Secara sederhana, rukun merupakan unsur yang mesti dipenuhi dalam suatu hal. Kalau diibaratkan kepada rumah secara umum, maka rukun (unsur) dari rumah itu adalah tonggak, dinding dan atap. Apabila tidak ada salah satu dari ketiga unsur tersebut, maka sesuatu yang dinamakan rumah mustahil akan berdiri.
Sekarang, kalau
kita posisikan kepada rukun Islam, bahwa rukun Islam yang pertama adalah
membaca dua kalimat syahadat, maka apakah semua umat Islam telah membaca dua
kalimat syahadat?
Kalau belum membaca dua kalimat syahadat, tentu belumlah seseorang dikatakan telah Islam. Apakah memang benar seperti ini?
Kalau belum membaca dua kalimat syahadat, tentu belumlah seseorang dikatakan telah Islam. Apakah memang benar seperti ini?
Berdasarkan hal
tersebut, maka perlu dijelaskan mengenai dua kalimat syahadat ini. Pertama,
rukun islam dua kalimat syahadat itu apakah mesti diucapkan? Seperti yang
banyak dibaca dan didengar, bahwa rukun Islam yang pertama itu adalah “membaca
dua kalimat syahadat”. Pernyataan “membaca” ini sangat banyak ditemukan, bahkan
diajarkan kepada anak-anak di sekolah, maupun di luar sekolah.
Kedua, apakah
rukun Islam yang pertama itu merupakan sesuatu keyakinan (pembenaran dalam hati)?
Keyakinan merupakan sesuatu yang ditanamkan di dalam hati, sehingga hal
keyakinan ini tidak perlu untuk “diucapkan”. Kalau merupakan suatu keyakinan,
kenapa misalnya seperti muallaf sepertinya harus mengucapakan dua
kalimat syahadat?, hal ini banyak kita lihat.
Kalau memang
seperti masalah yang pertama bahwa dua kalimat syahadat itu harus diucapkan,
maka umat Islam sekarang ini banyak Islam keturunan yang kebetulan orang tua
mereka Islam, maka anaknya juga Islam tanpa membaca dua kalimat syahadat.
Apakah memang Islam turunan? Kemudian masalah yang kedua bahwa muallaf
itu harus mengucapkan dua kalimat syahadat, padahal dua kalimat syahadat itu
adalah keyakinan dalam hati.
Berdasarkan
hadis tentang rukun Islam ini, sebagai berikut:
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ
عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ :
شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ
وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ
َمَضَانَ. رواه الترمذي ومسلم
Pada hadis itu
tidak ada kata yang berarti mengucapkan, hanya memakai kata شَهَادَةُ. Kata شَهَادَةُ tersebut tentu harus ditemukan atau ditafsirkan apa makna sebenarnya, maka baru ditemukan apa yang sebenarnya. Dilihat dari kamus dan
terjemahan dari hadis rukun Islam tersebut, arti dari شَهَادَةُ adalah “bersaksi,
persaksian”. Kata “bersaksi, persaksian” berasal dari “saksi”, apabila saksi
ini dipahami seperti saksi dalam suatu perkara misalnya di pengadilan, maka
makna dari “bersaksi, persaksian” adalah pernyataan atau menyatakan, tentu
pernyataan atau menyatakan ini dengan diucapkan. Kalau seperti demikian tentu
dua kalimat syahadat diucapkan.
Apakah Anda sudah Islam?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar