Senin, 15 Februari 2016

PERADILAN AGAMA PADA MASA ORDE LAMA

A.    Kedudukan Peradilan Agama pada Masa Awal Kemerdekaan
Di dalam pasal 1 Aturan Peralihan UUD 1945, disebutkan , bahwa “segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku sebelum diadakan yang baru menurut UU ini”. Berarti semua peraturan yang berlaku sebelumnya masih berlaku jika tidak ada peraturan yang baru di keluarkan.
Begitu juga dengan kedudukan Peradilan Agama masih diakui setelah kemerdekaan Indonesia. Yang mana Peradilan Agama ini diatur dalam staatsblad 1882 No. 152 dan 153 jis Stbl 1937 No. 116 dan 610. Namun setelah kemerdekaan Peradilan Agama diatur dalam UUD 1945.

B.     Dasar Hukum dan Wewenang Peradilan Agama
Berdasarkan kepada ketentuan pasal II AP UUD 1945, maka pelaksanaan Peradilan Agama masih tetap berdasarkan kepada peraturan yang dibuat pada masa Belanda, yaitu dalam staatsblad 1882 No. 152 jo staatsblad 1937 No. 116 dan 610 untuk peradilan agama di Jawa dan Madura serta staatsblad 938 dan 939 untuk daerak Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Keadaan yang demikian berlaku di daerah-daerah yang secara devfacto dikuasai oleh Pemerintah Republik Indonesia terutaama di daerah Jawa dan Madura[1].
Dari ketentuan-ketentuan diatas dapat dipahami, bahwa ketentuan kewenangan Peradialan Agama sama dengan ketentuan sebelumya. Kewenangan yang diberikan oleh staatsblad-staatsblad kepada Peradilan Agama di Jawa, Madura, Kalimantan Timur dan Selatan hanyalah di bidang perkawinan saja[2].
Sebelum proklamasi kemerdekaan diproklamirkan, lembaga Peradilan di luar Kalimantan dilaksanakan berdsarkan pada pasal 12 Peraturan Swapraja 1938 atau pasal 12 Staatsblad 1932 No. 80.sedangkan di Pontianak dan Sambas terdapat Mahkamah Balai Agama di Matan, Kertai, Berau, terdapat Majlis Agama Islam, yang dibentuk berdasarkan keputusan tertulis dari Kepala-kepala Swapraja. Di daerah-daerah lain, dapat pula ditemui beberapa Peradilan Agama yang dibentuk oleh Kepala Swapraj tanpa keputusan terstulis. Misalnya di daerah Sulawesi Selatan dan Tenggara, Teranate, Tidore, Bima, Bali dan lain-lain[3].
Lain halnya dengan daerah lingkungan Adat, disini daerah peradilan Agama ditetapkan oleh Residen. Berdasarkan pasal 12 staatsblat 1932 No. 80, seperti dijumpai di Aceh, Tapanuli, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, dan beberapa tempat di Sulawesi, Sumatera dan Maluku[4].
Tahun 1948, lahirlah Undang-Undang No. 19 tentang Susunan dan Kekuasaan Badan Kehakiman dan Kejaksaan. Tujuannya adalah untuk menyusun badan peradilan secara integral[5]. Dalam UU ini kewenangan Peradilan Agama diamasukan dalam Peradilan Umum secara istimewa, yang diatur dalam pasal 35 ayat (2), pasal 75 dan pasal 33. UU ini merupakan peraturan yang penting tentang peradilan dalam masa Pemerintahan RI Yogyakarta. UU ini bermaksud mengatur mengenai peradilan dan sekaligus mencabut serta menyempurnakan isi UU No.7 tahun 1947 tentang Susunan dan Kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaan yang mulai berlaku pada tanggal 03 Maret 1947[6].
Sehubungan dengan lingkungan peradilan, UU ini menetapkan tiga lingkungan peradilan yaitu :
1.      Peradilan Umum
2.      Peradilan Tata Usaha Negara
3.      Peradilan Ketentaraan.
UU No. 19 Tahun 1948 menghendakai agar Susunan Peradilan Agama yang telah berlaku itu dihapuskan. Sedangkan materi hokum yang menjadi wewenangnya ditampung oleh Pengadilan Negri secara istimewa dengan adanya dua orang ahli agama Islam sebagai anggota disamping hakim yang beragama Islam sebagai ketua agar putusan-putusan Pengadialn Negri tidak menyimpang dari ketentuan hokum syara’. Hanya saja UU ini tidak pernah berlaku, karena masih berkecamuknya revolusi, terutama disebabkan karena UU ini tidak sejalan dengan kesadaran hokum masyarakat Indoonesia[7].


C.     Penataan Peradilan Agama pada Masa Orde Lama
Setelah indonesia merdeka, atas usul Mentri Agama yang disetujui oleh Mentri Kehakiman, pemerintah menyerahkan Mahkamah Islam Tinggi dari Kementrian Kehakiman kepada Kementrian Agama melalui Penetapan Pemerintah No. 5-SD tanggal 25 Maret 1946
Peraturan sementara yang mengatur tentang Peradilan Agama tercantum dalam Verordering tanggal 8 November 1946 dari CCOAMACAB (Chief Commanding Officer Alied Military Administration Civil Affairs Branch) untuk Jawa dan Madura[8]. Tujuannya adalah untuk menghindari kemerosotan Peradilan Agama dan juga untuk mengupayakan peningkatan Peradilan Agama dan memulihkan wewenang Peradilan Agama yang telah dicabut sebelumnya[9].
Pada tanggal 23 April 1946, Mentri Agama berupaya mengeluarkan maklumat yang salah satunya adalah menentukan pengalihan hak untuk mengangkat Penghulu Landrat, Penghulu dan anggota peradilan dari tangan Residen kepada Mentri Agama.
Kemudian berdasarkan pertimbangan bahwa peraturan nikah, talak dan ruju’ seperti yang diatur dalam Huwelijksordonantie S. 1929 No. 348 Jo. S. 1931 No. 467, Verszenlandsche Huwelijksordonantie Buitengwesten S. 1932 No. 482 tidak sesuai lagi dengan keadaan, sedangkan pembuatan peraturan baru mengenai hal tersebut tidak mungkin dilaksanakan dalam waktu singkat, maka untuk itu pada tanggal 21 November 1946 disahkan dan diundang-undangkanlah UU No. 22 Tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak dan ruju’[10].

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Asassriwarni dan Nurhasnah, M. Ag., Peradilan Agama di Indonesia, Hayfa Press, Padang, 2006
Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., Peradilan Agama di Indonesia, Kencana, 2006




[1] Drs. Asassriwarni dan Nurhasnah, M. Ag., Peradilan Agama di Indonesia, Hayfa press, Padang, 2006, hal. 55
[2] Ibid
[3] Drs. H. Assasriwarni dan Nurhasnah, M.Ag., Peradilan Agama di Indonesia, Hafya Press, 2006, hal. 56
[4] Ibid
[5] Ibid, hal. 57
[6] Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., Peradilan Agama di Indonesia, Kencana, 2006, hal. 66
[7] Drs. H. Assasriwarni dan Nurhasnah, M.Ag., Peradilan Agama di Indonesia, Hafya Press, 2006, hal. 57
[8] Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., Peradilan Agama di Indonesia, Kencana, 2006, hal. 64
[9] Drs. H. Assasriwarni dan Nurhasnah, M.Ag., Peradilan Agama di Indonesia, Hafya Press, 2006, hal. 61
[10]Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., Peradilan Agama di Indonesia, Kencana, 2006, hal. 65

Tidak ada komentar:

Posting Komentar