A.
Pendahuluan
Manusia
dilahirkan ke muka bumi ini dihadapi oleh berbagai tantangan dan masalah,
siapapun orangnya baik itu orang awam maupun para ilmuwan selalu berhadapan
dengan masalah, dan mereka dituntut dengan segera untuk menyelesaikan masalah
yang mereka hadapi itu.
Akal merupakan
salah satu keistimewaan yang khusus diberikan Allah SWT kepada manusia untuk
berfikir, di sinilah peran akal ketika manusia menghadapai masalah ataupun
suatu perkara, maka mereka harus memikirkan bagaimana cara menyelesaikan
masalah tersebut, setiap orang mempunyai
cara / menempuh jalan yang berbeda dalam
menyelesaikan masalah mereka.
Sekalipun orang
awam dapat menyelesaikan masalah yang mereka hadapi, cara kerja mereka biasanya
tidak sestematis dan lebih sering bernuansa subjektif, berbeda dengan ilmuawan
biasanya mereka bekerja secara sistematis dan menggunakan logika.
Dalam melakukan
penyelidikan, untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapinya, para ilmuwan
mempunyai teknik, pendekatan dan cara yang berbeda, namun diantara perbedaan
itu, para ilmuwan itu mempunyai falsafah yang sama, yang akan dibahas dalam
makalah ini yaitu metode ilmiah, pendekatan, cara dan tekhnik yang mereka tempuh itu yang dinamakan metode.
Yang dimaksud dengan
metode ilmiah dalam makalah ini yaitu cara, langkah, tekhnik dan prosedur yang
ditempuh, yang digunakan oleh seorang ilmuwan dalam memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti
fisis.
B.
Pengertian Metode Ilmiah
Metode ilmiah
terdiri dari dua kata yaitu, metode dan ilmiah. kata metode berasal dari bahasa
Yunani “methodos”, yang berarti cara atau jalan.[1]Dalam
bahasa inggris kata metode ditulis “method” dan
dalam bahasa arab disebut juga dengan “thariqah”. Sedangkan dalam bahasa
Indonesia kata ini berarti cara yang teratur dan berpikir baik untuk mencapai
maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya), cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan sesuatu / kegiatan guna mencapai suatu tujuan yang
ditentukan.[2]
Ciri ilmu
mempergunakan metode. Metode berarti bahwa penyelidikan berlangsung menurut
suatu cara tertentu. Istilah ini mula-mula berati “suatu jalan yang harus
ditempuh”.[3] Metode
ilmiah merupakan metode saintifik, suatu istilah kolektif yang menunjukkan
kepada bermacam-macam proses dan langkah-langkah yang dilalui oleh
bermacam-macam sains dalam perkembangannya dan dalam beberapa sains lain[4].
Perumusan dalam
The World of Science Encyclopedia, metode ilmiah pada umumnya diartikan
“the procedures used by scientists in the systematic pursuit of new
knowledge and the reexamination of existing knowledge” (preosedur yang
digunakan oleh ilmuan-ilmuan dalam pencarian sistematis terhadap pengetahuan
baru dan penijauan kembali pengetahuan yang telah ada.[5]
Dictionary of
Behavioral Science juga memberikan defenisi mengenai metode ilmiah ini, yaitu: “The
techniques and procedures of naturalistic observation and experimentation used
by scintist of deal with fact, data and their interpretation according to
certain principles and precepts.” (teknik-teknik dan prosedur-prosedur
pengamatan dan percobaan yang menyelidiki alam yang dipergunakan oleh
ilmuam-ilmuan untuk mengolah fakta-fakta, data, dan penafsiran sesuai dengan
asas-asas dan aturan-aturan tertentu).[6]
Jadi metode
merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan
sebelumnya, bisa juga diartikan dengan suatu proses, prosedur atau cara/
langkah-langkah sistematis yang ditempuh oleh seseorang untuk mengetahui
sesuatu.
Ilmu merupakan
pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah, bisa
juga dikatakan ilmu sebagai suatu proses yang merupakan kegiatan dari manusia,
yang mempunyai prosedur (metode ilmiah), yang bersifat sistematis[7].
Dari pengertian ilmu ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang bersifat
ilmiah yaitu pengetahuan yang dapat diandalkan (bersifat rasional) dan dapat
diuji kebenarannya (bersifat empiris dan rasional).
Metode ilmiah
itu adalah prosedur untuk memperoleh pengetahuan, ilmu pengetahuan yang ada dan
yang dipakai manusia semuanya itu didapatkan melalui metode ilmiah. suatu
pengetahuan baru bisa dikatakan
ilmu, apabila cara perolehannya dilakukan melalui kerangka kerja ilmiah, dengan
demikian metode ilmiah bisa juga diartikan
dengan prosedur yang digunakan ilmuwan dalam pencarian kebenaran dengan cara
kerja yang sistematis terhadap pengetahuan baru dan melakukan peninjauan
kembali kepada pengetahuan yang telah ada.
Itulah
pengertian metode ilmiah yang dikemukakan oleh beberapa para ahli yang jika
disimpulkan yaitu metode ilmiah merupakan berbagai prosedur yang mewujudkan pola-pola dan
tata langkah dalam pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, yang mana pola dan tata
langkah procedural itu dilaksanakan dengan cara-cara operasional dan teknis
yang terperinci.
Terdapat suatu
anggapan yang luas, bahwa ilmu pada dasarnya adalah metode deduktif-empiris
dalam memperoleh pengetahuan. Memang terdapat beberapa alasan untuk mendukung
penilaian yang populer ini, karena ilmuwan mengumpulkan fakta-fakta yang
tertentu, melakukan pengamatan dan mempergunakan data indrawi.[8]
Lebih lanjut
dijelaskan, bahwa analisis yang mendalam terhadap metode keilmuan akan
menyingkapkan kenyataan, bahwa apa yang dilakukan oleh ilmuwan dalam usahanya
mencari pengetahuan lebih tepat apabila digambarkan sebagai sesuatu kombinasi
antara prosedur empiris dan rasional.[9]
Kaidah
keilmuwan selalu mendasarkan pemikirannya pada penalaran yang rasional dan
empiris, ilmu selalu melakukan observasi dan melakukan penjelahan baru terhadap
masalah yang dihadapi dari pra anggapan, hipotesis dan pengujiannya melalui
studi di lapangan, selalu mencari arti terhadap hakekat permasalahan sambil
terus melakukan antisipasi yang mungkin akan terjadi.
Metode ilmiah
dengan demikian adalah ekspresi tentang cara berfikir yang diharapkan dapat
menghasilkan karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah,
karakteristik yang dimaksud disini bersifat rasional dan teruji sehingga
memungkinkan lahirnya pengetahuan yang disusunnya menjadi pengetahuan yang
dapat diandalkan, metode ilmiah disini mencoba menggabungkan cara berfikir
deduktif dan induktif dalam membangun tubuh pengetahuan.
C.
Prosedur Berpikir Ilmiah
Pendapat para ahli menyebutkan berbagai macam
prosedur berfikir ilmiah ini, ada yang menyebutkan tiga macam dan ada juga yang
mengatakan sampai delapan langkah. Buku Pengantar Filsafat Ilmu yang dikarang
oleh The Liang Gie mengutip pendapat George Abell tentang perumusan metode
ilmiah sebagai suatu prisedur khusus dalam ilmu, hal ini mencakup tiga langkan, yaitu;
1.
the obsevetion
of phenomena or the results of experiment (pengamatan
gejala-gejala atau hasil-hasil dari percobaan-percobaan),
2.
the formulation
of hypotheses that describe thes phenomena and that are consistent with the body of knowledge available (perumusan pangkal-pangkal duga yang melukiskan gejala-gejala ini dan yang
bersesuaian dengan kumpulan pengetahuan yang ada),
3.
the testing of
the hypotheses by nothing whether or not they adequately predict and describe
new phenomena or the result of new experiment (pengujian pangkal-pangkal duga ini dengan mencatat apakah mereka secara
memadai meramalkan dan melukiskan gejala-gejala baru).[10]
Pada buku yang sama, disebutkan juga pendapat
Israel Rose, dia menyimpulkan bahwa metode ilmiah berpangkal pada percobaan dan
pengamatan yang membentuk suatu sirklus terdiri dari empat langkah untuk
mencari kesimpulan-kesimpulan umum, yaitu:
1.
experiment
and/or observation of phenomena
(percobaan-percobaan dan/atau pengamatan gejala-gejala),
2.
general
conclusion induced from step 1
(kesimpulan-kesimpulan umum yang diperoleh dari langkah 1),
3.
specific
conclusion deduced from general conclusion of step 2 (kesimpulan-kesimpulan khusus yang diturunkan dari kesimpulan-kesimpulan
umum dari langkah 2),
4.
verification of
the conclusion of step 3 (pemeriksaan kesimpulan-kesimpulan
umum dari langkah 3)[11]
Metode ilmiah yang mencakup lima langkah disebutkan
oleh J. Eigelberner sebagai berikut:
1.
analysis of the
problem to determine what is wanted, and the devising of working hipotheses to
give shape and direction to the recearch study (analisis masalah untuk menetapkan apa yang dicari dan penyusunan
pangkal-pangkal duga yang dapat dipakai untuk memberi bentuk dan arah pada
telaah penelitian),
2.
collection of
the pertinent fact (pengumpulan fakta-fakta yang
bersangkutan),
3.
classification
and tabulation of the data in order to discover existing similiraties,
sequences ang correlation (penggolongan dan pengaturan data
agar supaya menemukan kesamaa-kesamaan, urutan-urutan dan hubungan-hubungan
yang ada),
4.
the formulation
of conclution by means of logical processes of inference ang reasoning (perumusan kesimpulan-kesimpulan dengan memakai proses-proses penyimpulan
logis dan penalaran),
5.
testing and
verifying the conclutions (pengujian dan pemeriksaan
kebenaran kesimpulan-kesimmpulan itu).[12]
Sheldon Lachman mengurai metode ilmiah menjadi enam
langkah seperti berikut:
1.
the formulation
of specifict hypotheses or specifict qustion for investigation (perumusan pangkal-pangkal duga yang khusus atau pernyataan-pernyataan yang
khusus untuk penyelidikan),
2.
the design of
the data (perancangan penyelidikan itu),
3.
the
accumulation of the data (pengumpulan data),
4.
the
classification of the data (pengggolongan data),
5.
the development
of generalization (pengembangan
generalisasigeneralisasi),
6.
the
verification of the result, i.e., of the data and generalization (pemeriksaan kebenaran terhadap hasisl-hasil, yaitu terhadap data dan
generalisasi-generalisasi).[13]
Dalam bidang manajemen, dua ahlinya Clifford Craft
dan David Hertz menyatakan bahwa metode ilmiah terdiri dari tujuh langkah yang
berikut:
1.
observation and
general survey of the problem area (pengamatan dan
survai umum mengenai bidang permasalahan),
2.
definition of
the problem (perumusan masalah itu),
3.
fact finding (pencarian fakta),
4.
analysis of the
data and contruction of a model (analisis
terhadap data dan pembentukan suatu model),
5.
comparison of
the model with observed data (perbandingan
model itu dengan data yang telah diamati),
6.
repetition of
above steps until a satisfactory model is constructed, and (pengulangan langkah-langkah di atas sampai model yang dirumuskan terbentuk,
dan)
Sebuah prosedur lain mencakup delapan langkah ialah
“step in the scientific method” (langkah-langkah dalam metode ilmuah) sebagai
berikut:
Recognize that an indeterminate situation exists. This this a conflicting
or obscure situation demanding inquiry.
Two, state the problem in specific terms.
Three, formulate a working hypothesis.
Four, devise a controlled method of investigationby
observation........, or by experimentation or both.
Five, gather and record the testimony or “raw
data”.
Six, transform these raw data into a statement
having meaning and significance.
Seven, arrive at an assertion which appears to be
warrranted. If the assertion is correct, predictions may be form it.
Eight, unify the warranted assertion, if it proves
to be new knowledge in science, with the
body of knowledge already estabilished.
(Kenali bahwa suatu situasi yang tak menentu ada. Ini merupakan suatu
situasi bertentangan atau kabur yang mengharuskan penyelidikan.
Dua, nyatakan masalah itu dalam istilah-istilah
spesifik.
Tiga, rumuskan suatu hipotesis kerja.
Empat, rancang suatu metode penyelidikan yang
terkendalikan dengan jalan pengamatan......, atau dengan jalan percobaan
ataupun dua-duanya.
Lima, kumpulkan dan catat bahan pembuktian atau
“data kasar”.
Enam, alihkan data kasar ini menjadi suatu
pernyataan yang mempunyai makna dan kepentingan.
Tujuh, tibalah pada sutu penegasan yang tampak
dapat dipertanggungjawabkan. Kalau penegasan itu betul, ramalan-ramalan dapat
dibuat darinya.
Delapan, satu padukan penegasan yang dapat
dipertanggungjawabkan itu, kalau terbukti merupakan pengetahuan baru dalam
ilmu, dengan kumpulan pengetahuan yang telah mapan).[15]
Walaupun pendapat para ahli mengenai
langkah-langkah metode ilmiah ini beragam, namun ada beberapa langkah yang
merupakan pola umum yang biasa dilakukan
dalam penelitian, yaitu sebagai berikut:
a.
Perumusan
masalah
Kesadaran akan
adanya problema adalah penting sekali, karena hanya demikian suatu pemikiran
dan penyelidikan itu mungkin untuk diawali. Dalam hal ini, kemampuan untuk
melukiskan problema secara jelas dan benar dalam suatu definisi adalah penting.
Manusia
menciptakan masalah dan mengajukan sesuatu yang menurut pikirannya adalah hal
yang tepat dijawab. Tanpa adanya suatu masalah byang didefenisikan secara
jelas, manusia tak akan mempunyai jalan untuk mengetahui fakta apa yang harus
dikumpulkan. Metode keilmuan pada tahap permulaan ini menekankan kepada
pernyataan yang jelas dan tepat dari sebuah masalah.[16]
b.
Pengumpulan
data
Pengumpulan
data yang relevan, yang juga memerlukan kesabaran dan lebih-lebih kemampuan
untuk menguji data-data apakah faktual atau tidak. Pada persoalan yang sulit
untuk mendapatkan data-data seperti itu memerlukan pemikiran dan penyelidikan
yang saksama dan tidak aneh jika memerlukan waktu bertahun-tahun.
Tahap ini
merupakan sesuatu yang paling dikenal dalam metode keilmuan. Disebabkan oleh
banyaknya kegiatan keilmuan yang diarahkan kepada pengumpulan fakta. Pengamatan
yang teliti yang dimungkinkan oleh terdapatnya berbagai alat, yang dibuat
menusia dengan penuh akal memberikan dukungan yang dramatis terhadap konsep
keilmuan sebagai suatu prosedur yang
pada dasarnya adalah empiris dan induktif. Tumpuan terhadap persepsi indera
sedcara langsung atau tidak langsung dan keharusan untuk melakukan pengamatan
secara teliti, seakan menyita perhatian kita terhadap segi empiris dari
penyelidikan keilmuan tersebut.[17]
c.
Klasifikasi
data
Diperlukan kemampuan
analisis dan pengelompokan dalam masalah ini. Bagi metode ilmiah,
memperbandingkan dan mempertentangkan data yang satu dengan data yang lain
untuk diatur dalam urutan yang sesuai dengan kepentingan adalah pokok. Jadi,
setiap data harus dianalisis dan diklasifikasikan.
Tahap ini
menekankan kepada penyusunan fakta dalam kelompok-kelompok, jenis-jenis dan
kelas-kelas. Dalam semua cabang-cabang ilmu usaha untuk mengidentifikasikan,
menganalisis, membandingkan dan membedakan fakta-fakta yang relevan tergantung
kepada adanya sistem klasifikasi ini disebut taxonomi, dan ilmuan modern terus
berusaha untuk menyempurnakan taxonomi khusus bidang keilmuan mereka.[18]
d.
Pembentukan
Hipotesis
Langkah ini
penting ketika melakukan pemeriksaan masalah. Hipotesis dapat dibentuk setelah diperoleh
data-data yang cukup. Dalam membentuk hipotesis, hal yang penting adalah harus
bersifat masuk akal. Artinya, suatu deduksi harus dapat dicoba dan berfungsi
sebagai petunjuk bagi penyelidikan selanjutnya.
Hipotesis
adalah pernyataan sementara tentang hubungan antara benda-benda. Hubungan
hipotesis ini diajukan dalam bentuk dugaan kerja atau teori yang merupakan
dasar dalam penjelasan kemungkinan hubungan tersebut. Hipotesis diajukan secara
khas dengan dasar coba-coba (trial and error).[19]
Dalam konsep
mengenai hipotesis yang perannya sangat menentukan dalam metode keilmuan, kita
menemukan baik unsur empiris maupun unsur rasional. Di dalam konsep ini,
pertama-tama harus terdapat data empiris dalam bentuk fakta yang dapat diamati
dan diukur, disamping itu harus terdapat pula konsep yang bersifat kategoris
yang memisahkan macam-macam data logis dan kemudian menyusun sedemikian rupa
sehingga kemungkinan hubungan-hubungannya dapat dijajagi.[20]
Hipotesis
adalah sesuatu keterangan bersifat sementara atau untuk keperluan pengujian
yang diduga mungkin benar dan dipergunakan sebagai pangkal untuk penyelidikan
lebih lanjut sampai diperoleh kepastian dengan penelitian. [21]
e.
Penarikan
deduksi/kesimpulan dari hipotesis
Maksudnya,
hipotesis menjadi dasar penarikan deduksi atau kesimpulan mengenai jenis
susunan dan hubungan antara hal-hal atau benda-benda tertentu yang sedang
diselidiki.
Hipotesis
menyusun pernyataan logis yang menjadi dasar untuk penarikan kesimpulan atau
deduksi mengenai hubungan antara benda-benda tertentu yang sedang diselidiki.
Di samping itu hipotesis dapat menolong kita dalam memberikan ramalan dan
penemuan fakta yang baru. Penalaran deduktif, yang sedemikian penting dalam tahap
hipotesis ini, ditujukan oleh fakta bahwa kebanyakan apa yang kita kenal sebagai
pengetahuan keilmuan adalah lebih bersifat teoritis daripada empiris, dan bahwa
ramalan tergantung kepada bentuk logika silogistik.[22]
f.
Verifikasi
hipotesis
Pengujian
kebenaran dalam ilmu berarti mengetes alternatif-alternatif hipotesis dengan
pengamatan kenyataan yang sebenarnya atau lewat percobaan. Dalam hubungan ini
maka keputusan terakhir terletak pada fakta. Jika fakta tidak mendukung satu
hipotesis maka hipotesis yang lain dipilih dan proses diulangi kembali.[23]
Langkah-langkah
di atas merupakan langkah yang sudah terpola untuk melakukan penelitian
sehingga bisa dijadikan acuan untuk melakukan suatu penelitian. Hal ini bisa
dijadikan sebagai penemuan suatu ilmu baru.
D. Kesimpulan
Metode ilmiah merupakan
ekspresi tentang cara berfikir yang diharapkan dapat menghasilkan karakteristik
tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, karakteristik yang dimaksud
disini bersifat rasional dan teruji sehingga memungkinkan lahirnya pengetahuan
yang disusunnya menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan, metode ilmiah disini
mencoba menggabungkan cara berfikir deduktif dan induktif dalam membangun tubuh
pengetahuan. Dengan adanya pola-pola dan langkah-langkah dalam melakukan
penelitian sehingga mendapatkan hasil suatu pengetahuan baru.
Beberapa ahli
mempunyai beragam pendapat mengenai langkah-langkah atau pola-pola dalam
melakukan penelitian ini, yang menguraikan langkah-langkah tersebut mulai dari
tiga langkah dan ada yang mneguraikan sampai delapan lagkah. Namun ada beberapa
langkah saja yang sudah senantiasa dilakukan dalam penelitian, yang mana
langkah ini sudah baku dan menjadi acuan dalam setiap penelitian.
Pola-pola dan
langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian tersebut adalah sebagai
berikut:
a.
Penentuan atau
perumusan masalah
b.
Pengumpulan
data
c.
Klasifikasi
atau pengelompokan data
d.
Menentukan Hipotesis
e.
Penarikan
kesimpulan dari hipotesis
f.
Pengujian
hipotesis
KEPUSTAKAAN
C. A. Van Peursen, Susunan Ilmu
Pengetahuan, diterjemahkan oleh J. Drost, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1993)
Farida Hamid, Kamus Ilmiah Populer Lengkap,
(Surabaya: Apollo,) h. 381
Fuad Hasan dan Koentjaningrat, Beberapa Azas Metodologi Ilmiah,
(Jakarta: Gramedia, 1977)
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam
Perspektif, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995)
Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka) cet. Ke-1
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu,
(Yogyakarta: Liberty, 1997)
[1] Fuad
Hasan dan Koentjaningrat, Beberapa Azas Metodologi Ilmiah, (Jakarta:
Gramedia, 1977) h.16
[2] Tim
Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka) cet. Ke-1 h.
580-581
[3] C. A. Van Peursen, Susunan Ilmu Pengetahuan, diterjemahkan oleh J.
Drost, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 16
[5] The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty, 1997)
h. 110, dikutip dari The World of Science Enciclopedia, Bejamin B.
Wolman, ed., 1973, p. 237
Tidak ada komentar:
Posting Komentar