BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Undang-Undang Perkawinan telah ada semenjak tahun 1974,
yang salah satu pasalnya menyatakan tentang keharusan pencatatan perkawinan.
Namun permasalahan orang yang tidak
mencatatkan perkawinan masih banyak sampai
sekarang, salah satunya bertempat di Kecamatan Palupuh. Sehingga dikeluarkan
kebijakan untuk melakukan sidang keliling oleh Mahkamah Agung, maka Pengadilan
Agama Bukittinggi melakukan sidang keliling di Palupuh tersebut. Salah satu
tujuan dari sidang keliling adalah untuk meningkatkan kesadaran hukum.
Setelah semua teori dan ketentuan tentang sidang keliling
dan kesadaran hukum berbagai permasalahan dijelaskan secara panjang lebar pada
bab-bab sebelumnya, maka dalam bab ini akan dikemukakan kesimpulan dari
penelitian ini. Sesuai dengan rumusan masalah pada penelitian ini, maka
kesimpulan penuelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sidang keliling yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Bukittinggi tidak
memberi pengaruh sama sekali terhadap kesadaran hukum masyarakat Palupuh
mengenai pencatatan perkawinan. Karena pelaksanaan sidang keliling yang
dilaksanakan oleh Pengadilan Agama Bukittinggi hanya sebatas sidang perkara
sebagaimana sidang yang dilaksanakan di kantor pengadilan dan tidak ada
kegiatan Pengadilan Agama Bukittinggi selain melaksanakan sidang.
2. Tindakan untuk menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat Palupuh terhadap
pencatatan perkawinan yaitu dengan memberikan sanksi yang tegas terhadap orang
yang tidak mencatatkan perkawinan. Kebijakan sanksi diberikan oleh instansi
yang berada di daerah Palupuh tersebut, seperti Wali Nagari. Kemudian
memberikan penyuluhan hukum khusus mengenai segala peraturan tentang perkawinan,
ditambah dengan pembelajaran mengenai segala peraturan perkawinan sejak usia
dini, dimulai dari usia SMP sampai SMA, bahkan sampai ke perguruan tinggi.
3. Tindakan yang bisa dilakukan Pengadilan Agama Bukittinggi
dalam hal mengatasi masyarakat yang terlanjur melakukan nikah siri, yaitu
dengan kebijakan:
a. Pengadilan Agama menetapkan
pernikahan yang kedua secara siri tanpa membuat keputusan perceraian (voluntair)
terhadap pernikahan yang pertama secara resmi.
b. Pengadilan memutuskan perceraian terhadap pernikahan
yang pertama, sekaligus menetapkan pernikahan yang kedua secara siri pada waktu
yang bersamaan (contensius voluntair).
Kebijakan tersebut diperkuat dengan sanksi denda karena telah melanggar
peraturan pencatatan perkawinan, seperti yang ditetapkan dalam pasal 90 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan. Sanksi ini juga merupakan tindakan
preventif di masa yang akan datang.
B. Saran
Perkawinan bukan sekedar akad perdata biasa,
perkawinan ini mengandung unsur sah dan tidak sah, perkawinan ini juga
merupakan akad yang suci dan akad yang sangat kuat (miitsaqan ghaliidhan)
yang merupakan ibadah. Oleh sebab itu,
perkawinan tentunya diatur sedemikian rupa, sehingga akad yang suci yang
merupakan ibadah tersebut dapat terjaga dan terlaksana sebaik-baiknya. Serta
merupakan tanggung jawab bersama untuk memelihara akad yang suci tersebut.
Sehingga pemerintah mengeluarkan berbagai
praturan perkawinan dengan peraturan langsung, maupun tidak langsung.
Pemerintah sepertinya telah berusaha untuk mewujudkan akad yang suci tersebut,
ternyata masih banyak yang melanggar dan tidak mengindahkan segala peraturan
tersebut. Tentunya berbagai hal yang menyebabkan peraturan itu dilanggar atau
tidak jalan sama sekali, seperti kesadaran hukum yang sangat kurang pada
masyarakat, sehingga seharusnya pemerintah lebih gencar dan bersungguh-sungguh
dalam menangani kesadaran hukum ini. Tentunya hal ini harus sejalan dengan
pendidikan, karena pendidikan penunjang dari kesadaran hukum masyarakat itu. Fasilitas
pendidikan yanng harus dilengkapi dan diperbanyak oleh pemerintah, karena di
Palupuh sangat minim sekali fasilitas pendidikan, terbukti dengan hanya ada
sebuah SMA dan SMA ini pun berada jauh dalam jangkauan masyarakat.
Mengenai cara menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat
Palupuh mengenai pencatatan perkawinan, selain dengan penyuluhan hukum, ditambah
dengan pembelajaran mengenai segala peraturan perkawinan sejak usia dini,
dimulai dari usia SMP sampai SMA, bahkan sampai ke perguruan tinggi. Tentunya
penyuluhan dan pembelajaran tersebut dilakukan secara bertahap. Hal ini
dilakukan dengan melibatkan Kementrian Pendidikan dan juga Kementrian Agama
untuk bisa mengeluarkan kebijakan pembelajaran tentang perkawinan ini dan
segala peraturannya.
Kemudian kepada instansi yang berada di
kecamatan Palupuh, supaya bisa berani dan tegas terhadap masyarakat yang
melakukan kesalahan, terutama mengenai “kumpul kebo” yang telah dijelaskan
sebelumnya, karena hal ini telah jelas-jelas melanggar ketentuan agama.
Pengadilan Agama juga dituntut untuk lebih
berani dalam menggali hukum untuk menciptakan kepastian hukum di tengah-tengah
masyarakat, janganlah pengadilan dalam hal ini hakim hanya sekedar menjadi
penyelenggara undang-undang, karena hakim itu merupakan orang yang mempunyai
banyak ilmu dan merupakan orang yang sangat berkompeten untuk menetapkan suatu
hak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar