatur dalam 30 ayat.
4. Hukum
Acara (al-ahkam al-murafaat) yaitu hukum yang mengatur tata cara mempertahankan
hak, dan atau memutuskan siapa yang terbukti bersalah sesuai dengan ketentuan
hukum. Hukum ini mengatur cara beracara di lembaga peradilan. Tujuannya ayat
al-qur’an mengatur masalah ini dalam 13 ayat.
5. Hukum
Ketatanegaraan (al-ahkam al-dusturiyah) berkenaan dengan sistem hukum yang
bertujuan mengatur hubungan antara penguasa (pemerintah) dengan yang dikuasai
atau rakyatnya,hak-hak dan kewajiban individu dan masyarakat,diatur dalam 10
ayat.
6. Hukum
Internasional (al-ahkam al-duwaliyah) mengatur hubungan antar negara islam
dengan negara lainnya dan hubungan dengan non muslim, baik dalam masa damai
atau dalam masa perang. Al-qur’an mengaturnya dalam 25 ayat.
7. Hukum
Ekonomi (al-ahkam al-iqtisadiyah wa al-maliyah). Hukum ini mengatur hak-hak
seorang pekerja dan orang yang mempekerjakannya,dan mengatur sumber keuangan
negara dan perindustriannya bagi kepentingan kesejahteraan rakyatnya. Diatur
dalam al-qur’an sebanyak 10 ayat.
Hukum Islam dalam perjalanan
sejarahnya memeliki kedudukannya yang amat penting. Namun sebagian besar,
menurut Abdurahman Wahid kini sebagian besar merupakan
proyeksi teoritis dan pengkajiannya lebih bersifat ‘pertahanan’ daripada
kemusnahan, Bekas-bekasnya dan pengaruhnya yang masih tampak,lambat laun
terjadi proses yang menuntut adanya penilaian ulang agar hukum islam tidak
kehilangan elan vitalnya dan relevansinya dengan kehidupan masyarakat yang
terus menerus berkembang munculnya imam-imam mazhab, masih menurut Abdurrahman
Wahid, tidaklah dengan sendirinya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Islam.[2]
Di Indonesia, hukum Islam pernah dan
dilaksanakan dengan sepenuhnya oleh masyarakat Islam. Meski didominasi oleh
fiqh syafi’i. Hal ini, kata Rahmat djatnika, fiqh Syafi’iyah lebih banyak dan
dekat dengan kepribadian Indonesia.[3]
Hukum adat setempat sering
menyesuaikan diri dengan hukum islam. Di wjo misalnya,hukum waris hukum islam
dan hukum adat ,keduannya menyatu dan hukum adat itu menyesuaikan diri dengan
hukum islam. Sosialisasi hukum islam pada zaman Sultan Agung sangat hebat,
sampai ia menyebut dirinnya sebagai”Abdul Rahman Khalifatullah sayidina
Pantagama”, Demikian juga di Banten Pada masa kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa
hukum adat dan hukum agama tidak ada bedanya. Juga di sulawesi. Kenyataan
semacam ini diakui oleh Belanda ketika datang ke Indonesia. Dibawah ini akan di
kemukakan teori-teori berlakunya hukum islam di Indonesia.[4]
1. Teori
Receptio in Complexu
Teori ini dimunculkan oleh Van Den Berg,berdasarkan
kenyataan bahwa hukum islam di terima (diresepsi) secara menyeluruh oleh ummat
Islam.
2. Teori
Receptie
Teori Receptie mengatakan bahwa hukum yang hukum berlaku
bagi orang Islam adalah hukum adat mereka masing-masing. Hukum Islam dapat
berlaku apabila telah diresepsi oleh hukum adat . jadi hukum adatlah yang
menentukan ada tidaknya hukum Islam.
3. Teori
Receptie Exit Atau Receptie a Contrario
Teori Receptie Exit atau Receptie a Contrario adalah teori
yang mengatakan bahwa hukum adat baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan
hukum Islam.yaitu hukum Islam dapat dilaksanakan
,apabila diterima (diresepsi) hukum adat, maka sekarang hukum adat yang tidak
sejalan dengan hukum Islam harus dikeluarkan ,dilawan atau di tolak.[5]
B. Hukum Islam di Indonesia Dan kekuatan Hukumnya
Membicarakan kekuatan hukum dari
Hukum Islam di Indonesia perlu dipahami dari macam produk pemikiran Hukum Islam
itu sendiri. Sebagaimana telah penulis kemukakan bahwa setidaknya ada empat
produk hukum pemikiran hukum Islam yang telah berkembang dan berlaku di Indonesia,
seiring pertumbuhan dan perkembangannya. Empat produk pemikiran hukum Islam tersebut
adalah fiqih,Fatwa ulama, hakim,keputusan pengadilan, dan perundang-undangan.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa para hakim dan para pihak yang berperkara dengan berlakunya Kompilasi Hukum
Islam di Indonesia, terikat dan berkewajiban untuk sepenuhnya melaksanakan
isinya. Dalam konteks tertentu, sebagai hakim dengan kewenangan ijtihad yang
dimilikinya, dapat menyempurnakannya melalui keputusan-keputusan yang
dikeluarkannya sebagai yurisprudensi hukum.
Hukum Islam dalam bentuk fatwa,
seperti fatwa Majelis Ulama Indonesia, sifatnya kasuistik. Ia merupakan respons
atau jawaban terhadap pertanyaan yang di ajukan oleh peminta fatwa. Fatwa tidak
mempunyai daya ikat, dalam arti si peminta fatwa tidak harus mengikuti isi
hukum fatwa yang diberikan kepadanya.
Berikutnya produk pemikiran hukum Islam
berupa keputusan Pengadilan Agama. Keputusan Pengadilan Agama bersifat mengikat
kepada pihak-pihak yang berperkara. Akan halnya produk pemikiran hukum Islam yang
berbentuk perundang-undangan, bersifat mengikat dan bahkan daya ikatnya lebih
luas. Dinamikianya agak lamban, karena sebagai peraturan organik, kadang tidak
cukup elastis untuk mengantisipasi tuntunan waktu dan perubahan. Dengan
mengambil contoh Undang-undang perkawinan misalnya, yang didalamnya terdapat
muatan-muatan hukum Islamnya, ia mengikat semua warga masyarakat Indonesia.
[1] . Abdul Wahab al-Khalaf, ‘ilm usul al-fiqh, Jakarta : Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah Syabab
al-Azhar,1410/1990,cet.8,hlm.96
[2] . Abdurrahman Wahid, menjadikan Hukum Islam
sebagai penunjang Pembangunan, dalam Tjun surjaman(ed) Hukum Islam Di
Indonesia Pemikiran dan Praktek, Bandung : Rosda Karya,1991,hlm.3.
[3] . Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di
Indonesia,Jakarta: Raja Grafindo,1995, hlmn.12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar