Ilmu filsafat itu sangat luas lapangan
pembahasannya. Tujuannya ialah mencari hakikat kebenaran dari segala sesuatu,
baik dalam keadaan berfikir (logika), berperilaku (etika), maupundalam mencari
hakikat atau keaslian (metafisika). Etika baru menjadi ilmu apabila
kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai sesuatu yang dianggap
baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam sesuatu masyarakat dan sering
kalli tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis
dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral. Manusia
mempunyai seperangkat
pengetahuan yang bisa membedakan antara yanng benar dan salah, baik dan buruk. Namun penilaian ini hnay dapat dilakkukan oleh orang lain yang melihat kita. Orang lain yang mampu membrikan penilain sekaligus memberikan arti adalah pengetahuan yang disebut filsafat. Filsafat berhubungan dengan kehidupan sehari-hari kita.
pengetahuan yang bisa membedakan antara yanng benar dan salah, baik dan buruk. Namun penilaian ini hnay dapat dilakkukan oleh orang lain yang melihat kita. Orang lain yang mampu membrikan penilain sekaligus memberikan arti adalah pengetahuan yang disebut filsafat. Filsafat berhubungan dengan kehidupan sehari-hari kita.
Sumaryono mengatakan bahwa etika adalah sebuah
ilmu, dimana etika saat ini berkembang menjadi studi tentang kebiasaan manusia
berdasarkan kesepakatan menurut ruang waktu yang berbeda, yang mengambarkan
perangai manusia dalam kehidupan manusia pada umumnya. Selain itu, etika juga
berkembang menjadi studi tentang kebenaran dan ketidak benaran berdasarkan
kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia.[1]
Secara etimologi istilah etika berrasal dari
bahasa Yunani Kuno, yaitu ethos atau ethikos. Ethos
diartikan sifat, watak, sikap, kebiasaan atau tempat yang biasa. Sedangkan kata
ethikos berarti susila, keadaban atau kelakuan dan perbuatan yang baik.
Jadi jika dilihat dali usul-usul kata etika, maka dapat didefenisikan sebagai
ilmu tentang apayang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Kata
lain yang lebih dekat dengan etika adalah moral, yang dalam bahasa latin
disebut mores, yang berarti kebasaan, watak, kelakuan, tabiat atau cara
hidup.[2]
Dalam Islam etika biasa disebut dengan akhlak.[3]
Etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dirumuskan kedalam tiga arti sebagai berikut:
1. Ilmu tentang apa yang baik dan buruk, tentang hak kewajiban moral (akhlak)
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.[4]
Menanggapi tiga pengertian di atas, Bertens mengemukakan
bahwa etika dapat dirumuskan:
1. Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (sistim nilai).
Misal etika orang Jawa dan Etika agama Budha.
2. Etika dipakai dalam arti kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud di
sini adalah kode etik. Misal kode etik Advokat Indonesia, dan lain-lain.
3. Etika dipakai dalam arti ilmu tentang baik atau buruk.[5]
Kata-kata ertika sering juga ddisebut dengan ethic
(Inggris) berarti etika, tatasusila.[6]
Conny R. Semiawan menjelaskan etika itu sebagai the study of the nature of
morality and judgemen (kajian tentang hakikat moral dan keputusan [kegiatan
menilai]). Semiawan menerangkan bahwa etika sebagai prinsip atau standar
perilaku manusia yang kadang-kadang disebut dengan moral. Maka etika dipakai
delam dua bentuk arti, pertama etika mreupakan suatu kumpulan pengtahuan
mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Kedua, merupakan suatu
predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan atau
manusia-manusia lain. Objek formal etika meliputi norma-norma kesusilaan
manusia dan mempelajari tingkah laku manusia baik buruknya.[7]
Menurut Wiramiharja, etika meliputi empat
pengertian, yaitu:
1. Etika merupakan sistim nilai kebiasaan yang penting dalam kehidupan
kelompok khususnya manusia.
2. Etika digunakan pada suatu diantara sistim-sistim khusus yaitu moral yang
melibatkan makna dari kebenaran dan kesalahan, seperti salah dan malu.
3. Etika adalah sisstim moralitas
4. Etika adalah suatu daerah dalam filsafat yang memperbincangkan telaahan
etika dalam pengertian-pengertian lain.[8]
Berdasarkan beberapa defenisi, bahwa etika
dapat disimpulkan dengan ilmu yang membicarakan masalah perbuatan tingkkah laku
manusia, mana yang dapat dinilai dengan baik dan mana yang dinilai buruk dengan
memperhatikan perbuatan manusia sejauh yang dapat dicerna fikiran.
Istilah ilmu diambil dari bahasa Arab yaitu ‘alima,
ya’lamu, ‘ilman yang berarti mengerti atau memahami benar-benar. Dalam bahasa
Inggris istilah ilmu berasal dari kata science, yang berasal dari bahasa
Latin scienta dari bentuk kata kerja acire yang berarti
mempelajari dan mengetahui.[9]
Menurut The Liang Gie, memberikan penngertian
ilmu adalah rangakaian aktifitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu
metode untuk memperoleh pemahaman secara reasional empiris mengenai dunia ini
dalam berbagai seginya, dan keseluruhan penngetahuan sistimatis yang
menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia. Menurut W. Admojo
ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistim
menurut metode-metode tertentu, yang digunakan untuk dapat menerangkan
gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu. Sedangkan menurut Sumarna
ilmu dihasilkandari pengetahuan ilmiah yang berangkat dari perpaduan proses
berfikir deduktif (rasional) dan induktif (empiris). Adapun menurut A. Sudanto
ilmu adalah rangkaian aktifitas menusia yang dilaksanakan dengan metode
tertentu yang akhirnya mennghasilkan pengetahuan.[10] Beberapa
pengertian ilmu tersebut, dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah rangkaian
aktifitas manusia yang dilaksanakan dengan metode tertentu yang akhirnya
menghasilkan penngetahuan.
Menurut Maufur, beberapa syarat yang harus
dipenuhi oleh suatu pengetahuan untuk dapat masuk kategori sebagai berikut:
1. Sistimatis, yakni ada urutan awal hingga akhir dan ada hubungan yang
bermakna antara bagian-bagian atau fakta yang satu dengan fakta yang lainnya
yang tersusun secara runtut.
2. General, yaitu keumuman sifatnya yang berlaku di manapun (lintas ruanng dan
waktu) berkaitan dengan kadar mutu yang standar. Dapat juga disebut universal,
karena dapat dikomunikasikan kapan dan di manapun, paling tidak di bumi ini. Semisal
hukum-hukum fisika yang berlaku di Amerika, maka berlaku juga di Indonesia,
Inggris dan negara lainnya.
3. Rasional, meksudnya ialah ilmu sebagai pegethuan ilmiah bersumber pada
pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika. Pengujian atas
pengetahuan ilmiah adalah penalaran yang betul-betul dan perbincangan yang
logis tanpa melibatkan faktor-faktir non rasional, seperti emoso sesaat dan
kesenanngan pribadi.
4. Objektif, adalah apa adanya mengungkap realitas yang sahih bagi siapa saja.
5. Menggunakan metode tertentu dalam mempertanyakan objek tertentu, mencari
dan menemukan sesuatu sebagai kebenaran, dan secara terus menerus. Karena ilmu
pengetahuan akan terus berkembangketika ditemukan jwaban sekaligus memunculkan
pertanyaan susulan dan terus dicari jawabannya lagi, demikian seterusnya.
6. Dapat dipertanggungjawabkan dengan menggunakan argumentasi logis rasional,
apalagi jika telah melalui eksperimen berulang kali.[11]
Senada dengan itu, ilmu menurut The Liang Gie
mempunyai lima ciri pokok, yaitu:
1. Empiris, ilmu itu diperileh berdasarkan pengamatan dan percobaan
2. Sistematis, berbagai keteranngan dan data yang terssusun sebagai kumpulan
pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur
3. Objektif,, ilmu itu berarti bebas dari persangkaan perseorangan dan
kesukaan pribadi
4. Analitis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke
dalam bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan
peranan dari bagian-bagian itu.
5. Verikatif, dapat diperikasa kebenarannya oleh siapapun.
Hubunngan antara etika dan ilmu
Menurut Suriasumantri antara ilmu dan etika
mempunyai hubungan yang sangat erat. Ada yang berpendapat bahwa ilmu bebas
nilai karena sesungguhnya ilmu itu mempunyai nilai di dalam dirinya sendiri. Ada
dua paham yang berkaitan dengan nilai, pertama fase empiris, pada fase
ini di zaman Yunani dulu Aristoteles mengtakan bahwa ilmu tidak mengabdi pada
pihak lain. Ilmu dipelajari manusia demi ilmu itu sendiri. Kegiatan berilmu
adalah kegiatan yang mewah yang menyegarkan jiwa. Dengan ilmu orang banyak
memperoleh pengertian tentang dirinya dan alam sekitarnya. Pada fase ini tugas
suatu generasi terbatas pada mencapai ilmu dan meneruskan pada generasi
berikutnya. Belum ada tuntutan supaya mengembangakanilmu, baru pada abad ke 17
ilmu giat dikembangkan dan oranng sudah mulai mencari apa tujuan sebenarnya
dari ilmu itu, jadi fase yang sifatnya empiris rasional kemudian berkembanga
menjadi fase eksperimental rasional. Kedua, paham pragmatis yang berpendapat
bahwa di dalam ilmu terdapat nilai yang mendorong manusia untuk bersikap hormat
terhadap ilmu. Hormat ini mula-mula ditujukan hanya pada ilmu yang diterapkan
pada kehidupan saja karena nilai dari ilmu terletak pada kebenarannya. Ilmu mengejar
kebenaran yang merupakan inti etika ilmu tetapi kebenaran itu ditentukan oleh
derajat penerapan praktis dari suatu ilmu.[12]
Etika memberikan semacam batasan maupun
standar yanng mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Etika ini
kemudian dirupakan ke dalam bentuk aturan tertulis yang secara sistematis
sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat
dibutuhkan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam
tindakan yang logika rasional umum (commonsense) dinilai menyimpang dari
kode etik. Ilmu sebagai asas moral atau etika mempunyai kegunaan khusus yakni
kegunaan unifersal bagi umat manusia dalam meningkatkan martabat kemanusiaan.[13]
Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi itu sendiri. Tangggung jawab etis menyangkut kegiatan meupun
penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini berarti ilmuan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memperhatikan kodrat dan
martabat manusia, menjaga ekosistem, bertanggung jawab pada kepentingan umum,
dan gegnerasi mendatang, serta bersifat universal karena pada hakikatnya ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh ekosistem
manusia bahkan untuk menghancurkan ekosistem tersebut.
Manusia disebut etis adalah manusia yang
secara utuh dan menyeluruh mampumemenuhi hajat hidupnya dalam rangka mewujudkan
keseimbangan antara kepentingan pribadi dan ornag lain, antara rohani dan
jasmani, dan sebagai makhluk ciptaan-Nya. Dengan demikian, etika dibutuhkan
sebagai pertimbangan pemikiran yang kritis, yang dapat membedakan antara apa
yang sah dan apa yang tidak sah, membedakan apa yang benar dan apa yang tidak
benar.
[1]
A. Susanto, Filsafat Ilmu, Suatu
Kajian dalam Dimensi Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi, cet. II
(Jakarta: Bumi Aksara, 2011) h. 166
[3]
Mafri Amir, Etika Komonikasi
Massa dalam Pandangan Islam
[4]
Kamus Besar Bahasa indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, 1990, h. 237
[5]
A. Susanto, op.cit., h. 165
[6]
Kamus Inggris – Indonesia , Jhon M.
Echols dan Hsan Shadily, (Jakarta: Gramedia, 1979), h. 219
[7]
A. Susanto, op.cit., h. 118
[13]
Sutoyo, dkk, Regulitas Sains,
Meretas Jalan Menuju Peradaban Zaman (Malang: Brawijaya, 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar