Senin, 15 Februari 2016

HAK SUAMI ISTRI

Jika akad nikah sudah sah, hal ini akan menimbulkan akibat hokum. Dengan demikian, hal ini pun akan menimbulkan hak serta kewajiban selaku suami istri. Menurut Sayyid sabiq dala bukunya Fiqh Sunnah hak dan kewajiban itu ada 3 macam[1]:
      1.       Hak istri atas suami
         a)      Hak kebendaan, yaitu mahar dan nafkah.
Salah satu keistimewaan Islam ialah memperhatikan dan menghargai kedudukan wanita, yaitu memberinya hak untuk memegang urusan dan memiliki sesuatu. Istri diberi hak mahar, suami diwajibkan memberikan kepadanya bukan kepada ayahnya. Allah berfirman di dalam surat An-Nisa ayat 4:
(#qè?#uäur uä!$|¡ÏiY9$# £`ÍkÉJ»s%ß|¹ \'s#øtÏU 4 bÎ*sù tû÷ùÏÛ öNä3s9 `tã &äóÓx« çm÷ZÏiB $T¡øÿtR çnqè=ä3sù $\«ÿÏZyd $\«ÿƒÍ£D ÇÍÈ
Artinya : “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”

Maksud ayat di atas adalah berikanlah mahar kepada para istri sebagai pemberian wajib, bukan pembelian atau ganti rugi. Jika istri telah menerima maharnya dan memberikan sebagian maharnya kepada suami tanpa paksaan dan tipu muslihat, maka terimalah dengan baik. Hal tersebut tidak disalahkan atau dianggap berdosa. Sedangkan nafkah maksudnya adalah memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal, pengobatan dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Memberi belanja hukumnya wajib menurut alquran dan sunnah. Seperti yang terdapat dalam surat al-baqarah ayat 233
n?tãur ÏŠqä9öqpRùQ$# ¼ã&s! £`ßgè%øÍ £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ 4 Ÿw ß#¯=s3è? ë§øÿtR žwÎ) $ygyèóãr
Artinya :  “….dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. …..”
b)       Hak rohaniah, yaitu seperti bersikap adil jika suami berpoligami dan tidak boleh menyengsarakan istri. Dan juga suami harus memperlakukan istrinya dengan baik, menghormatinya dan mendahulukan kepentingannya yang memang patut didahulukan untuk melunakkan hatinya, dan bersabar menghadapinya, suami mendatangi istrinya jika ia tidak memiliki halangan apa-apa, menyetubuhi istrinya pada tempatnya.
2.       Hak suami atas istri
·         Menjaga dirinya di belakang suaminya. Maksudnya adalah menjaga dirinya sewaktu suaminya tidak ada, tanpa berbuat khianat kepadanya baik dari segi hati maupun hartanya.
·         Tidak memasukkan orang yang dibenci suaminya. Artinya tidak memasukkan orang yang dibenci suaminya kerumahnya kecuali dengan izin suaminya.
·         Berhias untuk suaminya.  Dipandang baik istri berhias dengan celak, wangi-wangian dan alat hias lainnya untuk suaminya.
·         Tidak mempersulit suami dan selalu mendorong suami untuk maju.
·         Menjaga harta suami ketika suami tidak ada di rumah.
·         Mempergunakan harta suami kepada hal-hal yang diperlukan dan bermanfaat.




3.       Hak bersama suami dan istri.
§  Halal untuk bergaul dan mengadakan hubungan seksual. Perbuatan ini dihalalkan secara timbal balik. Mengadakan hubungan ini adalah hak bagi suami dan istri, dan tidak boleh dilakukan kalau tidak bersamanya karena tidak dapat dilakukan secara sepihak. Dan juga tidak boleh dilakukan dengan orang lain kecuali dengan pasangannya tersebut.
§  Istri haram dinikahi oleh ayah suaminya, kakeknya, anaknya, dan cucu-cucunya. Begitu juga ibu istrinya, anak perempuannya, dan seluruh cucunya haram dinikahi oleh suaminya.
§  Hak saling mendapat waris akibat dari ikatan perkawinannya yang sah. Bilamana salah seorang meninggal dunia sesudah terjadinya perkawinan, pihak yang lain dapat mewarisi hartanya sekalipun belum pernah bersetubuh.
§  Bersikap baik. Wajib bagi suami istri memperlakukan pasangannya dengan baik sehingga dapat melahirkan kemesraan.
Di dalam BW tidak diatur tentang hak dan kewajiban suami istri. Sedang Dalam undang-undang republik Indonesia nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dijelaskan tentang hak dan kewajiban suami istri itu pada bab VI pasal 30-34[2]:
Pasal 30
Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi dasar dari susunan masyarakat.
Pasal 31
1.      Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
2.      Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hokum.
3.      Suami adalah kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga.

Pasal 32
1.      Suami istri harus mempunyai tempt kediaman yang tetap.
2.      Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami istri bersama.
Pasal 33
Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir dan bathin yang satu kepada yang lain.
Pasal 34
1.      Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
2.      Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sabaik-baiknya.
3.      Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
Di dalam kompilasi hokum Islam (KHI), buku 1 bab XII juga dijelaskan tentang hak  suami istri yaitu dari pasal 77-79. Isinya hampir sama dengan yang tercantum di dalam UU No 1 tahun 1974.
Pasal 77
1.      Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi dasar dari susunan masyarakat.
2.      Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir dan bathin yang satu kepada yang lain.
3.      Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya.
4.      Suami istri wajib memelihara kehormatannya.
5.      Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.



Pasal 78
1.      Suami istri harus mempunyai tempt kediaman yang tetap.
2.      Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami istri bersama.
Pasal 79
1.      Suami adalah kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga.
2.      Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
3.      Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hokum. 




[1] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Pena Pundi Aksara, Jakarta: 2007
[2] UU RI Nomor  1 tahun 1974 tentang perkawinan, Kompilasi Hokum Islam, PT. Kasindo Utama, Surabaya: 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar